flash compugraphics

Segala sesuatu yang berhubungan dengan karya ilmiah

Selasa, 22 September 2015

STRATEGI ICOM DALAM MANAJEMEN BUDAYA SEKOLAH

oleh :
 Reni Hermayati

ABSTRACT

In managing a quality school is needed to implement the right strategy in the school program. Principal as leaders and managers can use the ICOM. cultured in managing schools. ICOM strategy is a strategy Interpersonal Communica-tion. Interpersonal Communication is a good interpersonal communication skills and effective, it is so required by the Principal in order to run the program and all its activities smoothly and achieve the expected goals especially Cultural Management School program. School culture can create a more comfortable atmosphere, boost performance, foster a competitive spirit and other spirits that have an impact on the educational process in the school culture sekolah.Manajemen implemented through habituation program for the creation of Learning PAIKEM which aims to improve student achievement.

Keywords: ICOM Strategy, Management, Culture School

ABSTRAK
Dalam mengelola Sekolah yang bermutu sangat dibutuhkan strategi yang tepat dalam mengimplementasikan program sekolah. Kepala Sekolah sebagai pemimpin dan manajer dapat menggunakan ICOM. dalam mengelola sekolah yang berbudaya. Strategi ICOM yaitu strategi Interpersonal Communication. Interpersonal Communication merupakan Kemampuan berkomunikasi interpersonal yang baik dan efektif , hal tersebut sangat diperlukan oleh Kepala Sekolah agar dapat menjalankan program dan semua aktivitasnya dengan lancar dan tercapainya tujuan yang diharapkan terutama program Manajemen Budaya Sekolah. Budaya Sekolah dapat menciptakan suasana yang lebih nyaman, memacu prestasi, menumbuhkan jiwa kompetitif serta spirit lainnya yang memiliki dampak terhadap proses pendidikan di sekolah.Manajemen Budaya Sekolah dilaksanakan melalui program Pembiasaan agar terciptanya Pembelajaran PAIKEM yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi siswa.

Kata Kunci : Strategi ICOM, Manajemen, Budaya Sekolah



PENDAHULUAN
Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan tidak hanya didukung oleh lengkapnya sarana dan prasarana, guru yang berkualitas ataupun input siswa yang baik, tetapi budaya sekolah pun sangat berperan terhadap peningkatan keefektifan sekolah. Menurut Mayer dan Rowen dalam Jamaluddin (2008:24) budaya sekolah merupakan jiwa (spirit) sebuah sekolah yang memberikan makna terhadap kegiatan kependidikan sekolah tersebut, jika budaya sekolah lemah, maka ia tidak kondusif bagi pembentukan sekolah efektif. Sebaliknya budaya sekolah kuat maka akan menjadi fasilitator bagi peningkatan sekolah efektif.
Menurut Bears,et.al (2002:172) setiap lembaga pendidikan, sebagaimana setiap individu dalam sebuah lembaga pendidikan berbeda antara satu sama lain. Seperti layaknya manusia, sebuah sekolah memiliki getaran dan jiwa sendiri. Masing-masing mengespresikan rasa sendiri yang penting berbeda satu sama lainnya. Getaran tersebut berasal dari lingkungan sekolah yang gilirannya menciptakan budaya sebuah lembaga pendidikan.
Sekolah sebagai sebuah organisasi memiliki nilai dan adab yang selanjutnya menjadi budaya sekolah, budaya sekolah tercipta sebagai hasil akulturasi nilai dari proses sosialisasi personil sekolah dengan sesama perangkat lainnya, personil sekolah dengan masyarakat, serta proses asimilasi dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Budaya sekolah tersebut selanjutnya akan menciptakan suasana sekolah yang berlainan dibandingkan dengan sekolah lainnya. Suasana yang tercipta bisa lebih nyaman, memacu prestasi, menumbuhkan jiwa kompetitif serta spirit lainnya yang memiliki dampak terhadap proses pendidikan di sekolah.
Mengingat budaya itu dapat diciptakan dan dikembangkan maka sudah selayaknya apabila budaya yang selama ini dirasakan memiliki kekurangan dilakukan perubahan atau mungkin diciptakan budaya baru agar kondisi sekolah menjadi lebih baik. Penciptaan budaya baru harus dilakukan secara cermat dan melalui kajian yang mendalam, perubahan yang terjadi tidak bersifat instan melainkan berproses dari tahapan yang sederhana hingga fundamen-tal. Perubahan budaya baru harus memiliki implikasi positif dan mampu mengantisipasi kondisi yang akan terjadi di masa depan, sehingga organisasi seko-lah akan lebih siap menghadapi tantangan yang akan datang di masa depan.

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Strategi ICOM
Salah satu Strategi yang dapat digunakan dalam mengelola sekolah yang berbudaya adalah dengan menggunakan strategi ICOM yaitu strategy Interpersonal Communication, Interperso-nal Communication merupakan Kemampuan berkomunikasi interpersonal yang baik dan efektif , hal tersebut sangat diperlukan oleh Kepala Sekolah agar dapat menjalankan program dan semua aktivitasnya dengan lancar dan tercapainya tujuan yang diharapkan.
Memaknai pengertian komunikasi, secara spesipik dikemukakan oleh Emerson Reck (1993: 25) dalam Manajemen Pendidikan bahwa :
Public relation is the continued process of keying policies, service and action to the best interest ot those individual and group whose confidence and goodwill and individual or institution covets, and secondly, it is the interpretation of these policies, services and action toassure complete understanding and appreciation.

Public Relation dimaknai sebagai sebuah proses penetapan kebijakan, pelayanan serta tindakan-tindakan nyata berupa kegiatan yang melibatkan orang banyak agar orang-orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut memiliki kepercayaan terhadap lembaga yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan tersebut. Logikanya jika lembaga tersebut tidak melakukan kegiatan dalam hal ini komunikasi inter personal maka akan kesulitan bagi masyarakat untuk mengenal lembaga tersebut.
Kemampuan berkomunikasi interper-sonal yang baik dan efektif sangat diperlukan oleh manusia agar dia dapat menjalani semua aktivitasnya dengan lancar. Terutama ketika seseorang melakukan aktivitas dalam situasi yang formal, misal dalam lingkungan kerja. Lebih penting lagi ketika aktivitas kerja seseorang adalah berhadapan langsung dengan orang lain dimana sebagian besar kegiatannya merupakan kegiatan komunikasi interpersonal.
Agar komunikasi dapat berjalan lancar, maka dibutuhkan keahlian dalam berkomunikasi (communication skill). Dan tidaklah semua orang memiliki communi-cation skill. Ada 5 kemampuan yang harus dimiliki oleh Kepala Sekolah dalam Interpersonal Communication, yaitu sebagai berikut:
1)      Confidence (percaya diri) maksudnya adalah para pelaku komunikasi interpersonal harus memilki rasa percaya diri secara sosial (social confidence).
2)      Immediacy merujuk pada situasi adanya perasaan kebersamaan antara pembicara dan pendengar (oneness). Immediacy ditunjukan dengan sikap memperhatikan, menyenangi, dan tertarik pada lawan bicara
3)      Interaction management maksudnya adalah kemampuan untuk mengontrol interaksi demi memuaskan kedua belah pihak pelaku komunikasi.
4)      Expressiveness maksudnya adalah kemampuan untuk secara sungguh sungguh terlibat dalam proses komunikasi.
5)      Other orientation maksudnya adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan orang lain selama proses komunikasi interpersonal berlangsung.
Butir-butir tersebut di atas menjelas-kan kemampuan yang harus dimiliki agar suatu proses komunikasi interpersonal efektif dan Program yang sudah dibuat dapat terlaksana dan tercapai tujuannya.

B.     Manajemen Budaya Sekolah
1.      Pengertian Manajemen
Menurut Stoner, manajemen adalah proses dalam membuat perencanaan, pengorganisasian, mengendalikan dan memimpin berbagai usaha dari anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran. Sedangkan Mary Parker Follet berpendapat bahwa manajemen adalah sebuah seni (management is an art). Setiap pekerjaan dapat diselesaikan melalui orang lain. Selanjutnya George R. Terry Mengemukakan bahwa Manajemen merupakan suatu ilmu dan seni. Manajemen merupakan suatu wadah dalam ilmu pengetahuan, sehingga dapat dibuktikan kebenarannya secara umum.
Di lain pihak Manajemen menurut Koontz ialah seni yang paling produktif selalu didasarkan pada pemahaman akan ilmu yang mendasarinya. Oleh karena itu, seni dan ilmu bukannya saling berten-tangan satu sama lain, akan tetapi saling melengkapi. Selain itu, Wilson Bangun mengemukakan bahwa manaje-men ialah rangkaian aktivitas-aktivitas yang dikerja-kan oleh anggota-anggota organisasi untuk mencapai tujuannya. Proses merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis.
Berdasarkan penjelasan pengertian manajemen di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Manajemen adalah suatu seni, ilmu dan proses dalam melaksanakan aktivitas-aktivitasnya, pengorganisasian, seperti perencanaan, penyusunan personalia dan pengawasan dengan memanfaatkan sumber daya organisasi lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2.      Pengerti Budaya Sekolah
Secara etimologis kata “budaya” berasal dari bahasa Sankskerta ”buddhayah”, merupakan bentuk jamak dari buddi yang berarti ”budi” atau ”akal” dan dalam bahasa Latin colere yang berarti “mengolah atau mengerjakan”, yang diartikan sebagai keahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere kemudian berkembang menjadi culture dan diartikan sebagai “segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam”.
Sedangkan Ki Hajar Dewantoro (1967) mengemukakan konsep budaya sebagai ”buah budi” manusia baik yang bersifat lahir maupun batin, selalu mengandung sifat-sifat ”keluhuran” dan kehalusan/keindahan, ethis dan esthetis, yang ada pada hidup manusia pada umumnya. Lebih lanjut Parson (dalam Hindaryatiningsih, 2013) menyebutkan bahwa budaya terdiri dari pola-pola yang berhubungan dengan perilaku, hasil tindakan manusia yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan terlepas dari faktor-faktor genetik secara biologis. Tinjauan lain menyatakan bahwa budaya atau culture memiliki arti penanaman jiwa atau pikiran (Wikipedia, 2012).
Secara definitif, budaya merupakan (1) sekumpulan norma (ukuran) yang diterima oleh anggota organisasi, dipahami, dan menjadi pedoman bagi dirinya dalam bertindak; dan (2) dalam konteks lingkungan budaya dimaknai sebagai suatu nilai-nilai (hal-hal yang mendasar/penting), moral (baik buruk suatu perbuatan), kebiasaan, dan hukum dalam suatu organisasi (Robbins & Decenzo, 2004). Jadi budaya merupakan suatu ide, gagasan, nilai-nilai, peraturan-peraturan, norma-norma, cara berfikir, perilaku, sikap dan tindakan yang dibenarkan dan diterima masyarakat yang dapat dipelajari dari tradisi atau kebiasaan-kebiasaan dan perilaku masyarakat sebelumnya, serta diwariskan secara turun temurun baik dalam wujud fisik/material ataupun non material.
Sedangkan pemahaman terhadap Budaya Sekolah dapat dilakukan berdasarkan kata-kata yang ada di dalamnya. Budaya sekolah diartikan sebagai sistem nilai, kepercayaan dan norma yang diterima bersama dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami dan dibentuk oleh lingkungan dengan menciptakan pemahaman yang sama pada seluruh sivita sekolah (Ditjen PMPTK, 2007).
Budaya dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yakni budaya positif dan negatif. Budaya yang positif dapat mengembangkan perilaku positif dan kondusif, sebaliknya budaya negatif dapat mengembangkan/mempengaruhi perilaku peserta didik yang negatif pula, maka budaya positiflah yang harus dikembang-kan di sekolah.
Jika digabungkan antara budaya dan organisasi (sekolah) menjadi budaya sekolah memiliki makna (1) Sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, peserta didik, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas (Deal dan Peterson, 1999); (2) Sejumlah pemahaman penting, seperti norma, nilai, sikap, dan keyakinan, yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi (Stoner, Freeman, dan Gilbert Jr., 1996:182); (3) Kepribadian organsasi (personality of an organization) atau bagaimana sesuatu bekerja di sekitar organisasi, pedoman pegawai untuk berpikir, bertindak, dan merasakan, terkandung nilai-nilai utama, kepercayaan, etika, dan aturan perilaku dalam organisasi (Hansen, 2005); (4) Nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah” (Depdiknas, 2007: 1).
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dinyatakan bahwa budaya organisasi (sekolah) merupakan sesuatu yang dipahami dan diyakini oleh hati dan pikiran sehingga dapat dijadikan pedoman seseorang ketika berperilaku (individu/kelompok) dalam satuan pendidikan pada khususnya dan lingkungan sekolah pada umumnya. Namun demikian, budaya sekolah yang diharapkan dalam konteks ini lebih merujuk pada “suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama di antara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, peserta didik, dan jika perlu membentuk opini masyarakat.

3.      Implementasi Manajemen Budaya Sekolah
Manajemen budaya dan lingkungan sekolah melalui beberapa tahap kegiatan yaitu: (1) perencanaan program, (2) sosialisasi program, (3) pelaksanaan program, dan (4) evaluasi program.
a.       Perencanaan Program
Dalam perencanaan penyemaian budaya dan pengaturan lingkungan sekolah perlu dirumuskan terlebih dahulu target atau sasarannya. Kemudian menyusun program dan menentukan strategi mencapai tujuan/target. Profil budaya dan lingkungan sekolah yang diharapkan perlu dinyatakan dengan tegas. Program yang dibuat digolongkan menjadi dua (2) besar, yaitu program penataan lingkungan sekolah (utamanya fisik), dan program pengembangan lingkungan psikologis-sosial-kultural sekolah.
b.      Sosialisasi Program
Sosialisasi program budaya dan lingkungan sekolah dapat dilakukan melalui beberapa cara berikut.
1)      Sosialisasi program kepada pendidik. Ini dimaksudkan agar budaya dan lingkungan sekolah diketahui oleh pendidik sebagai pedoman berperilaku dan pemberian teladan kepada peserta didik. Guru adalah pelaku utama pembinaan dan pengembangan budaya dan lingkungan sekolah. Melalui pembelajaran, pembiasaan dan keteladanan guru, penyemaian budaya dan penciptaan lingkungan yang kondusif di sekolah dapat terealisasi.
2)      Sosialisasi kepada peserta didik. Bertujuan menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya peran peserta didik dalam implementasi pembinaan dan pengembangan budaya dan lingkungan sekolah. Dengan disosialisasikannya program tersebut, maka peserta didik diharapkan lebih aktif dalam mengimplementasikannya.
3)      Sosialisasi melalui pemasangan poster, baliho, dan spanduk. Pemasangan dilakukan di tempat strategis.
4)      Sosialisasi melalui kampanye pentingnya pembinaan dan pengembangan budaya dan lingkungan sekolah. Kampanye dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain televise, parade seni, pameran, zikir bersama, isighosah, lomba-lomba, dan safari.
c.       Pelaksanaan Program
Langkah-langkah yang dilakukan sekolah kaitannya dengan pelaksanaan program yaitu:
1)      Membentuk tim pengembang budaya dan lingkungan sekolah yang terdiri atas kepala sekolah, guru, komite sekolah, wakil orang tua dan wakil peserta didik;
2)      Menyusun deskripsi tugas tim;
3)      Tim yang dibentuk menyusun target kegiatan, menyusun program kegiatan, menyusun strategi pelaksanaan program, memilih dan menyusun alat dan strategi pengawasan.
4)      Melaksanakan program sesuai rambu-rambu yang telah dirumuskan;
5)      Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program secara bertahap.
Untuk merealisasikan proram, tim pengembang menyusun program jangka panjang, menengah dan pendek bagi pembinaan dan pengembangan budaya dan lingkungan sekolah. Program jangka panjang, menengah dan pendek berisi jabaran tentang:
1)      Target jangka panjang;
2)      Kegiatan jangka panjang;
3)      Strategi pelaksanaan jangka panjang;
4)      Evaluasi program jangka panjang.d
d.      Evaluasi Program
Implementasi, pembinaan, pengemba-ngan budaya dan lingkungan sekolah dilakukan secara terus menerus. Implementasinya dimonitor terus menerus untuk diketahui kendalanya dan faktor pendukungnya. Ini digunakan sebagai upaya untuk lebih memantapkan imple-mentasinya.
Tujuan evaluasi implementasi budaya dan lingkungan sekolah yaitu: (1) mengetahui ketercapaian target yang telah ditetapkan; (2) mengetahui target yang sudah dan belum tercapai; (3) mengetahui faktor penghambat ketercapaian target; (4) mengetahui upaya yang sudah dilakukan dalam rangka mengatas kendala; (5) mengidentifikasi unsur rencana dan pelaksanaan program yang perlu diperbaiki dan dikembangkan sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal untuk saat yang akan datang.
2.      Sasaran Manajemen Budaya Sekolah
a.       Bidang Akademik
Untuk mewujudkan budaya sekolah yang berprestasi kebijakan dalam bidang akademik diorientasikan untuk mening-katkan kualitas akademik, kepribadian dan kemampuan sosial, guna mencapai keunggulan kompetitif,
b.      Bidang Kesiswaan
Kebijakan dalam bidang kesiswaan dan hubungan alumni berorientasi pada peningkatan kualitas dan kuantitas kegiatan kesiswaan untuk mendukung program sekolah guna memperoleh dan memperkaya kompetensi profesional, kepribadian dan sosial yang mantap, menuju keunggulan kompetitif.
c.       Bidang Sarana atau Fasilitas
Kebijakan ini difokuskan pada modernisasi sekolah dan fasilitas berstandar dengan menempatkan realisasi bantuan pemerintah dalam prioritas tinggi serta menggali dukungan masyarakat dalam pengembangan sekolah.

SIMPULAN
Strategi ICOM sangat dibutuhkan untuk melaksanakan Program Budaya Sekolah agar program dapat berjalan dengan baik dan berdampak terhadap prestai sekolah. Kemampuan dalam Komunikasi Interpersonal (Interpersonal Communication) menjadi keharusan bagi Kepala sekolah terkait dengan Kompetensi manajerial dan Kompetensi Sosial agar memudahkan dalam sosialisasi program Budaya sekolah sehingga Program dapat terlaksana sesuai dengan harapan.
Manajemen Budaya Sekolah dilaksa-nakan melalui program Pembiasaan agar terciptanya Pembelajaran PAIKEM yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi siswa.
Referensi:
Chatab, Nevizond. 2007. Profil budaya organisasi. Bandung : Alfabeta
Deal & Peterson. 1999. Menciptakan budaya sekolah yang tetap eksis http://www.mediaindonesia.co.id diakses tanggal 24 oktober 2013
Kurnia, Adi. 2001. Membangun budaya sekolah. Bandung : Rakatama Media.
Mulyasa, H.E. 2011. Manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah. Jakarta : Bumi Aksara.
Wahab, Abdul Aziz. 2011, Anatomi organisasi dan kepemimpinan pendidikan (telaah terhadap organisai dan pengelolaan organsisasi pendidikan). Bandung : Alfabeta.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. 2013. Manajemen Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Wilson, Bangun. 2008. Intisari Manajemen. Yang Menerbitkkan PT Refika Aditama: Bandung

HUBUNGAN PEMAHAMAN GURU TERHADAP KURIKULUM DENGAN MOTIVASI MENGAJAR

Oleh
Yani Nuraeni


Abstrak

This study is based on the premise that the motivation to teach teachers have a heavy reliance on their understanding of teaching As for the hypothesis of the higher (positive) teachers' understanding of the curriculum will be higher the motivation of their teaching. Conversely, the lower the teachers' understanding of the curriculum will be the less motivation they teach. The method used in this research is descriptive method, because this method is appropriate to explore, uncover and analyze problems that occur in the present. The sample is a sample population that as many as 40 elementary school teachers in the cluster Hanjawar Cibeber District of Cianjur Regency. While data collection techniques are observation, interview, documentation, questionnaires and tests were distributed to 40 elementary school teachers in the cluster Hanjawar Cibeber District of Cianjur Regency as respondents. The study's findings are that the reality of elementary school teachers understanding of the curriculum categorized enough. This is evidenced by the average value of their answers to 15 test items are filed, reaching the value of 3.5. The figure is in the interval value of 2.6 to 3.5. Reality their motivation to teach high category. This is evidenced by the average value of their answers to the questionnaire submitted 15 items, reaching the value of 3.9. The figure is in the interval value 3,6- 4,5. The reality of the relationship between the understanding of elementary school teachers to teach motivation shown by a correlation coefficient of 0.46 that has meaning correlation figure, because it is in the area interval 0,40- 0,70. Then the results of hypothesis testing showed the price of z count of 2.16 is greater than the z table by 1.69. Means that the hypothesis (Ho), which states there is no relationship between the two variables declined, while the degree of relation by 12%. This means there is a 88% other factors associated with motivation factors besides teaching elementary school teacher elementary school teacher understanding of the curriculum.

Keywords: Understanding teachers, curriculum, teaching motivation

Abstrak

Penelitian ini bertolak dari pemikiran bahwa motivasi mengajar guru memiliki ketergantungan terhadap pemahaman mereka dalam mengajar Adapun hipotesisnya semakin tinggi (positif) pemahaman guru terhadap kurikulum  akan semakin tinggi pula motivasi mengajar mereka. Sebaliknya, semakin rendah pemahaman guru terhadap kurikulum  akan semakin rendah pula motivasi mengajar mereka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode ini tepat untuk menggali, mengungkap dan menganalisis masalah yang terjadi pada masa sekarang. Sampel dalam penelitian adalah sampel populasi yakni sebanyak 40 Guru SD di Gugus Hanjawar Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi, angket dan tes yang disebarkan kepada 40 Guru SD di Gugus Hanjawar Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur sebagai responden. Temuan penelitian yaitu bahwa realitas pemahaman Guru SD terhadap kurikulum  berkategori cukup. Hal ini ditunjukan oleh nilai rata-rata jawaban mereka terhadap 15 item tes yang diajukan, mencapai nilai 3,5. Angka tersebut berada pada interval nilai 2,6 – 3,5. Realitas motivasi mengajar mereka berkategori tinggi. Hal ini ditunjukan oleh nilai rata-rata jawaban mereka terhadap 15 item angket yang diajukan, mencapai nilai 3,9. Angka tersebut berada pada interval nilai 3,6- 4,5. Realitas hubungan antara pemahaman Guru SD dengan motivasi mengajar ditunjukan oleh harga koefisien korelasi sebesar 0,46 Angka tersebut mempunyai arti korelasi, karena berada dalam daerah interval 0,40– 0,70. Kemudian hasil uji hipotesis menunjukan harga z hitung sebesar 2,16 lebih besar dari pada z tabel sebesar 1,69. Berarti hipotesis (Ho) yang menyatakan tidak ada hubungan antara kedua variabel ditolak, sedangkan derajat hubunganya sebesar 12 %. Hal ini berarti terdapat 88% faktor lain yang berhubungan dengan motivasi mengajar Guru SD selain faktor pemahaman Guru SD terhadap kurikulum.

Kata Kunci : Pemahaman guru, kurikulum, motivasi mengajar



PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik dengan harapan supaya menjadi manusia yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 yaitu:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

Secara umum, proses pendidikan di Indonesia dapat dilaksanakan tiga jalur, yaitu pendidikan formal, jalur pendidikan nonformal, dan jalur pendidikan informal. Jalur pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga. (UUSPN No. 20 tahun 2003).
Jenis pendidikan luar sekolah, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Sekolah, mencakup pendidikan umum, pendidikan keagamaan, pendidikan jabatan kerja, pendidikan kedinasan, dan pendidikan kejuruan (Djudju Sudjana, 2006:4-5).
Pendidikan formal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pendidikan informal dalam lingkungan keluarga. Pertama, pendidikan formal di sekolah memiliki lingkup isi pendidikan yang lebih luas, bukan hanya berkenaan dengan pembinaan segi-segi moral tetapi juga ilmu pengetahuan dan keterampilan. Kedua, pendidikan di sekolah dapat memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan mendalam. Ketiga, karena memiliki rancangan atau kurikulum secara formal dan tertulis, pendidikan di sekolah dilaksanakan secara berencana, sistematis, dan lebih disadari. Komponen-komponen  dasar pendidikan diantaranya terdiri dari pendidik, peserta didik, lingkungan, isi, poses, evaluasi pendidikan dan kurikulum (Nana Syaodih Sukmadinata, 2004:2-3).
Kurikulum akan terus berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun keberhasilan dalam memperoleh tujuan pendidikan bergantung pada pelaksana kurikulum yaitu guru. Karena bagaimanapun bagusnya suatu kurikulum hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan oleh guru di dalam kelas (Nana Syaodih Sukmadinata, 2004:194).
Guru di dalam kelas akan mengajar secara optimal manakala mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk mengajar. Menurut Uzer Usman (1995:28)  yang dimaksud motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan pemahaman (comprehension). Menurut Sardiman A.M (2006:42-43) adalah memahami sesuatu dengan pikiran, karena itu belajar harus mengerti secara mental makna dan filosofisnya, maksud dan implikasinya serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan individu memahami suatu situasi.
Pemahaman ini sangat penting dalam proses belajar mengajar, sebab tanpa memahami materi yang dipelajari atau yang diajarkan, seseorang tidak akan mampu menginterprestasikan pemaha-mannya, baik dalam kata-kata maupun dalam perbuatan.
Demikian pula halnya dengan motivasi mengajar Guru SD akan dipengaruhi oleh pemahamannya terhadap Kurikulum sebagai petunjuk proses pengajaran yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, jika pemahaman Guru SD positif terhadap Kurikulum maka akan memunculkan motivasi mengajar. Dan sebaliknya jika pemahamannya negatif maka akan mengurangi motivasi mengajar mereka.
Namun, pada kenyataannya masih ada guru yang kurang termotivasi dalam mengajarnya, terbukti dengan kedisiplinan mereka dalam segi kehadiran, ketepatan waktu masuk kelas, materi yang disampaikan kurang dimengerti serta metode yang tidak sesuai dengan materi yang disampaikan.
Dari kenyataan tersebut, penulis menyimpulkan adanya fenomena yang menarik untuk diteliti, yaitu di satu sisi guru memiliki pemahaman positif terhadap kurikulum di sisi lain kurangnya motivasi guru untuk mengajar.

PEMBAHASAN
A.  Kajian Teori
a.      Pemahaman
Pengertian pemahaman yang dikemukakan oleh para ahli seperti yang dikemukakan oleh Winkel dan Mukhtar (Sudaryono, 2012: 44) mengemukakan bahwa Pemahaman yaitu kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat; mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.
Sementara Benjamin S. Bloom (Anas Sudijono, 2009: 50) mengatakan bahwa: Pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.
Menurut Taksonomi Bloom (Daryanto, 2008: 106) mengemukakan : Pemahaman (comprehension) kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. .
Menurut Daryanto (2008: 106) kemampuan pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu:
a)    Menerjemahkan (translation)
Pengertian menerjemahkan di sini bukan saja pengalihan (translation) arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya.
b)   Menginterpretasi (interpretation)
Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan, ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami. Ide utama suatu komunikasi.
c)    Mengekstrapolasi (extrapolation)
Agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.

B.     Kurikulum
a.      Pengertian Kurikulum
Kurikulum merupakan seperangkat/ sistem rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar.
sistem diatas dipergunakan melihat kurikulum itu ada sejumlah komponen yang terkait dan berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan.
b.      Fungsi Kurikulum
Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi sekolah atau pengawas, berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulurn itu berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di ruma. Bagi masyarakat, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa itu sendiri, kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
c.       Komponen Kurikulum
Ada 4 unsur komponen kurikulum yaitu: tujuan, isi (bahan pelajaran), strategi pelaksanaan (proses belajar mengajar), dan penilaian (evaluasi).

C.    Langkah-langkah Penelitian
Langkah- langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Menentukan  Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Menurut M. Subana (2000:20-21) bahwa data kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan (angka), sedangkan data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka, tidak dapat diolah dengan statistik. Data kualitatif disini adalah data tentang gambaran umum lokasi penelitian, mulai dari keadaan, sarana, dan prasarana sekolah, fasilitas belajar yang dimiliki dan proses belajar mengajar di sekolah, sedangkan data kuantitatif ialah data hasil pengukuran, persentase, rata-rata atau perhitungan lainnya.
Dilihat dari data yang diangkatnya, sealur dengan permasalahan yang dihadapi, maka data kuantitatif disini akan diarahkan pada hubungan  pemahaman guru atas Kurikulum terhadap motivasi mengajar mereka, diangkat melalui teknik angket yang disebarkan kepada sejumlah responden yang telah ditetapkan sebagai sampel.
2.      Menentukan Sumber Data
a.       Lokasi Penelitian
Lokasi yang diambil dalam penelitian ini adalah Gugus Hanjawar Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur.
b.      Menentukan Populasi dan Sampel
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Guru SD se Gugus Hanjawar  Kecamatan Cibeber.
Tujuan penetapan sampel adalah untuk memperoleh keterangan mengenai objek penelitian dengan cara mengamati hanya sebagian populasi, sedangkan dalam menentukan jumlah sampel penulis berpedoman pada pendapat Suharsimi Arikunto (2002:120-121) bahwa apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitian ini berjumlah 40 orang Guru SD.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kecamatan Cibeber bahwa terdapat 40 orang Guru SD di gugus Hanjawar tersebut. Karena jumlah populasinya kurang dari 100, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.
3.      Menentukan Metode dan Teknik Pengumpulan Data
a.       Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif, yaitu metode yang diarahkan untuk memecahkan masalah dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa yang terjadi pada situasi sekarang. Alasan penulis menggunakan metode ini, karena dipandang tepat mengingat masalah yang diteliti merupakan masalah yang sedang dihadapi atau sedang berlangsung pada situasi sekarang. 
b.      Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan beberapa teknik antara lain sebagai berikut;
1)      Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (S.Margono, 2004:158). Pengamatan disini berarti pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek penelitian.
2)      Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara si pemerika dan orang yang diperiksa (Ahmad Fauzi, 1999:35). Alasan penulis menggunakan teknik ini mengingat: (a) Teknik ini dapat dilakukan secara langsung kepada guru yang bersangkutan sehingga informasi dapat diperoleh dengan jelas, (b) Teknik ini dapat melengkapi data yang dihasilkan dari teknik obsrevasi, yakni keberadan sarana lokasi penelitian.
3)      Angket
Angket atau kuesioner adalah suatu alat untuk pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis  (S.Margono, 2004: 167).
4)      Studi Dokumentasi
Dokumentasi adalah informasi dalam bidang ilmu pengetahuan yang dikumpulkan, dipilih, diolah dan akhirnya disimpan sebagai bukti keterangan (Mas’ud Khasan Abdul Qadir,1998:100).
Studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan akurat sesuai dengan data-data yang ada di sekolah tersebut, selain itu studi dokumentasi pun digunakan apabila data yang disodorkan dari sekolah berupa dokumen-dokumen.
5)      Studi Kepustakaan
Untuk menjunjung dan memper-kuat hasil penelitian, dipergunakan buku-buku dan bahan-bahan yang ada hubungannya dengan hasil yang diteliti. Studi kepustakaan yang dimaksud disini adalah mendayagunakan informasi yang terdapat dalam pelbagai leteratur untuk menggali konsep dasar yang ditemukan para ahli untuk membantu memecahkan masalah dalam penelitian ini.
6)      Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Suharsimi Arikunto, 1998:139) yang diberikan kepada guru. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang pemahaman Guru SD terhadap . Jika benar jawabannya diberi nilai lima sedangkan salah maka diberi nilai nol (kosong)
7)      Analisis Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya pengolahan data. Bagi data yang bersifat kuantitatif diolah dengan statistik, sedangkan data kualitatif diolah dengan pendekatan logika, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a)      Mereduksi data, yaitu memilih dan memilah data yang sudah dimasukkan dalam satuan dengan jalan membaca satuan yang sama.
b)      Koding, yaitu memberi nama atau judul pada satuan yang telah mewakili entri pertama dari kategorisasi.
c)      Menelaah kembali seluruh kategorisasi.
d)     Melengkapi data-data yang terkumpul, kemudian ditelaah dan dianalisis.

D.      Realitas Pemahaman Guru SD terhadap Kurikulum   

Untuk mengetahui data mengenai pemahaman Guru SD terhadap Kuriku-lum, penulis melaksanakan penelitian langsung terhadap lokasi penelitian.
Sebagai pelengkap untuk mem-buktikan data mengenai fenomena tersebut, penulis menyebarkan sejumlah tes. Tes yang disebarkan itu memperma-salahkan indikator-indiaktor motivasi mengajar mereka yaitu : 1) makna, 2) aspek filosofis, 3) maksud, 4) implikasi, 5) aplikasi, 6) situasi, 7) fakta, dan 8) menafsirkan. Untuk mengetahui variasi skor yang diperoleh, berdasarkan skala penilaian sebagai berikut :
Rata-rata antara 0,5 – 1,5  berarti sangat rendah
Rata-rata antara 1,6 – 2,5  berarti rendah
Rata-rata antara 2,6 – 3,5  berarti cukup
Rata-rata antara 3,6– 4,5  berarti tinggi
Rata-rata antara 4,6 – 5,5  berarti sangat tinggi
Pada 15 item pertanyaan yang diajukan kepada responden tersebut hasilnya termasuk kualifikasi rendah Karena   variabel Pemahaman Guru SD terhadap Kurkulum berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

E.     Realitas Motivasi Guru SD dalam Mengajar

Untuk mengetahui data mengenai motivasi mengajar mereka, penulis melaksanakan penelitian langsung terhadap lokasi penelitian.
Sebagai pelengkap untuk membuktikan data mengenai fenomena tersebut, penulis menyebarkan sejumlah angket. Angket yang disebarkan itu mempermasalahkan indikator-indiaktor motivasi mengajar mereka yaitu: 1) lebih senang bekerja mandiri, 2) tabah menghadapi rintangan, 3) durasi kegiatan, 4) frekuensi kegiatan, 5) devosi (Pengorbanan), 6) tingkat aspirasi, dan 7) Arah sikap terhadap sasaran kegiatan. Untuk mengetahui variasi skor yang diperoleh, berdasarkan skala penilaian sebagai berikut :
Rata-rata antara 0,5 – 1,5  berarti sangat rendah
Rata-rata antara 1,6 – 2,5  berarti rendah
Rata-rata antara 2,6 – 3,5  berarti cukup
Rata-rata antara 3,6– 4,5  berarti tinggi
Rata-rata antara 4,6 – 5,5  berarti sangat tinggi
Pada 15 item pertanyaan yang diajukan kepada responden tersebut hasilnya variabel Motivasi Mengajar berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

F.     Hubungan antara Pemahaman Guru SD terhadap  (Kurikulum) dengan Motivasi Mengajar

Setelah diketahui masing-masing variabel penelitian secara terpisah, proses selanjutnya adalah mengukur hubungan antara pemahaman Guru SD terhadap Kurikulum  dengan motivasi mengajar . Data dianalisis untuk Variabel X dan Variabel Y diperoleh dari penyebaran tes dan angket.
Uji normalitas terhadap kedua variabel yang diteliti, ternyata keduanya berdistribusi tidak normal, maka analisis korelasinya menggunakan statistik non parametrik yang lazim dikenal dengan rumus rank spearman. Adapun langkah yang ditempuh dengan menggunakan rumus tersebut adalah langsung menghitung harga koefisien korelasi tanpa harus menganalisis linieritas regresinya.
1.    Analisis Korelasi
Analisis korelasi ini dimaksudkan untuk mengukur derajat hubungan Pemahaman Guru SD terhadap Kurikulum  dengan motivasi mengajar . Untuk menghitung koefisien korelasi kedua variabel, penulis menggunakan rumus rank Spearman, karena kedua variabel berdistribusi tidak normal.
Dari perhitungan koefisien korelasi tersebut diperoleh angka 0,21 angka korelasi ini ternyata signifikan pada taraf signifikansi 5% yang diajukan oleh nilai z hitung sebesar 1,98 yang lebih besar dari z tabel sebesar 1,69. Hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara Variabel X dan Variabel Y, ini juga menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima.
Angka koefisien korelasi 0,21 termasuk kategori korelasi rendah. Karena berada pada angka interval 0,20 – 0,40 dilihat dari arahnya koefisien korelasinya positif, maka dapat diinterpretasikan semakin baik pemahaman Guru SD terhadap Kurikuum semakin baik pula motivasi mengajar mereka..
2.      Penelitian Besarnya Hubungan
Sementara itu derajat pengaruh variabel X terhadap variabel Y diketahui 3% ini berarti Pemahaman Guru SD terhadap Kurikulum  dengan motivasi mengajar mereka.masih terdapat sekitar 97 % lagi faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku siswa sehari-hari yang perlu diteliti lebih lanjut.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tdi atas, dapat ditarik sebuah simpulan dari penelitian sebagai berikut:  
1.    Realitas pemahaman Guru SD terhadap Kurikulum berkategori cukup. Hal ini didasarkan pada hasil pengisian tes oleh 40 responden yang menunjukkan nilai rata-rata sebesar 3,5. Dalam skala penilaian angka tersebut berada pada interval 2,6-3,5 termasuk kategori cukup.
2.    Realitas motivasi mengajar mereka berkategori tinggi. Hal ini di dasarkan atas hasil pengisian tes oleh 40 responden yang menunjukan nilai rata-rata sebesar 3,9. Dalam skala penilaian angka tersebut berada pada interval 3,6-4,5 termasuk kategori tinggi.
3.    Hubungan antara pemahaman Guru SD terhadap Kurikulum  dengan motivasi mengajar  Hal ini dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y sebesar 0,21. Angka tersebut mempunyai arti korelasi rendah karena berada dalam daerah interval 0,20-0,40. Sedangkan derajat pengaruhnya sebesar 3 %. Hal ini berarti sebesar ada 97 % faktor lain yang mempengaruhi motivasi mengajar mereka selain faktor pemahaman Guru SD terhadap Kurikulum .

Referensi:
Abin Syamsudin M. 1995 Psikologi Pendidikan, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Ahmad Fauzi. 1999 Psikologi Umum, Bandung, CV. Pustaka Sejati.
Anas Sudijono.1999 Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta, Raja Grafindo.
Depdikbud.1999 Kamus BesarBahasa Indonesia. Jakarta, Balai Pustaka.
Djudju Sudjana. 2006 Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan SDM. Bandung, PT. Rosdakarya. 
E Mulyasa. 2006 Kurikulum. Bandung,  PT. Rosdakarya.
Hasan Gaos. 1983 Dasar-dasar Statistik Pendidikan, Bandung,  IAIN SGD.
Moh. Uzer Usman. 1995. Menjadi Guru Profesional, Bandung,PT. Rosdakarya.
M Subana. 2000 Statistik Pendidikan, CV. Bandung, Pustaka Setia.
Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung, Remaja Rosda Karya.
Nana Sudjana. 1998. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru Algesindo.
Nana Syaodih. 2004 Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
S. Margono. 2004 Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung, PT. Rineka Cipta.
S. Nasution 1989 Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta, Bina Aksara.
Sardiman AM. 2006  Interaksi & Motivasi Mengajar, Jakarta, PT. Raja Grafindo  Persada.
Sudjana. 2002. Metode Statistika, Bandung, Tarsito.
Suharsimi Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, , Yogyakarta, Rineka Cipta.
Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.
Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001. 
Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.
Degeng, N.S. 1999. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi dan Demokrasi. Jurnal Getengkali Edisi 6 Tahun III 1999/2000. Hlm. 2-9. 

Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based Technology and Future Skill Sets. Educational Technology Nopember-Desember