flash compugraphics

Segala sesuatu yang berhubungan dengan karya ilmiah

Selasa, 22 September 2015

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU BERBASIS PENDIDIKAN NILAI

Oleh:
Herlan Firmansyah

Abstract
Joints sustain a nation of which the character and mentality of its people. Externally, globalization is a phenomenon of the factors most strategic factor that has huge impact on the values, character and mentality of a nation. While internal factors which have great impact on the formation of national character of which is the direction of development education. This can be achieved through the participation of teachers optimally in the process of preparing learners who have a character as stated in Law No. 20 of 2003 Chapter II, Article 3 of the function and purpose of national education. Given how the urgency of the teacher's role in efforts to build a national character, the teacher professional development that focused on the four core competencies of the pedagogical, personal competence, social competence and professional competence should be based on the conception and approaches in values education.

Keywords: Character, Professional Teacher.

abstrak
Sendi-sendi yang menopang sebuah bangsa di antaranya karakter dan mentalitas rakyatnya. Secara eksternal, faktor fenomena globalisasi merupakan faktor paling strategis yang membawa pengaruh besar terhadap tata nilai, karakter dan mentalitas suatu bangsa. Sedangkan faktor internal yang berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter bangsa di antaranya adalah arah pembangunan dunia pendidikan. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui peran serta guru secara optimal dalam proses penyiapan peserta didik yang memiliki karakter sebagaimana disebutkan dalam UU No 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Mengingat betapa urgennya peran guru dalam upaya membangun karakter bangsa, maka pembinaan profesionalisme guru yang terfokus kepada empat kompetensi utama yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepriba-dian, kompetensi sosial dan kompetensi professional harus dilandasi oleh konsepsi dan pendekatan-pendekatan dalam pendidikan nilai.

Kata Kunci : Karakter Bangsa, Profesionalisme Guru.


PENDAHULUAN
Sendi-sendi yang menopang sebuah bangsa di antaranya adalah berupa karakter dan mentalitas rakyatnya, hal tersebut menjadi pondasi yang kukuh dari tata nilai bangsa tersebut. Keruntuhan sebuah bangsa ditandai dengan semakin lunturnya tata nilai dan karakter bangsa tersebut, walaupun secara fisik bangsa tersebut masih berdiri tegak. Karakter dan mentalitas rakyat yang kukuh dari suatu bangsa tidak terbentuk secara alami, melainkan melalui interaksi sosial yang dinamis dan serangkaian program pemba-ngunan yang diarahkan oleh pemimpin bangsa tersebut.
Banyak faktor tentunya yang memberikan pengaruh besar terhadap kehandalan karakter dan mental rakyat suatu bangsa. Secara eksternal, faktor fenomena globalisasi merupakan faktor paling strategis yang membawa pengaruh besar terhadap tata nilai, karakter dan mentalitas suatu bangsa. Sebagian kala-ngan menganggapnya sebagai ancaman yang berpotensi menggulung tata nilai, tradisi, dan karakter bangsa dan pada akhirnya menggan-tikannya dengan tata nilai pragmatisme, materialisme, dan neoliberalisme yang meruksak jati diri dan karakter bangsa yang sebelumnya sudah menjadi identitas. Namun, sebagian lainnya menilai positif adanya fenomena globalisasi, bahkan menilai globalisasi sebagai suatu fragmen yang tidak bisa tidak harus dijalani dan banyak hal yang menjadi daya dukung akibat adanya proses globalisasi terhadap percepatan pembangunan masyarakat suatu bangsa.
Adapun faktor internal yang berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter bangsa diantaranya adalah arah pembangunan dunia pendidikan. Pemba-ngunan yang bertata nilai merupakan esensi dari suatu pemahaman pembangu-nan yang sepenuhnya berorientasi pada manusia sebagai subyek pembangunan atau lazim dikenal dengan human oriented development. Tanpa adanya orientasi demikian, maka pembangunan hanya akan mencakup tataran fisik dan tanpa disertai adanya pembangunan budaya serta peningkatan standar nilai kehidupan manusianya. Hal yang mendominasi terhadap performance manusia sebagai subyek pembangunan yang bertata nilai tersebut tiada lain adalah pendidikan.
Dengan pendidikan, karakter manusia sebagai individu dan sebagai masyarakat dapat dibentuk dan diarahkan sesuai dengan tuntutan ideal bagi proses pembangunan. Karakter manusia secara individu ini akan memberikan sumbangan besar terhadap pembentukan karakter bangsa yang bermartabat dan menjadi faktor pendukung bagi proses percepatan pembangunan suatu bangsa.
Dalam konteks pendidikan nasional, dinamika perkembangan dunia pendidikan belum lama ini diwarnai oleh lahirnya Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU ini lahir dengan pertimbangan bahwa pembangu-nan nasional dalam bidang pendidikan merupakan upaya mencerdaskan kehidu-pan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertak-wa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam menuju masyarakat yang maju, adil, makmur dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Selain itu, dalam rangka menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah dan berkesinambungan.
Guru mempunyai peran dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional khususnya dalam bidang pendidikan. Dalam UU tersebut guru didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dengan ditegaskannya sebagai pekerjaan professional, otomotis menuntut adanya prinsip profesionalitas yang selayaknya dijungjung tinggi dan dipraktekan oleh para guru, seorang guru hendaknya memiliki kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi yang jelas.
Faktor kompetensi sebagai seorang pendidik sangatlah penting, terlebih objek yang menjadi sasaran pekerjaanya adalah peserta didik yang diibaratkan kertas putih, gurulah yang akan menentukan apa yang hendak dituangkan dalam kertas tersebut, berkualitas tidanya tergantung kepada sejauh mana guru bisa menempatkan dirinya sebagai pendidik yang memiliki kapasitas dan kompetensi profesional dalam mengarahkan individu-individu menjadi sosok yang memiliki karakter dan mentalitas yang bisa diandalkan dalam proses pembangunan bangsa.
Dalam tataran normatif betapa mulia dan strategisnya kedudukan guru. Namun, dalam realitas dilapangan tidak sedikit guru yang tidak mencerminkan peran strategisnya sebagai guru, bahkan ia jauh dari garis jati diri keguruannya, penyim-pangan-penyimpangan moral, tampilan kepribadian yang tidak sewajarnya, landasan penguasaan norma-norma agama yang lemah dan sejumlah patologi sosial lainya tidak jarang kita temukan, banyak faktor tentunya yang memengaruhi hal tersebut terjadi, yang jelas jika dibiarkan hal ini dapat memberikan ekses buruk bagi dunia pendidikan, khususnya terhadap kualitas lulusan dan output pendidikan serta karakter masyarakat sebagai objek pendidikan yang dimotori para guru.
Proses pendidikan akan jauh dari tujuanya, sehingga menjadi sangat urgen untuk dilakukan sebuah upaya strategis dalam mempersiapkan sosok guru yang mampu menjadi panutan dan melaksana-kan profesinya secara profesional sehingga ia bisa diandalkan untuk memberikan peranan optimalnya dalam upaya membentuk karakter manusia Indonesia khususnya dan karakater bangsa pada umumnya.
Berangkat dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa guru sebagai entitas strategis dalam upaya membentuk karak-ter bangsa yang memiliki jati diri dan bermartabat di tengah-tengah bansga lainnya sangat diperlukan paranannya. Di sisi lain pembinaan profesionalisme guru menjadi hal yang sangat urgen dan mendesak untuk dikembangkan dengan mengintegrasikan pendidikan nilai sebagai pondasi arah pembinaan.
pembahasan
A.    Peran Strategis Guru Profesional dalam Membangun Karakter Bangsa

Sebagai pekerjaan profesional, guru memiliki ragam tugas, baik yang terkait dengan tugas kedinasan maupun di luar dinas, dalam bentuk pengabdian. Jika dikelompokan, terdapat tiga jenis tugas guru, yakni tugas dalam bentuk profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang kemasyarakatan. Guru merupakan profesi yang memerlukan keahilian khusus sebagai guru. Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan, walaupun kenyataanya tidak sedikit dilakukan oleh orang diluar kependidikan, sehingga oleh karenanya jenis profesi ini paling mudah terkena pencemaran.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup serta mengembangkan karakter individu. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampi-lan pada individu yang menjadi peserta didik. Adapun tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga menjadi idola para peserta didiknya. Pelajaran apa pun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi peserta didiknya dalam belajar. Bila dalam penampilanya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajaranya itu kepada para peserta didiknya, mereka akan enggan menghadapi guru yang tidak menarik.
Guru pada hakikatnya merupakan komponen strategis yang memiliki peran penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan faktor condisio sine quanon yang tidak mungkin digantikan oleh komponen manapun dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih pada era kontemporer ini. Keberadaan guru bagi suatu bangsa sangatlah penting, terlebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan perjalanan zaman dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian mutakhir dan mendorong perubahan di segala ranah kehidupan, termasuk perubahan tata nilai yang menjadi pondasi karakter bangsa.
Hipotesisnya adalah semakin optimal guru melaksanakan fungsinya, maka semakin terjamin dan terbinanya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia yang diandalkan dalam pembangunan bangsa. Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa di masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra para guru di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.
Dalam melaksanakan tugas keprofe-sionalannya, berdasarkan UU No 14 tahun 2005 pasal 20, maka guru berkewajiban untuk:
a.       Merencanakan pembelajaran, melak-sanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan meng-evaluasi hasil pembelajaran
b.      Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetauan, tek-nologi dan seni
c.       Bertindak objektif dan tidak diskri-minatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran
d.      Menjungjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika
e.       Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa
Sedangkan peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams & Decey dalam Basic Principles of Student Teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, peren-cana, superpisor, motivator, dan konselor. Yang akan dikemukakan di sini adalah peranan yang dianggap paling dominan sebagaimana dikemukakan oleh Usman (2001:9-11) sebagai berikut.
1.      Guru Sebagai Demonstrator
Melalui peranannya sebagai demon-strator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengem-bangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilkinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya apa yang disampai-kannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.
Seorang guru juga hendaknya mampu memahami kurikulum, dan dia sendiri sebagai sumber belajar terampil dalam memberikan informasi kepada kelas. Sebagai pengajar ia pun harus membantu perkembangan anak didik untuk dapat menerima, memahami, serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu guru hendaknya mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan.
2.      Guru Sebagai Pengelola Kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan pendidikan.
Kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas tergantung pada banyak faktor, antara lain adalah guru, hubungan pribadi antara siswa di dalam kelas serta kondisi umum dan suasana di dalam kelas.Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khusunya ialah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Sebagai manager guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan proses-proses intelektual dan sosial di dalam kelasnya. Dengan demikian guru tidak hanya memungkinkan siswa belajar, tetapi juga mengembangkan kebiasaan bekerja dan belajar secara efektif di kalangan siswa.Tanggung jawab yang lain sebagai manager yang penting bagi guru ialah membimbing pengalaman-pengalaman siswa sehari-hari ke arah Self Directerd Behavior.
Salah satu menagemen kelas yang baik adalah menyediakan kesempatan bagi siswa untuk sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungannya para guru sehingga mereka mampu membimbing kegiatannya sendiri. Siswa harus belajar melakukan self control dan self activity melalui proses bertahap. Sebagai manager guru hendaknya mampu memimpin kegiatan belajar yang efektif serta efisien dengan hasil optimal. Sebagai manager lingkungan belajar, guru hendaknya mampu mempergunakan pengetahuan tentang teori belajar dan teori perkem-bangan sehingga kemungkinan untuk menciptakan situasi belajar-mengajar yang menimbulkan kegiatan belajar pada siswa akan mudah dilaksanakan dan sekaligus memudahkan pencapaian tujuan yang diharapkan.

3.      Guru Sebagai Mediator dan Fasili-tator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demi-kian media pendidikan merupakn dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendi-dikan dan pengajaran di sekolah.
Sebagai mediator guru pun menjadi perantara dalam hubungan antar manusia. Untuk keperluan itu guru harus terampil memper-gunakan pengetahuan tentang bagaimana yang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya agar guru dapat menciptakan secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kjegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik, mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan yang positif dengan para siswa.
Sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah, internet, atau pun surat kabar.
4.      Guru Sebagai Evaluator
Dalam proses belajar-mengajar yang dilakukan, guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.
Dengan penilaian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode belajar. Tujuan lain dari penilaian diantaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian guru dapat mengklasifikasikan apakah seorang siswa termasuk kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup baik di kelasnya, jika dibandingkan dengan teman-temannya.
Dengan menelaah penca-paian tujuan pelajaran, guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan, atau sebaliknya. Jadi, jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaian karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses belajar.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feedback) terhadap proses belajar-mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar-mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus-menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
5.      Peran Guru dalam Pengadminis-trasian
Dalam hubungannya dengan pengad-ministrasian, seorang guru dapat berperan sebagai berikut:
a.       Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilaian kegiatan-kegiatan pendidi-kan. Hal ini berarti guru turut serta memikirkan kegiatan-kegiatan pendi-dikan yang direncanakan serta nilainya
b.      Wakil masyarakat yang berarti dalam lingkungan sekolah, guru menjadi anggota suatu masyarakat. Guru harus mencerminkan suasana dan kemauan masyarakat dalam arti yang baik.
c.       Orang yang ahli dalam mata pelajaran. Guru bertanggung jawab untuk mewa-riskan kebudayaan kepada generasi muda yang berupa pengetahuan.
d.      Penegak disiplin, guru harus menjaga agar tercapai suatu disiplin.
e.       Pelaksana administrasi pendidikan, di samping menjadi pengajar, guru pun bertanggung jawab akan kelancaran jalannya pendidikan dan ia harus mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan administrasi.
f.       Pemimpin generasi muda, masa depan generasi muda terletak di tangan guru. Guru berperan sebagai pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk anggota masyarakat yang dewasa.
g.      Penerjemah kepada masyarakat, arti-nya guru berperan untuk menyampai-kan segala perkembangan kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khu-susnya masalah-masalah pendidikan.

6.      Peran Guru Secara Pribadi
Dilihat dari segi dirinya sendiri  seo-rang guru harus berperan sebagai berikut:
a.       Petugas sosial, yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan masyarakat. Dalam kegiatan-kegiatan masyarakat guru senantiasa merupa-kan petugas-petugas yang dapat diper-caya untuk berpartisipasi di dalamnya.
b.      Pelajar dan ilmuwan, yaitu senantiasa terus menerus menuntut ilmu pengetahuan. Dengan berbagai cara setiap saat guru senantiasa belajar untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
c.       Orang tua, yaitu mewakili orang tua murid di sekolah dalam pendidikan anaknya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan sesudah keluarga, sehingga dalam arti luas sekolah merupakan keluarga, guru berperan sebagai orang tua bagi siswa-siswanya.
d.      Teladan, yaitu senantiasa menjadi teladan yang baik untuk siswa. Guru menjadi ukuran norma-norma tingkah laku dimata siswa.
e.       Pencari keamanan, yaitu yang senantiasa mencarikan rasa aman bagi siswa. Guru menjadi tempat berlin-dung bagi siswa-siswa untuk mempe-roleh rasa aman dan puas di dalamnya.

7.      Peran Guru Secara Psikologis
Peran guru secara psikologis, guru dipandang sebagai berikut:
a.       Ahli psikologi pendidikan, yaitu petugas psikologi pendidikan, yang melaksanakan tugasnya atas dasar prinsip-prinsip psikologi.
b.      Seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relation), yaitu orang yang mampu membuat hubungan antarmanusia untuk tujuan tertentu, dengan menggunakan teknik tertentu, khususnya dalam kegiatan pendidikan.
c.       Pembentuk kelompok sebagai jalan atau alat dalam pendidikan.
d.      Catalytic agent, yaitu orang yang mempunyai pengaruh dalam menim-bulkan pembaharuan. Sering pula peranan ini disebut sebagai inovator.
e.       Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker) yang bertanggung jawab terhadap pembinaan kesehatan mental siswa.
Dalam konteks pembangunan karak-ter bangsa, maka guru dengan segala tugas dan peranannya, memiliki peranan strategis dan sangat menentukan terpeli-haranya karakter bangsa sebagai pondasi jati diri bangsa yang bermartabat. Sosok manusia yang berkarakter sebagai modal terbentuknya karakter bangsa, akan dilahirkan oleh sosok guru yang menjung-jung tinggi profesionalisemnya dan berpegang teguh kepada sistem nilai yang menjadi pegangan bangsanya.
Generasi muda usia sekolah sebagai harapan masa depan bangsa, termasuk harapan terjaganya karakter bangsa, sikap dan prilakunya di antaranya akan ditentukan oleh sejauhmana guru memegang peranannya dalam proses pendidikan. Pendidikan nasional yang mencita-citakan terlahirnya generasi yang berkarakter sebagaimana tercantum dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pasal 3 sebagai berikut:
”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkem-bangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Sosok manusia yang memiliki karakter beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam tujuan pendidikan nasional di atas dalam operasionalisasinya akan sangat ditentu-kan oleh peran serta dari seorang guru. Oleh karenya, guru memiliki peranan yang strategis dalam upaya membangun dan memelihara karakter bangsa.
B.     Pembinaan Kompetensi Profesional Guru Berbasis Pendidikan Nilai

Kata kompetensi sebenarnya memi-liki banyak makna di antaranya kompetensi dapat diartikan sebagai gambaran hakikat kualitatif dari perilaku yang tampak sangat berarti. Competency as a rational ferformance wich satisfac-torily meets the objective for a desired condition (Charles E. Johnson, 1974). Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Adapun kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Dengan kata lain, kompetensi guru merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksankan profesi keguruannya.
Sementara kata profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Guru profesional adalah guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.
Sebagai pekerjaan profesional, maka profesi guru memiliki beberapa persyaratan khusus sebagai berikut.
1.      Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2.      Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.      Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4.      Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakanya.
5.      Memiliki komitmen yang kuat untuk tidak hanya melakukan tranformasi ilmu pengetahuan, melainkan sampai kepada upaya pembentukan karakter individu yang dapat menjadi modal terbentuknya karakter bangsa.
Guru sebagai pekerjaan profesio-nal juga perlu mengacu kepada prinsip profesionalitas guru yang telah ditetapkan dalam UU No 14 tahun 2005 bab III pasal 7 sebagai berikut:
1.      Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
2.      Memiliki komitment untuk mening-katkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwanaan dan akhlak mulia
3.      Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4.      Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5.      Memiliki tanggungjawab atas pelaksa-naan tugas keprofesionalan
6.      Memperoleh penghasilan yang diten-tukan sesuai prestasi kerja
7.      Memiliki kesempatan untuk mengem-bangkan keprofesionalan secara berke-lanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8.      Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan
9.      Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Adapun pp No 74 tahan 2008 tentang guru pasal 3 ayat 2 serta Permendiknas No 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru menyebut-kan bahwa terdapat empat kompetensi utama yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan tugas-tugas keguruannya, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional. Oleh karenanya, dalam rangka mengembangkan potensi-potensi tersebut, maka diperlukan adanya upaya pembinaan sistemik dan berkelanjutan terhadap guru agar ia dapat melaksanakan fungsi-fungsi keguruannya secara optimal.
Satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan ketika melakukan proses pembinaan ke empat kompetensi utama tersebut adalah proses pembinaan yang berbasis pendidikan nilai. Pendidikan nilai merupakan proses penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Dalam pengertian yang hampir sama, Mardiatmadja dalam Mulyana (2004:119) mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan.
Sasaran yang hendak dituju dalam pendidikan nilai adalah penanaman nilai-nilai luhur ke dalam diri peserta didik. Berbagai metoda pendidikan dan pengajaran yang digunakan dalam berbagai pendekatan lain dapat digunakan juga dalam proses pendidikan dan pengajaran pendidikan nilai. Hal tersebut penting untuk memberi variasi kepada proses pendidikan dan pengajarannya, sehingga lebih menarik dan tidak membosankan. Minimal terdapat empat faktor yang mendukung pendidikan nilai dalam proses pembelajaran berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 tahun 2003:
Pertama, UUSPN No. 20 Tahun 2003 yang bercirikan desentralistik menunjuk-kan bahwa pengembangan nilai-nilai kemanusiaan terutama yang dikembang-kan melalui demokratisasi pendidikan menjadi hal utama. Desenteralisasi tidak hanya dimaknai sebagai pelimpahan wewenang pengelolaan pendidikan pada tingkat daerah atau sekolah, tetapi sebagai upaya pengembangan dan pemberdayaan nilai secara otonom bagi para pelaku pendidikan.
Kedua, tujuan pendidikan nasional yang utama menekankan pada aspek keimanan dan ketaqwaan. Ini mengisya-ratkan bahwa core value pembangunan karakter moral bangsa bersumber dari keyakinan beragama. Artinya bahwa semua peroses pendidikan harus bermuara pada penguatan nilai-nilai ketuhanan sesuai dengan keyakinan agama.
Ketiga, disebutkannya kurikulum berbasis kompetensi pada UUSPN No. 20 Tahun 2003 menandakan bahwa nilai-nilai kehidupan peserta didik perlu dikembang-kan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan belajar mereka. Kebutuhan dan kemampuan peserta didik hanya dapat dipenuhi kalau proses pembelajaran menjamin tumbuhnya perbedaan individu. Oleh karena itu, pendidikan dituntut mampu mengembangkan tindakan-tindakan edukatif yang deskriptif, kontekstual dan bermakna.
Keempat, perhatian UUSPN No. 20 Tahun 2003 terhadap usia dini (PAUD) memiliki misi nilai yang amat penting bagi perkembangan anak. Walaupun persepsi nilai dalam pemahaman anak belum sedalam pemahaman orang dewasa, namun benih-benih untuk mempersepsi dan mengapresiasi dapat ditumbuhkan pada usia dini. Usia dini adalah masa pertumbuhan nilai yang amat penting karena usia dini merupakan golden age. Di usia ini anak perlu dilatih untuk melibatkan pikiran, perasaan, dan tindakan seperti menyanyi, bermain, menulis, dan menggambar agar pada diri mereka tumbuh nilai-nilai kejujuran, keadilan, kasih sayang, toleransi, keindahan, dan tanggung jawab dalam pemahaman nilai menurut kemampuan mereka.
Pembinaan profesionalisme guru yang berfokus kepada ke empat kompe-tensi utama sebagaimana disebutkan di atas harus terintegrasi dengan konsepsi pendidikan nilai. Dalam hal pengem-bangan kompetensi pedagogik misalnya, maka selain guru harus menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional dan intelektual, serta guru menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, guru juga harus dibekali bagaimana melakukan proses pendidikan atau pembelajaran yang berbasis pendidikan nilai, berbagai pendekatan dalam pendidikan nilai seperti pendekatan penanaman nilai, pendekatan perkemba-ngan kognitif, pendekatan analisis nilai, pendekatan klarifikasi nilai, dan pendekatan pembelajaran berbuat harus dikuasai oleh guru, sehingga ia tidak sebatas melaksanakan fungsi formalnya, melainkan jauh dari itu sampai kepada upaya-upaya nyata dalam mengembang-kan peserta didik yang berkarakter sebagaimana yang diamanahkan UU No 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Demikian halnya dengan pengem-bangan kompetensi kepribadian guru, prosesnya harus berbasis pada pendidikan nilai, sosok guru yang mampu tampil menjadi pribadi yang utuh, paripurna, insan kamil, warga negara yang baik, dan kaffah sebagaimana yang menjadi tujuan dari pendidikan nilai harus menjadi target dari program pembinaan profesionalisme guru melalui kompetensi kepribadiannya. Begitu pula dalam hal kompetensi sosial, guru professional harus melaksanakan tugasnya dengan berpegang teguh kepada sistem nilai bangsanya serta berusaha untuk menjaga kelestarian tata nilai tersebut melalui upaya-upaya internalisasi nilai bangsanya kepada peserta didik dan rekan kerja yang menjadi partnernya.
Terakhir terkait dengan tuntutan kompetensi professional, Dalam hal ini, terdapat beberapa kompetensi inti sebagai turunan dari kompetensi professional yang harus dimiliki seorang guru, di antaranya menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang menjadi bidangnya, menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang menjadi bidangnya, serta mengembangkan materi pembelajaran yang menjadi bidangnya secara kreatif. Dalam konteks pendidikan nilai, maka kompetensi profesional tersebut harus terintegrasi dengan seperangkat konsep pendidikan nilai, struktur, konsep, dan pola pikir dalam pendidikan nilai harus menjadi bagian dari kompetensi professional yang dikuasai guru.
Penerapan konsep-konsep pendidi-kan nilai yang diterapkan pada sebuah lembaga pendidikan di Thailand, yaitu di sekolah dan Institute of Sathya Sai Education yang didirikan oleh Jumsai Na-Ayudha. Bahkan beliau pernah datang ke Indonesia untuk mengisi sebuah seminar internasional yang bertema "Membangun Bangsa melalui Pendidikan Hati" yang diselenggarakan atas kerjasama Prodi Pendidikan Umum/Nilai dengan Yayasan Pendidikan Sthya Sai Indonesia bisa menjadi model bagi guru dalam mengembangkan pendidikan nilai di persekolahan.
Dalam makalahnya yang berjudul "Human Values Integrated Instructional Model" (Model Pembelajaran Nilai-nilai Kemanusian Terpadu), Dr.Art-Ong menu-liskan sebuah konsep tentang tujuan model pembelajaran yang menerapkan konsep pendidikan nilai dengan menggu-nakan suku kata dalam kata EDUCA-TION yang bermakna sebagai berikut:
E-- singkatan untuk Enlightenment (pencerahan). Ini adalah proses penca-paian pemahaman dari dalam diri atau bathin melalui peningkatan kesadaran menuju pikiran super sadar yang akan memunculkan intuisi, kebijaksanaan, dan pemahaman.
D-- singkatan untuk Duty and Devotion (tugas dan pengabdian). Pendidikan harus membuat siswa menyadari tugasnya dalam hidup. Selain memiliki tugas atau kewajiban yang terhadap orang tua dan keluarga, siswa juga memiliki kewajiban yang berlandaskan cinta kasih dan belas kasih untuk melayani dan menolong semua orang di masyarakat dan di dunia.
U-- singkatan untuk Understanding (pemahaman). Ini bukan hanya mengenai pemahaman terhadap mata pelajaran yang diberikan dalam kurikulum nasional tetapi juga penting untuk memahami diri sendiri.
C-- singkatan untuk Character (karakter). Guru mesti membentuk karekter yang baik pada diri siswa. Seorang yang berkarakter adalah seorang yang memiliki kekuatan moral dan lima nilai kemanusiaan yaitu Kebenaran, Kebajikan, Kedamaian, Kasih sayang dan tanpa Kekerasan. Nilai-nilai kemanusiaan tersebut harus terpadu dalam pembelajatran di kelas.
A-- singkatan untuk Action (tindakan). Para siswa kini belajar dengan giat dan menuangkan pengetahuan yang dipelaja-rinya dalam ruang ujian dan keluar dengan kepala kosong. Pengetahuan yang mereka peroleh tidak diterapkan dalam tindakan. Pendidikan seperti itu tak berguna. Apapun yang dipelajari siswa mesti diterapkan dalam praktek. Model pembe-lajaran yang baik mesti membuat hubungan anatara yang dipelajari dan situasi nyata dalam hidup. Hal ini akan memungkinkan siswa mengaplikasikan pengetahuan ke dalam hidup mereka sendiri.
T-- singkatan untuk Thanking (berterima kasih). Siswa mesti belajar berterima kasih kepada orang-orang yang telah membantu mereka. Di atas segalanya adalah orang tua yang telah melahirkan dan mengasuh mereka. Siswaharus mengasihi dan menghormati orang tua mereka. Selanjutnya siswa harus berterima kasih kepada guru-guru, karena siswa memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan melalui guru-guru. Maka siswa mesti mengasihi dan menghormati guru. Demikian pula, siswa mendapatkan banyak hal dari masyarakat, dari bangsa, dari dunia, dan alam. Siswa mesti selalu berterima kasih kepada semua hal.
I-- singkatan untuk Integrity (Integritas). Integritas adalah sifat jujur dan karakter menjunjung kejujuran (Hornby, 1968). Siswa mesti tumbuh menjadi sesorang yang memiliki integri-tas, yang bisa dipercaya unutk menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing.
O-- singkatan untuk Oneness (kesatuan). Pendidikan mesti membantu siswa melihat kesatuan dalam kemaje-mukan. Apakah kita memiliki agama atau kepercayaan yang berbeda, warna kulit dan ras yang berbeda. Kita mesti belajar hidup damai dan harmonis dengan alam.
N-- singkatan untuk Nobility (kemuliaan). Kemuliaan adalah sifat yang muncul karena memiliki karakter yang tinggi atau mulia. Kemuliaan tidak timbul dari lahir tetapi muncul dari pendidikan. Jadi, kemuliaan terdiri dari semua nilai-nilai yang dijelaskan di atas.

SIMPULAN
Guru memiliki peran strategis untuk menjadi bagian penting dalam upaya membangun karakter bangsa. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui peran serta guru secara optimal dalam proses penyiapan peserta didik yang memiliki karakter sebagaimana disebutkan dalam UU No 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Karakter dan mentalitas sumber daya manusia suatu bangsa akan menjadi pondasi dari tata nilai bangsa tersebut. Dalam tataran operasional, upaya-upaya nyata dalam membentuk dan memelihara karakter dan mentalitas tersebut bisa dilakukan oleh sosok guru professional.
Mengingat betapa startegisnya peran serta guru dalam upaya membangun karakter bangsa, maka pembinaan profe-sionalisme guru yang terfokus kepada empat kompetensi utama yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional harus dilandasi oleh konsepsi dan pendekatan-pen-dekatan dalam pendidikan nilai. Sehingga guru mampu menjadi model terbaik, dan tampil sebagai pribadi yang utuh/kaffah ditengah-tengah upayanya dalam melak-sanakn tugas-tugas formal keguruan.

Referensi:
Jumsai Na-Ayudha, 2008. Model Pembelajaran Nilai-nilai Kemanusian Terpadu. Yayasan Pendidikan Sathya Sai Indonesia.
Kock Heinz, 1979, Saya Guru Yang Baik, Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Mulyana, Rohmat, 2004, Mengartikulasi-kan Pendidikan Nilai, Bandung, Alfabeta.
Rajasa Hatta. 2007. Membangun Karakter dan Kemandirian Bangsa (Makalah).
Usman Moh Uzer.2001, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Rosda Karya
UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Anda komentari tulisan-tulisan ini!
Komentar yang masuk dapat dijadikan pertimbangan untuk menampilkan tulisan-tulisan selanjutnya.
Terima kasih.