flash compugraphics

Segala sesuatu yang berhubungan dengan karya ilmiah

Rabu, 03 Oktober 2012

MANAJEMEN PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA


A.    Pentingnya Fungsi Manajemen dalam Pendidikan Agama di Keluarga
Pada pokoknya manajemen itu merupakan penyelesaian tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu melalui usaha-usaha orang lain. Hal ini sebagaimana dikemukan oleh S.P. Siagian (1979:3) bahwa manajemen adalah kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melelui kegiatan-kegiatan orang lain. Jadi dengan demikian, manajemen merupakan suatu proses usaha kerjasama untuk mencapai apa yang menjadi tujuannya, dengan cara menggerakkan kemampuan orang yang ada di dalamnya menyangkut segi-segi atau bidang yang sangat luas. Ia memasuki segenap bidang lapangan kehidupan manusia termasuk diantaranya adalah pendidikan agama di keluarga.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik yang berkenaan dengan aka, perasaan, maupun pikiran (Fadlil Al-Jamaly, 1986:3). Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan itu adanya proses perubahan, karena pada dasarnya pendidikan adalah proses perubaha potensi-potensi manusia menjadi optimal. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Oemar Muhammad Al-Toumy (1979:339) bahwa pendidikan merupakan proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi masyarakat dan alam sekitarnya dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.
Adapun tujuan pendidikan dalam hal ini tujuan pendidikan agama di keluarga adalah jelas yakni mendidik anak dalam suasana keagamaan agar taqwa pada Allah swt, berbudi pekerti luhur, disiplin, bekerja keras, tanggung jawab, mandiri, cerdas, terampil serta sehat jasmani dan rohani. Atas dasar itu berarti tujuan pendidikan agama di keluarga adalah pembinaan prilaku kehidupan beragama pada anak. Pelaksanaan pendidikan agama pada anak di keluarga menjadi penting terutama guna menanamkan nilai-nilai dasar agama dalam rangka pengembangan sumber daya manusia. Dalam kaitan ini Ahmad Tafsir (1992:159) mengatakan bahwa pembangunan sumber daya manusia termasuk pembinaan anak erat kaitannya dengan penumbuhan nilai-nilai agama pada Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap orang tua berkeinginan mempunyai anak yang berkepribadian baik. Atau setiap orang tua bercita-cita mempunyai anak yang saleh yang senantiasa membawa harum nama orang tuanya, karena anak yang baik merupakan kebanggaan orang tua, baik buruknya kelakuan mempengaruhi nama baik orang tuanya. Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak-anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Pada umumnya pendidikan dalam keluarga itu bukan berpangkal tolak dari  kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena sifat kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan silang mempengaruhi secara timbale balik antar orang tua dan anak.
Orang tua memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anaknya. Sejak seorang anak lahi, ibunyalah yang selalu ada disampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya, ibu merupakan orang yang pertama dikenal anak, yang mula-mula menjadi temannya. Apapun yang dilakukan ibu dapat dimanfaatkan sebagai sarana edukatif. Pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula, dimata anaknya ia seorang yang tinggi dan terpadu diantara orang-orang yang dikenalnya, ayah merupakan penolong utama lebih-lebih sebagai tulang punggung penghidupan bagi keluarganya.
Hal ini menunjukkan ciri-ciri dari watak rasa tanggung jawab setiap orang tua atas penghidupan anak-anak mereka untuk masa kini dan masa mendatang. Karenanya tidaklah diragukan bahwa tanggung jawab pendidikan secara mendasar terpikul pada orang tua, hal itu adalah merupakan fitrah yang telah dikodratkan oleh Allah pada setiap orang tua sekaligus merupakan amanah yang dibebankan pada mereka.
Mengingat pentingnya pendidikan keluarga yang demikian, maka Islam memandang keluarga bukan hanya sebagai persekutuan terkecil, melainkan lebih dari itu yakni sebagai lembaga hidup manusia yang memberikan peluang pada para anggotanya untuk hidup celaka dan bahagia di dunia dan akhirat. Pertama-tama yang diperintahkan Allah kepada Nabi saw dalam mengajarkan agama itu mula-mula pada keluarganya, baru kemudian pada masyarakat luas. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat As-Suara:214, sebagai berikut:

وأنذر عشيرتك الأقربين

“Dan berikanlah peringatan kepada kerabatmu yang dekat”. (Zakiah Daradjat, 1992:87)
Oleh karena itulah, pendidikan agama hendaknya ditanamkan sejak di keluarga, sebab pendidikan di lingkungan keluarga merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya. Sebagaimana menurut Zakiah Daradjat, (1992:48) bahwa pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan yang dilaluinya sejak kecil terutama dalam keluarga.
Dalam lingkungan keluarga, interaksi pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik. Tetapi interaksi ini berjalan tanpa rencana tertulis, orang tua sering tidak mempunyai rencana yang jelas dan rinci kemana anaknya akan diarahkan, dengan cara apa mereka akan dididik, dan apa isi pendidikannya. Orang tua umumnya mempunyai harapan tertentu pada anaknya agar menjadi orang saleh, sehat, pandai dan sebagainya, tetapi bagaimana rincian sifat-sifat tersebut bagi mereka tidak jelas juga mereka tidak tahu apa yang harus diberikan dan bagaimana memberikannya agar anaknya memiliki sifat-sifat tersebut.
Interaksi pendidikan antara orang tua dan anak juga tidak disadari, dalam kehidupan keluarga interaksi dapat terjadi setiap saat setiap kali orang tua bertemu, berdialog, bergaul dengan anaknya pada saat itu banyak perilaku spontan yang diberikan pada anak, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan mendidik besar sekali orang tua menjadi pendidik juga tanpa dipersiapkan secara formal, mereka menjadi pendidik karena statusnya sebagai orang tua, meskipun mungkin saja sebenarnya mereka belum siap untuk melaksanakan tugas tersebut karena sifat-sifatnya yang formal, tidak mempunyai rancangan yang konkrit.
Berdasarkan analisa di atas, dalam hal ini bagaimana usaha pendidik agama di keluarga itu harus diselenggarakan sehingga menghantarkan anak menjadi manusia yang berilmu dan berakhlak mulia. Maka menyelenggarakan pendidikan agama di keluarga tidak mungkin dapat dilakukan secara asal-asalan, tetapi perlu dilaksanakan secar professional oleh orang tua dengan perencanaan yang matang, pengorbanan yang tepat, pelaksanaan yang efektif serta pengawasan dan evaluasi yang berhasil guna.
Atas dasar itulah, maka makin penting arti pengelolaan atau manajemen yang lebih teratur, lebih-lebih dalam masyarakat yang senantiasa berkembang maju atau boleh dikatakan tidak ada suatu usaha yang tidak mempergunakan manajemen. Pada hakekatnya manajemen adalah usaha manusia yang paling baik dalam mencapai hidupnya, dengan manajemen itu manusia mempergunakan waktu, tenaga, akal, dan modalnya secara paling baik dan efektif untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan (SP. Hasibuan, 1995:90).
Disamping itu, pelaksanaan pendidikan agama di keluarga yang mempunyai skope kegiatan begitu kompleks hanya akan dapat berjalan secara efektif bilamana dilakukan oleh tenaga-tenaga yang secara kualitatif mampu melaksanakan tugasnya. Dengan kata lain, proses pendidikan agama di keluarga yang cukup luas hanya dapat berjalan dengan lancer dan berhasil baik bilamana tersedia tenaga-tenaga palaksana yang cukup serta masing-masing memiliki kemampuan dan keahlian yang diperlukan. Selain itu adanya tenaga yang cukup berkemampuan tadi, barulah efektif setelah mereka (ayah dan ibu) diorganisir dan dikombinasikan sedemikian rupa dengan faktor-faktor lain yang diperlukan sebab bilamana tidak, maka hasil pendidikan akan timbulnya kesimpang siuran dalam mendidik anaknya jika hanya didasarkan pada naluri (instink) orang tua saja. Demikian pula faktor lain seperti fasilitas dan sebagian perlu dihimpun serta diatur penggunaannya sesuai dengan keperluan dalam rangka penerapan tujuan pendidikan agama di keluarga.
Atas analisa tersebut, jelaslah bahwa peranan manajemen dalam pelaksana pendidikan agama di kelurga adalah sangat urgen. Dalam kaitan ini dituntut kemampuan orang tua menerapkan fungsi-fungsi manajemen dalam pendidikan itu. Dengan adanya manajemen tersebut diharapkan hasil dan tujuan yang diharapkan yakni membentuk anak saleh atau manusia sempurna. Menurut Ahmad Tafsir (1993:46) yang dimaksud manusia sempurna ialah manusia yang sehat serta kuat jasmaninya dan hatinya penuh keimanan.

B.     Penerapan Fungsi-fungsi Manajemen dalam Pendidikan Agama di Keluarga
Sebelum menguraikan lebih jauh pada point ini, terlebih dahulu akan menjelaskan secara singkat bahwa dari segi analisis manajemen dalam pendidikan agama di keluarga akan terkesan sama yang meliputi pengertian, fungsi, dan sebagainya. Sedangkan yang membedakan terletak pada materi pendidikan, dan bagaimana cara melaksanakannya (analisis pendidikannya). Karena hal ini yang akan menjadi titik tekan pada setiap dasar-dasar pendidikan agama di keluarga.
1.      Dasar Pendidikan Tauhid
a.       Perencanaan
Perencanaan atau planning merupakan fungsi pertama dari manajemen. Menurut S.P. Hasibuan (1995:94) Planning adalah fungsi dasar atau fundamental manajemen karena organizing, actuating dan controlling pun harus terlebih dahulu direncanakan. Dengan demikian betapa pentingnya kedudukan perencanaan dalam sebuah kegiatan atau aktivitas. Menurut Muhammad Rifa'I (1986:72) mengemukakan bahwa perencanaan merupakan "prequisilte to actioan" artinya sebuah pra-syarat dalam bertindak, berhasil tidaknya suatu usaha ditentukan oleh matangnya dan lengkapnya perencanaan.
Atas dasar pengertian itu, maka setiap usaha apapun tujuannya hanya dapat berjalan secara efektif dan efisien bilamana sebelumnya sudah dipersiapkan dan direncanakan terlebih dahulu dengan matang. Menurut Abdul Rosyad Saleh (1977:48) bahwa efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaran pendidikan di keluarga merupakan suatu hal yang mendapat perhatian. Penyelenggaraan pendidikan di keluarga dikatakan berjalan secara efektif bilamana apa yang menjadi tujuan benar-benar dapat dicapai, dan dalam mencapainya dikeluarkan pengorbanan berupa pikiran, tenaga, biaya, waktu dan sebagainya
Dengan perencanaan, pelaksanaan pendidikan di keluarga dapat berjalan secara lebih tearah dan teratur rapi. Hal ini bisa terjadi, sebab dengan pemikiran secara masak mengenai tujuan apa yang akan dicapai (tertuang tujuan pendidikan), hal-hal apa yang  harus dilaksanakan (tertuang kurikulum), dan bagaimana cara melaksanakannya dalam rangka pendidikan agama itu, (tertuang metode), atas dasar inilah maka kegiatan pendidikan di keluarga itu dapat diurutkan dan diatur sedemikian rupa, tahap demi tahap yang mengarah pada pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
Kepentingan dari perencanaan adalah untuk memudahkan orang tua dalam melakukan pengawasan dan penilaian terhadap jalannya pelaksanaan pendidikan baIk yang sedang berlangsung maupun yang sudah selesai. Demikianlah proses pelaksanaan pendidikan dikeluarga yang didasarkan pada suatu rencana yang telah dipersiapkan secara matang akan lebih baik hasilanya bila mana dibandingkan dengan pelaksanaan pendidikan yang dilakukan secara sambil lalu dan sembrono.
Menurut Muhammad Rifa'i (1986:75) prinsip-prinsip dalam perencaan meliputi:
1.      Perencanaan harus merupakan proses yang kooperatif
2.      Penrencaan harus didasarkan atas kebutuhan dan fakta yang riil dan obyektif
3.      Perencanaan harus fleksibel
4.      Perencanaan harus mengandung unsur-unsur evaluasi
5.      Perencaan harus mempunyai tujuan yang jelas

Prinsip pertama perencaan pendidikan di keluarga adalah kooperatif. Suatu program kegiatan pendidikan di keluarga hendaknya merupakan hasil pemikiran berasama antara ayah dan ibu sebagai pendidik anaknya. Prinsip kedua, didasarkan pada kebutuhan dan fakta yang riil dan objektif. Dalam hal ini rencana tidak boleh merupakan cita-cita atau impian belaka, rencana harus dilaksanakan dan merupakan titik tolah untuk memilih suatu usaha yang konkret. Prinsip ketiga, harus fleksibel; maksudnya waktu penyusunan rencana harus dipikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Prinsip keempat, harus mengandung unsur evaluasi; dalam hal ini ayah dan ibu bertugas sebagai pengawas dengan tujuan agar mereka dapat mengatur hasil pendidikan tersebut dengan senantiasa berpedoman pada rencana dan tujuan yang hendak dicapai. Prinsip kelima, mempunyai tujuan yang jelas dan terperinci; maksudnya orang tua tidak dapat membuat suatu rencana jika belum ada tujuan yang jelas. Maka apa sebenarnya yang akan dicapai orang tua tersebut dalam mendidik anaknya. Prinsip keenam, perencanaan memerlukan kepemimpinan. Disinilah diperlukan jiwa pemimpin dalam keluarga yakni peran ayah sebagai pemimpin keluaga mampu menggerakkan istri dan anaknya untuk melaksanakan pendidikan.
Menurut S.P. Hasibuan (1995:113) untuk lebih mengefisienkan suatu perencanaan, maka orang tua harus mampu menjawab enam pokok pertanyaan dalam suatu perencanaan, antara lain:
1.      What (apa), yakni berkaitan dengan penetapan tujuan
2.      Why (mengapa), berkaitan dengan alasan atau latar belakang
3.      Where (dimana), yakni berkaitan dengan tempat (keluarga)
4.      When (kapan), yakni berkaitan dengan waktu
5.      Who (siapa), yakni berkaitan dengan orang (pendidik)
6.      How (bagaimana), yakni berkaitan dengan cara (metode)
Pokok pertama dalam perencanaan adalah menetapkan tujuan yang akan dicapai. Tujuan pendidikan tauhid di keluarga yakni agar anak beriman dan meyakini Allah swt adalah Esa, mengetahui sifat-sifat-Nya serta tanda-tanda kekuasaan-Nya (Nasih Ulwan, 1992:103). Hal ini perlu ditanamkan pada anak semenjak dengan keyakinan dan ketauhidan yang asasi dengan hakikat alamiah dan dengan segala keyakinan menuju kebaikan. Untuk membina hal ini orang tua harus menanamkan pada anaknya kepercayaan serta ketauhidan pada Allah swt dengan bahasa yang dimengerti oleh anak, hal ini sebagaimana yang diisyaratkan Imam Ghazali bahwa seorang pendidik hendaknya dalam bicara dengan anak-anak harus sesuai dengan daya pengertiannya (akal), jangan diberikan pada anak sesuatu yang tidal dapat ditangkap oleh akalnya (Athiyah Al-Abrasy, 1970:12).
Pelaksanaan pendidikan tauhid bagi anak pertama-tama harus diselenggarakan di lingkungan keluarga sebab sebagai tahap awal pembentukkan akidah oleh kedua orang tuanya. Sebagaimana yang diilustrasikan oleh Luqman pada anaknya dalam firman Allah swt surat Luqman ayat 13, yaitu:

وإذ قال لقمان لابنه وهو يعظه يابني لا تشرك بالله إن الشرك لظلم عظيم

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Nasih Ulwan, 1992:66)
Pada ayat di atas, ditunjukkan bahwa nilai yang paling fundamental yang mesti ditanamkan orang tua pada anaknya adalah tauhid (akidah). Dimana anak dibimbing untuk mengenal Tuhan-Nya agar ia tidak berubah pada tuhan-tuhan yang semu yang bisa menyesatkannya. Dengan demikian generasi yang terdidik dalam lingkungan keluarga akan tumbuh generasi yang sadar akan sifat-sifat ilahiyah yakni menyadari bahwa Allah swt Maha Esa, dan segala materi dan benda yang ada di bumi ini hanyalah makhluk ciptaan-Nya sebagai tanda-tanda kebesarannya.
Dalam memberikan pendidikan tauhid pada anak hendaknya orang tua menggunakan metode atau pendekatan yang tepat sesuai dengan fase anak agar tujuan yang ditentukan dapat tercapai dengan baik. Menurut Ahmad Tafsir (1997:9) metode berasal dari bahasa Latin yakni Metha artinya cara dan Hodos artinya untuk melakukan sesuatu hal. Metode pendidikan tauhid di keluarga menyangkut bagaimana caranya pendidikan itu harus dilaksanakan dimana tindakan atau kegiatan pendidikah yang telah dirumuskan akan efektif bilamana dilaksanakan dengan mempergunakan cara-cara yang tepat. Menurut Winarno Surakhmand dalam pemilihan metode banyak hal yang harus dipertimbangkan, antara lain:
1.      Keadaan anak, dalam hal ini tingkat kecerdasannya
2.      Situasi yang mencakup hal umum
3.      Tijuan yang hendak dicapai
4.      Alat-alat yang tersedia
5.      Kemampuan pendidik
6.      Sifat bahan pelajaran (Tafsir, 1997:33)
Diantara metode (pendekatan) atau cara-cara mendidik anak yang efektif di dalam membentuk ketauhidan anak baik secara moral, psikologis dan sosial adalah dengan memberikan nasihat. Sebab pendekatan sangat berperan dalam menjelaskan pada anak tentang segala hakikat dasar tauhid. Dalam memberikan nasehat orang tua perlu menyampaikannya dengan cara yang baik, seperti yang ditegaskan oleh Nabi saw, yaitu:

من امر بمعروف فليكن امره بمعروف

“Barang siapa yang mengajarkan pada yang baik, maka hendaknya ajarannya itu dilakukan dengan yang baik pula” (Nasih Ulwan, 1992:71)
b.      Pengorganisasian
Fungsi kedua menajemen setelah perencanaan adalah pengorganisasian. Menurut Terry (1985:82) pengorganisasian adalah proses pengelompokkan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan dan penugasan setiap keompok pada seorang manger yang mempunyai kekuatan. Hadari Nawawi dalam bukunya Administrasi Pendidikan (1988:20) mengemukakan bahwa setelah perencanaan ditata sedemikian rupa, kemudian disusun suatu organisasi pendidikan yang meliputi organisasi personal, pembagian kerja serta struktur keorganisasian yang kemudian menimbulkan suatu koordinasi kerja yang baik, sehingga dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga terdapat suatu komunikasi aktif antara pihak yang satu dengan yang lainnya.
Pengorganisasian tersebut mempunyai arti penting bagi proses pendidikan di keluarga, sebab dengan pengorganisasian maka rencana pendidikan di keluarga menjadi lebih mudah pelaksanaannya. Hal ini disebabkan karena dengan dibagi-bagikan tindakan atau kegiatan pendidikan di keluarga dalam tugas yang lebih terperinci akan mencegah timbulnya kumulasi kerja yang hanya seseorang saja, ini tentunya akan sangat memberatkan. Adanya spesialisasi ini akan mendatangkan kemudahan bagi proses pendidikan di keluarga, sebab setiap pekerjaan dilakukan oleh orang-orang yang mendalam akan tugas masing-masing.
Sebagaimana dengan uraian di atas, maka langkah-langkah terpenting dalam pengorganisasian meliputi:
1.      Menggolongkan tindakan dalam kesatuan-kesatuan tertentu
2.      Menentukan tugas masing-masing dalam kesatuan serta menempatkan pelaksana untuk melakukan tugas tersebut
3.      Memberikan wewenang pada masing-masing pelaksana
4.      Menentapkan jalinan hubungan (Abdul Rosyad Saleh, 1977:79)
Dengan empat langkah di atas, maka tersusunlah suatu pola atau bentuk kerjasama dalam melaksanakan pendidikan tauhid di keluarga dimana ayah dan ibu yang mengandung kerjasama itu mengetahui pekerjaan apa yang harus dilaksanakan, sampai sejauh mana wewenang masing-masing serta jalinan hubungan antara satu dengan lainnya dalam rangka usaha kerjasama itu, hal ini akan memudahkan orang tua dalam mengendalikan dan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan tauhid di keluarga.
Dalam prakteknya, dimanapun tugas ayah memberikan pengertian dasar tentang tauhid dengan menekankan pada aspek sifat-sifat Allah swt, kekuasaan Allah dan sebagainya sebagaimana diuraikan di awal. Sedangkan tugas ibu mengetahui materi yang sudah diberikan atau bisa juga bekerjasama antara ayah dan ibu tergantung apa materi dan kemudahan satu sama lainnya. Walaupun sifatnya sederhana, hal ini bertujuan agar dalam pelaksanaannya terkesan teratut tidak tumpang tindih dalam mendidik anaknya.

c.       Penggerakan
Setelah rencana pendidikan di keluarga ditetapkan, begitu pula setelah kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan itu dibagi-bagikan pada pendidik maka tindakan berikutnya adalah penggerakkan atau actuating. Penggerakkan sebenarnya merupakan inti manajemen hal ini disebabkan karena fungsi perencanaan dan pengorganisasian akan berhasil dan baik apabila sudah dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan rencan.
Menurut Ishak Solih (1990:62) fungsi penggerakkan dalam melaksanakan perencanaan mengenai pengembangan pendidikan ini hendaknya memegang penciptaan dan penerusan keinginan oleh setiap anggota kelompok kerja untuk melaksanakan kewajiban sesuai pelaksana pengembang, sesuai dengan tugasnya masing-masing. Bagi proses pendidikan di keluarga penggerakkan ini mempunyai arti dan peranan yang sangat penting, sebab diantara fungsi manajemen lainnya maka penggerakkan merupakan fungsi yang secar alangsung berhubungan dengan manusia (pendidik).
Adanya tenaga pendidik tentulah rencana pendidikan yang meskipun telah diformulir secara baik hanya akan di atas kerjasama saja. Disini, fungsi penggerakkan berperan sebagai pendorong tenaga pendidik untuk segera melaksanakan aktivitas. Menurut Terry dalam S.P. Hasibuan (1995:176) penggerakkan adalah merupakan semua anggota kelompok agar mau bekerjasama dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha penggerak.
Dari uaraian di atas, jelaslah bahwa penggerakan itu merupakan fungsi yang sangat penting bahkan menentukan jalannya proses pendidikan di keluarga. Dengan kata lain, penggerakkan yakni proses dari ralitasm program yang telah ditentukan. Menurut Abdul Rosyid Saleh (1977:112) langkah-langkah terpenting dalam penggerakkan antara lain:
1.      Pemberian motivasi
2.      Pembimbingan
3.      Penjalinan hubungan
4.      Penyelenggaraan komunikasi
5.      Peningkatan kemampuan pendidik
Menurut Maslow (1970) bahwa motivasi adalah suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konstitusi serta arahan umum dari tingkah laku manusia(Slamet, 1995:170). Dalam pendidikan tauhid di keluarga bahwa pemberian motivasi merupakan salah satu aktivitas yang harus dilakukan oleh pimpinan pendidikan di keluarga dalam rangka penggerakkan pendidikan tauhid. Motivasi dalam hal ini adalah pengabdiaan orang tua dalam mendidik tauhid anaknya yang semata-mata demi cinta kasih kodrati sehingga dalam suasana kemesraan inilah proses pendidkan tauhid akan berlangsung dengan baik.
Dalam hal ini, Abdurahman An-Nahlawi (1989:197( berpendapat bahwa keluarga yang kedua tiangnya adalah ayah dan ibu memikul tanggung jawab kasih saying dan kecintaan pada anak-anak karena itu semua azas pertumbuhan dan perkembangan psikis serta sosial yang kokoh lurus bagi mereka. Jadi dengan demikian pemberian motivasi dalam melakukan pendidika tauhid di keluarga merupakan hal terpenting yang harus dilakukan oleh orang tua. Motivasi terpenting adalah ibadah pada Allah swt dan kewajiban sebagai pendidik bagi anaknya.
Pembimbingan dalam pendidikan di keluarga juga diperlukan guna untuk pencapaian sasaran pendidikan tauhid. Hal ini bisa dilakukan oleh ayah sebagai pimpinan pendidikan dan sekaligus kepala keluarga dapat memberikan perintah, arahan serta petunjuk lainnya pada istri yang bersifat mempengaruhi dan menetapkan arah tindakan mereka. Atas dasar itu maka usaha-usaha pendidikan tauhid akan berjalan dengan baik dan efektif bilamana ayah dapat memberikan arahan yang tepat pada ibu untuk melaksanakan tugas kependidikan. Selain itu perlu adanya kesadaran antara keduanya untuk mencapai tujuan yang akan dicapai.
Penjalinan hubungan juga mutlak diperlukan dimana kedua orang tua dalam melakukan tugas kependidikannya akan berjalan lancer. Disamping itu dapat menyadari bahwa segenap aktivitas yang dilakukan itu adalah dalam ranggak pencapaian sasaran pendidikan tauhid. Menurut Bedjo Siswanto (1990:126) dalam melakukan perjalinan hubungan ada tiga hal yang  perlu diperhatikan, antara lain:
1.      Koordinasi, yakni pelaksanaan atas aktivitas secara teratur guna memberikan jumlah, waktu dan pengarahan pelaksanaannya yang tepat.
2.      Integrasi, yakni penggabungan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh
3.      Sinkronisasi, yakni menyatakan berbagai aktivitas untuk dilaksanakan secara berbarengan.

Peranan komunikasi juga penting terutama komunikasi timbal-balik antara kedua orang tua dalam kelancaran proses pendidikan di keluarga. Menurut Me Farland dalam Soewarno (1996:94) komunikasi adalah proses interaksi atau hubungan saling pengertian satu sama lainnya dengan maksud agar dapat diterima dan dimengerti diantara sesamanya dengan jalan bisa atau tulisan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam pelaksanaan pendidikan tauhid adalah perlu dikembangkan terutama komunikasi antar ayah dan ibu di lingkungan keluarga dalam pendidikan untuk anaknya.
Pengembangan peningkatan kemampuan pendidik juga sangat penting sebab dengan adanya usaha tersebut maka kesadaran, kemampuan, keahlian, dan keterampilan orang tua selalu meningkaat dengan harapan proses pendidikan pihak orang tua harus selalu mengadakan penilaian terhadap kemampuan dan kecakapan sesuai dengan tuntunan zaman. M. Arifin (1992:41) menyebutkan adanya beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh lembaga pendidikan pada masa depan, antara lain: 1) Politik; 2) Kebudayaan; 3) IPTEK; 4) Ekonomi; 5) Perubahan sosial; 6) Sistem nilai
d.      Pengawasan
Fungsi berikutnya dari manajemen adalah pengawasan atau controlling. Menurut Soewarno (1996:143) pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencan, perintah, tujuan, serta kebijakan yang telah ditentukan. Tujuan utamanya adalah agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara efisien, sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam pelaksanaan pendidikan tauhid, fungsi pengawasan ini menjadi penting artinya terutama dalam rangka mencapai keberhasilan proses pendidikan tersebut. Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri menurut alamnya akan menjadi manusia yang hidup dengan nafsunya dan kemungkinan besar anak itu tidak patuh terhadap pendidikan yang telah diajarkan. Dari uraian tersebut, nampak jelas aktivitas penting yang perlu dilakukan oleh orang tua, sebeb mereka merupakan alat pengaman dan sekaligus dinamisator jalannya proses pendidikan.
Maksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam upaya membentuk akidah dan moral dalam mempersiapkan secara psikis dan sosial Islam dengan prinsipnya yang universal dan peraturannya yang abadi mendorong orang tua selalu mengawasi dan mengontrol anak mereka dalam setiap segi kehidupan dan aspek kependidikan. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat At-Tahrim ayat 6, yaitu:

ياأيها الذين ءامنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا

“Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Nasih Ulwan, 1992:129).
Dalam prakteknya, pengawasan dalam pelaksanaan pendidikan tauhid di keluarga itu bisa dilakukan oleh kedua orang tuanya yakni ayah dan ibu, namun bisa juga oleh ayah karena sebagai kepala keluarga ataupun ibu yang berfungsi sebagai pengawas karena ia selalu berada di rumah. Apabila terjadi penyimpangan, maka orang tua harus segera mengambil tindakan perbaikan sehingga pelaksanaan pendidikan tauhid tersebut berjalan sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah ditentukan.
2.      Dasar-dasar Pendidikan
a.       Perencanaan
Perencanaan atau planning merupakan fungsi pertama dari manajemen. Menurut S.P. Hasibuan (1995:94) planning adalah fungsi dasar atau fundamental manajemen karena organizing, actuating dan controlling pun harus terlebih dahulu direncanakan. Dengan demikian betapa pentingnya kedudukan perencanaan dalam sebuah kegiatan atau aktivitas. Menurut Muhammad Rifa'I (1986:72) mengemukakan bahwa perencanaan merupakan "perquisite to action" artinya sebuah pra-syarat dalam bertindak, berhasil tidaknya tindakannya suatu usaha ditentukan oleh matangnya dan lengkapnya perencanaan.
Atas dasar pengertian itu, maka setiap usaha apapun tujuannya hanya dapat berjalan secara efektif dan efisien bilamana sebelumnya sudah dipersiapkan dan direncanakan terlebih dahulu dengan matang. Menurut Abdul Rasyad Saleh (1977:48) bahwa efektivitas dan efesiensi dalam penyelenggaraan pendidikan di keluarga merupakan suatu hal yang harus mendapat perhatian. Penyelenggaraan pendidikan di keluarga dikatakan berjalan secara efektif bilamana apa yang menjadi tujuan benar-benar dapat dicapai dan dalam mencapainya dikeluarkan pengorbanan berupa pikiran, tenaga, waktu, biaya, dan sebagainya.
Pendidikan akhlak berkaitan dengan pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku, beradab, ikhlas, jujur dan sebagainya (Antiyah Al-Abrasy, 1970:102). Ahli-ahli pendidikan Islam sependapat bahwa tujuan terakhir dari pendidikan ialah tujuan-tujuan moralitas, suatu akhlak yang tinggi adalah tujuan utama dan tertinggi dari pendidikan Islam dan bukanlah sekedar mengajarkan kepada anak-anak apa yang tidak diketahui mereka, tapi lebih dari itu yaitu menambahkan fadilah, membiasakan akhlak yang baik, sopan santun, sehingga terbentuk akhlak Islamiyah. Sebagaimana yang didasarkan pada hadis Nabi saw, yaitu:

انما بعشت لأتمم مكارم الاخلاق

“Sesungguhnya Aku diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak” (Nasih Ulwan, 1992:238).
Para filosof Islam merasakan betapa pentingnya periode anak-anak dalam pendidikan akhlak dan membiasakan anak-anak pada tingkah laku yang baik sejak kecilnya. Mereka ini semua sependapat bahwa pendidikan anak-anak sejak kecil harus mendapat perhatian penuh. Pepatah lama mengatakan "Belajar diwaktu kecil ibarat mengukir di atas batu, belajar di waktu besar ibarat mengukir di air".
Artinya bahwa pendidikan akhlak yang tinggi, wajib dimulai di rumah (keluarga) sejak waktu kecil dan jangan sampai dibiarkan anak-anak tanpa pendidikan, bimbingan, petunjuk sehingga mereka terbiasa pada akhlak yang baik kelak. Hal ini sebagaimana pendapat Imam Ghazali dan Ibnu Sina dalam Atiyah Al-Abrasy (1970:114) mengatakan bahwa anak-anak haruslah dibiasakan sejak waktu kecil pada adapt kebiasaan yang terpuji sehingga menjadi kebiasaan pula bila ia sudah besar.
Jadi apabila dikaitkan dengan pendidikan akhlak di keluarga, maka hal yang pertama dan utama yang perlu ditanamkan oleh orang tua pada anaknya dapat membedakan hal yang baik dan hal yang buruk sebagai pendidikan awal dan dasar. Kerena pendidikan akhlak membicarakan nilai suatu perbuatan menurut ajaran agama, membicarakan sifat-sifat terpuji atau tercela menurut agama, membiarkan berbagai hal yang langsung ikut mempengaruhi pembentukan sifat itu pada diri anak.
b.      Pengorganisasian
Fungsi kedua manajemen setelah perencanaan adalah pengorganisasian. Menurut Terry (1985:82) pengorganisasian adalah proses pengelompokkan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan dan penugasan setiap kelompok pada seorang manager yang mempunyai kekuasaan. Hadari Nawawi dalam bukunya Administrasi Pendidikan (1988:20) mengemukakan bahwa setelah perencanaan ditata sedemikian rupa, kemudian disusun suatu organisasi pendidikan yang meliputi organisasi personal, pembagian kerja serta struktur keorganisasian yang kemudian menimbulkan suatu koordinasi kerja yang baik, sehingga dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga terdapat suatu komunikasi aktif antar pihak yang satu dengan yang lainnya.
Dalam prakteknya, dimana tugas ayah memberikan serta menjelaskan berbagai akhlak-akhlak terpuji beserta contohnya, sedangkan tugas ibu menjelaskan akhlak tercela beserta contohnya. Atau bisa secara bersama-sama memberikan pendidikan akhlak dengan jalan penjelasan yang sederhana. Walaupun sifatnya sederhana hal ini bertujuan agar dalam pelaksanaannya terkesan teratur tidak tumpang tindih. Jadi dengan demikian pengorganisasian dapat dirumuskan sebagai aktivitas menyusun suatu kerangka kerja yang menjadi wadah bagi setiap kegiatan usaha pendidikan di keluarga. Dengan langkah di atas, maka tersusunlah suatu pola untuk memudahkan dalam memberikan pemahaman awal bagi anak.
c.       Penggerakkan
Setelah rencana pendidikan di keluarga ditetapkan, begitu pula setelah kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan itu dibagi-bagikan pada pendidik maka tindakan berikutnya adalah penggerakan atau actuating. Penggerakkan sebenarnya merupakan inti manajemen hal ini disebabkan karena fungsi perencanaan dan pengorganisasian akan berhasil dan baik apabila sudah dilaksanakan baik dan benar sesuai dengan rencana.
Menurut Ishak Solih (1990:62) fungsi penggerakan dalam melaksanakan perencanaan mengenai pengembangan pendidikan ini hendaknya memegang penciptaan dan penerusan keinginan oleh setiap anggota kelompok kerja untuk melaksanakan kewajiban sesuai pelaksana pengembang, sesuai dengan tugasnya masing-masing bagi proses pendidikan di keluarga penggerakkan ini mempunyai arti dan peranan yang sangat penting, sebab diantara fungsi manajemen lainnya maka penggerakkan merupakan fungsi yang secara langsung berhubungan dengan manusia (pendidik).
Adanya tenaga pendidik tentulah rencana pendidikan yang meskipun telah diformulirkan secara baik hanya di atas kerja saja. Di sini, fungsi penggerakkan berperan sebagi pendorong tenaga pendidik untuk segera melaksanakan aktivitas. Menurut Terry dalam S.P. Hasibuan (1995:176) penggerakkan adalah membuat semua anggota kelompok agar mau bekerjasama dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dari usaha-usaha penggerakkan.
Pendidikan dalam hal ini adalah orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam menanamkan akhlak bagi anaknya sangatlah penting karena fase anak adalah paling baik untuk menanamkan nilai-nilai akhlak. Metode yang tepat dalam pendidikan ini dengan metode keteladanan (al-uswah) yaitu proses pembentukkan anak secara langsung memberikan tingkah laku yang baik karena aktivitas orang tua merupakan proses pendidikan bagi anaknya secara tidak langsung, oleh karena itulah harus dibiasakan dengan teladan yang baik dari orang tuanya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh HR. Turmudzi:

مانحل والدو لدا افضل من ادب حسن

“Tidak ada pemberian dari orang tua terhadap anaknya yang lebih utama daripada pendidikan moral (akhlak) yang baik." (Nasih Ulwan, 1992:188).
d.      Pengawasan
Fungsi berikutnya dari manajemen adalah pengawasan atau controlling. Menurut Soewarno (1996:143) pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujua serta kebijakan yang telah ditentuka. Tujuan utamanya adalah agar pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara efisien, sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam pelaksanaan pendidikan akhlak, fungsi pengawasan ini menjadi penting artinya terutama dalam rangka mencapai keberhasilan proses pendidikan tersebut. Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri menurut alamnya akan menjadi manusia yang hidup dengan nafsunya dan kemungkinan besar anak itu tidak patuh terhadap pendidikan yang telah diajarkan. Dari uraian tersebut, nampak jelas bahwa pengawasan dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga merupakan aktivitas penting yang perlu dilakukan oleh orang tua, sebab mereka merupakan alat pengaman dan sekaligus dinamisator jalannya proses pendidikan.
Maksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendatangi anak dalam upaya membentuk moral dalam mempersiapkan secara psikis dan sosial Islam dengan prinsipnya yang universal dan peraturannya yang abadi mendorong orang tua selalu mengawasi dan mengontrol anak mereka dalam setiap segi kehidupan dan aspek kependidikan. Setiap orang tua haruslah memperhatikan masalah pendidikan akhlak dan rohani setiap waktu, dalam prakteknya pengawasan bisa dilakukan oleh kedua orang tua, ataupun ibu yang berfungsi sebagai pengawas sebab ia selalu berada di rumah.
3.      Dasar Pendidikan Pembiasaan
a.       Perencanaan
Fungsi pertama dalam manajemen adalah perencanaan. Dalam pandangan Manullang (1992:21) perencanaan secara sederhana adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Suatu rencana dapat dikategorikan baik bila disusun sesuai dengan realitas, dapat dilaksanakan tanpa adanya perubahan atau hambatan yang berarti. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan pendidikan pembiasaan bagi anak dengan menanamkan pada pembiasaan shalat, membaca qur'an dan berdo'a yang dilakukan secara berangsur-angsur tanpa adanya unsur paksaan. Pembiasaan di atas perlu ditanamkan secara baik pada anak guna menanamkan nilai yang dapat mempengaruhi kebiasaan itu, baik pada jiwa anak tertanam perilaku tanpa adanya dorongan dari orang tua, sebab dengan pembiasaan sejak dini akan sangat baik hasilnya sehingga membentuk pribadi yang soleh.
1)      Pembiasaan shalat
Dalam kaitan ini hal yang penting adalah pembiasaan pada anak untuk melakukan shalat, karena shalat merupakan pondasi dalam Islam sehingga dalam hal ini, anak perlu dibiasakan untuk melaksanakan shalat sejak dini. Sebagaimana Nabi saw selalu menekankan akan pentingnya anak dilatih untuk shalat yaitu ketika usia 7 tahun sehingg anak nantinya akan terbiasa sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Hakim, sebagai berikut:

علموا الصبي بالصلاة لسبع سنين واضربوا عليها اذاتركو الصلاة لعشر سنين

“Ajarilah anak-anakmu mengerjakan shalat sejak usia 7 tahun dan pukullah jika mereka enggan mengerjakan shalat katika 10 tahun" (Ulwan, 1992:62)

2)      Pembiasaan membaca qur'an
Nabi saw menyuruh para orang tua untuk membiasakan pada anak mereka tentang mencintai Nabi saw, ahli-bainya dan membaca qur'an. Pembiasaan membaca qur'an juga perlu ditanamkan sejak dini dengan pemahaman yang sederhana, misalnya pengenalan tajwid atau cara membaca qur'an. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh At-Thabrani:

اذبوا اولادكم على ثلاث خصال: حب نبيكم وحب ال بيته وثلاوة القران

“Didiklah anak-anak kalian dengan tiga hal: mencintai Nabi, ahli bait dan membaca qur'an” (Ulwan, 1992:210)
Dalam muqqadimah-nya Ibnu Khaldun mengisyaratkan betapa pentingnya mengajarkan qur'an pada anak-anak beliau menjelaskan bahwa mengajarkan qur'an merupakan dasar pengajaran, sebab hal ini merupakan salah satu syiar agama juga dalam Ihya-nya Imam Ghazali mewasiatkan hendaknya anak diajari qur'an, hadits dan sebagainya, hal ini tidak lain supaya mereka fasih dan terbiasa (Ulwan, 1992:210).
3)      Pembiasaan berdo'a
Orang tua hendaknya membiarkan anak untuk menerapkan do'a-do'a yang ma'tsur dengan jalam menghapal do'a yang penting seperti do'a makan dan sesudahnya, bangun tidur dan sesudahnya serta bepergian (sekolah)
Pembiasaan adalah salah satu alat pendidik yang penting sekali terutama bagi anak-anak oleh karena itu sebagai permulaan pendidikan sehingga anak dapat menurut dan taat pada peraturan dengan jalan pembiasaan sebagaimana Imam Ghazali mengatakan bahwa anak adalah amanah di tangan orang tuanya, maka apabila ia dibiasakan pada suatu yang baik maka akan tumbuh dengan baik pula (Atiyah Al-Abrasyi, 1979:114).
b.      Pengorganisasian
Setelah perencanaan, maka pengorganisasian merupakan tahapan berikutnya dalam manajemen. Seperti yang telah dikemukakan di awal bahwa pengorganisasian maksudnya penyusunan organisasi personal dan pembagian kerja yang kemudian menimbulkan suatu koordinasi kerja yang baik sehingga dalam pelaksanaannya terdapat komunikasi aktif antara satu dengan lainnya. Jadi dengan demikian apabila dihubungkan dengan pendidikan pembiasaan bagi anak selayaknya yang paling berperan dalam hal ini adalah ibu sebab seorang ibu kadang lebih dekat hubungannya dengan anak mereka, oleh sebab itu setiap aktivitas yang berhubungan dengan materi selayaknya menyertakan anak sehingga pembiasaan itu dapat membekas.
Menurut Ngalim Purwanto (2000:178) langkah-langkah penting dalam hal pembiasaan, antara lain:
1.      Mulailah pembiasaan itu sejak dini, jadi sebelum anak itu mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan
2.      Pembiasaan itu hendaknya terus menerus di jalankan teratur
3.      Pembiasaan yang mula-mula mekanistis itu harus menjadi pembiasaan
Langkah di atas, merupakan tiga daripada orang tua dalam menanamkan pembiasaan pada anak, wajarlah apabila semenjak kecil anak masih dalam lingkungan keluarga, maka orang tua melatih diri anak dengan perbuatan-perbuatan yang baik. Misalnya anak dibiasakan mengerjakan shalat, membaca qur'an dan berdo'a, sebab dengan cara ini mereka dikemudian hari akan tertanam dan terpatri sifat-sifat baik tanpa adanya paksaan dari orang tua, sehingga pembiasaan itu akan terus berulang jika sudah tertanam pada diri anak. Para penganut behaviorisme juga mengutamakan pentingnya pembiasaan itu dalam pendidikan, aliran ini menganggap bahwa dasar atau keturunan itu tidak ada hasil pendidikan, pendidikan banyak ditentukan oleh pengaruh  yang diterima dari luar dalam hal ini yakni kedua orang tuanya.
c.       Penggerakkan
Setelah rencana pendidikan ditetapkan, begitu pula tugas dalam rangka pencapaian tujuan itu dibagikan maka tindakan berikutnya adalah penggerakkan atau actuating. Bagi proses pendidikan di keluarga penggerakkan itu mempunyai arti dan peranan yang sangat penting sebab diantara fungsi manajemen lainnya. Maka penggerakkan merupakan realisasi program dari suatu aktivitas dan rencana yang telah ditentukan.
Menurut Nasih Ulwan (1992:60) adapun system Islam dalam membentuk pribadi anak adalah besandarkan pada dua dasar pokok, yaitu pengajaran dan latihan. Pengajaran disini ialah pendekatan aspek teoritis dalam upaya pembentukkan anak, sedangkan latihan segi praktek nyata dalam proses pembentukkan dan persiapannya. Periode anak hendaknya lebih banyak mendapatkan pengajaran dan latihan ketimbang pada usia berikutnya suatu kemestian bagi orang tua menekankan pengajaran sejak dini untuk melakukan kebaikan seperti materi di atas.
Dimuka telah diuraikan pendapat Imam Ghazali bahwa anak merupakan amanah bagi orang tuanya, jika dilatih dalam hal baik maka ia akan tumbuh dengan kebiasaan tersebut. Sebagaimana Nabi saw menyuruh para orang tua untuk mengajarkan pada anak shalat pada usia 7 tahun meliputi rukun shalat, bilangannya, dan bacaannya. Setelah itu menyertai anak dalam melaksanakannya secara bersama-sama. Dengan kata lain, teori dipadukan dengan praktek nyata akan membentuk persiapan pribadi yang baik.
Dengan demikian orang tua hendaknya semaksimal munkin dalam melaksanakan kewajiban pendidikan pada anak berupa pembiasaan dan memperbanyak latihan, atau memberikan petunjuk-petunjuk yang dapat memotivasi anak, sesekali orang tua boleh memberikan sanksi jika ia melakukan kesalahan (Atiyah Al-Abrasy, 1970:64). Semua cara ini memberikan arti positif dalam membiasakan anak dengan keutamaan-keutamaan.
d.      Pengawasan
Fungsi terakhir dari manajemen adalah pengawasan atau controlling. Yang dimaksud dengan pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijakan yang telah ditentukan (Soewarno, 1996:143)
Dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga, fungsi pengawasan ini menjadi penting artinya terutama dalam rangka mencapai keberhasilan proses pendidikan. Maksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam segala aktivitas yang dilakukan guna membentuk pribadi anak. Mengawasinya, mempersiapkannya dan menanyakan secara terus menerus oleh orang tua sangat penting artinya guna mengevaluasi sejauh mana pendidikan yang telah diajarkan itu dilaksanakan secara baik atau tidak. Demikian pula aliran psikologi individual mengutamakan pentingnya pembiasaan itu dalam pendidikan dan memandang kecil arti bakat dan keturunan.
Pengawasa berate mendampingi anak dalam setiap aspek kependidikan dalam prakteknya berarti orang tua mendampingi anak dalam hal ini:
1)      Mendampingi anak dalam melaksanakan shalat atau secara bersama-sama.
2)      Mendampingi anak dalam membaca qur'an
3)      Mendampingi anak dalam berdo'a
Para filosof pendidikan Islam seperti Al-Ghazali dan Ibnu Sina telah menyuarakan supaya pembiasaan tingkah laku pada anak dilakukan sejak kecil, sebagaimana pepatah Arab "Siapa yang membiasakan sesuatu diwaktu kecilnya, maka diwaktu tuanya akan terbiasa". (Atiyah Al-Abrasy, 1970:112)
4.      Dasar Pendidikan Sosial
a.       Perencanaan
Perencanaan atau planning merupakan fungsi pertama dari manajemen. Menurut S.I. Hasibuan (1995:94) planning adalah fungsi dasar atau fundamental manajemen karena organizing, actuating dan controlling pun harus terlebih dahulu direncanakan. Denagn demikian betapa pentingnya kedudukan perencanaan dalam sebuah kegiatan atau aktivitas. Menurut Muhammad Rifa'I (1986:72) mengemukakan bahwa perencanaan merupakan "prequisilte to action" artinya sebuah pra syarat dalam bertindak, berhasil tidaknya suatu usaha ditemukan oleh matangnya dan lengkapnya perencanaan.
Dengan perencanaan, penyelenggaraan pendidikan sosial di keluarga dapat berjalan secara lebih terarah dan teratur rapi. Hal ini bisa terjadi sebab dengan pemikiran yang matang mengenai hal apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya. Kegaitan apa yang mesti mendapat prioritas. Jadi dalam pendidikan sosial dikeluarga orang tua mempunyai tanggung jawab besar dalam mendidik anak untuk terikat oleh tata-krama kemasyarakatan dan menegakan dasar-dasar sosial yang mulia bersumber dari nilai Islam dan kedalaman emosional persaudaraan sehingga anak mampu tampil di tengah-tengah masyarakat Islam dengan modal yang baik.
Pendidikan sosial meliputi berbagai hal, menurut Nasih Ulwan (1992:150) dasar pendidikan sosial bagi anak, antara lain:
1.      Memelihara hak orang lain
2.      Tata cara bergaul
3.      Menghormati dan tata-krama pada masyarakat
Jelaslah bahwa sarana-sarana tersebut di atas mengandung usaha penelusuran moral dan tingkah laku anak, persiapan sosial dan psikologis agar ia menjadi penunjang positif dalam masyarakat. Cara inilah yang menjadi titik tolak Islam dalam upaya perbaikan dan pembiinaan.

b.      Pengorbanan
Fungsi kedua manajemen setelah perencanaan adalah pengorganisasian. Menurut Terry (1985:82) pengorganisasian adalah proses pengelompokkan kegiatan-kegiatan seorang manager yang mempunyai kekuasaan. Hadari Nawawi dalam bukunya Administrasi Pendidikan (1988:20) mengemukakan bahwa setelah perencanaan ditata sedemikian rupa, kemudian disusun suatu organisasi pendidikan yang meliputi organisasi personal, pembagian kerja serta struktur keorganisasian yang kemudian menimbulkan suatu koordinasi kerja yang baik, sehingga dalam pelaksanaan pendidikan dikeluarga terdapat suatu komuniakasi aktif antara pihak yang satu dengan yang lainnya.
Jadi dengan demikian apabila dikaitkan dengan pendidikan sosial, maka pengorganisasian dapat dirumuskan sebagai aktivitas menyusun suatu kerangka kerja yang menjadi wadah bagi setiap usaha pendidikan di keluarga. Adapun pengorganisasian yang meliputi materi-materi sebagaimana diungkap di awal antara lain:
1)      Tata cara Bergaul
2)      Memlihara hak orang  lain
3)      Menghormati dan tata-krama pada Masyarakat (Ulwan, 1992:150)
Dalam prakteknya, dimana dalam hal ini orang tua harus secara berasama-sama memberikan pendidikan sosial kerena sifat yang cukup luas, juga berhubungan dengan orang lain. Dimana antara ayah dan ibu yang mendukung usaha kerjasama itu mengetahui pekerjaan apa yang harus dilaksanakan, sampai sejauh mana wewenang serta jalinan hubungan satu dengan lainnya dalam rangka usaha kerjasama itu.
c.       Penggerakkan
Setelah rencana pendidikan di keluarga ditetapkan, begitu pula setelah kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan itu di bagi-bagikan pada pendidikan maka tindakan berikutnya adalah penggerakkan atau actuating. Penggerakkan sebenarnya merupakan inti manajemen hal ini disebabkan karena fungsi perencanaan dan pengorganisasian akan berhasil dan baik apabila sudah dilaksanakan dengan baik dan benar-benar sesuai dengan rencana.
Manurut Ishak Solih (1990:62) fungsi penggerakkan dalam melaksanakan perancangan mengenai pengembangan pendidikan ini hendaknya memegang penciptaan dan penerusan keinginan oleh setiap anggota kelompok kerja untuk melaksanakan kewajiban sesuai pelaksana pengembang, sesuai dengan tugasnya masing-masing. Bagi proses pendidikan di keluarga penggerakan ini mempunya arti dan peranan yang sangat penting sebab diantara fungsi manajemen lainnya maka penggerakkan merupakan fungsi yang secara langsung berhubungan dengan manusia (pendidik).
Tanpa adanya tenaga pendidikan tentulah rencana pendidikan yang meskipun telah diformulir secara baik hanya akan di atas kerja saja. Disini, fungsi penggerakkan berpesan sebagai pendorong tenaga pendidik untuk segara melaksanakan aktivitas. Orang tua sebagai pendidikan anaknya harus mengajarkan tata cara bergaul dengan orang lain, melaksanakan hak-hak orang lain. Jika di dapati melalaikan kewajiban pada dirinya dan orang tuanya juga orang lain maka ayah atau itu harus menjelaskan dampak negative sikap tersebut. Begitulan seterusnya sehingga besar kemungkinan ia akan menjadi manusia yang tahu diri, bijak serta menghormati orang lain.
d.      Pengawasan
Fungsi berikutnya dari manajemen adalah pengawasan atau controlling. Menurut Soewarno (1996”143) pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan serta kebijakan yang telah ditentukan. Tujuan utamanya adalah agar hasil pelasanaan pekerjaan diperoleh secara efisien, sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam pelaksanaan pendidikan sosial, fungsi pengawasan ini menjadi penting artinya terutama dalam rangka mencapai keberhasilan proses pendidikan tersebut. Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri menurut alamnya akan menjadi manusia yang hidup dengan nafsunya dan kemungkinan kemungkinan besar anak itu tidak patuh terhadap pendidikan yang telah diajarkan. Dari uraian tersebut, nampak jelas bahwa pengawasan dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga merupakan aktivitas penting yang perlu dilakukan oleh orang tua, sebab mereka merupakan alat pengaman dan sekaligus dinamisator jalannya proses pendidikan.
Dalam prakteknya, orang tua disini bertindak sebagai pengawas intern terhadapa jalannya pendidikan sosial di keluarga sebab mereka merupakan alat pengaman sekaligus dinamisator jalannya proses pendidikan tersebut. Apabila terjadi penyimpangan maka orang tua harus segera mengambil tindakan perbaikan dan pembetulan sehingga pelaksanaannya sesuai dengan rencana dan tujuan yakni membentu anak yang bertata-krama tinggi.
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat disebabkan karena kurang mampunya orang tua dalam melaksanakan pendidikan pada anaknya, atau dapat juga disebabkan karena tidak tersedianya waktu yang cukup untuk mendidik anaknya. Maka dari hal itu perlu adanya tindakan preventif dari orang tua melalui pantauan orang lain yang ditugaskan.
5.      Dasar Pendidikan Intelek
  1. Perencanaan
Perencanaan atau planning merupakan fungsi pertama dari manajemen. Menurut S.P. Hasibuan (1995:94) planning adalah fungsi dasar atau fundamental manajemen karena organizing, actuating dan controlling pun harus terlebih dahulu direncanakan. Dengan demikian betapa pentingnya kedudukan perencanaan dalam sebuah kegiatan atau aktivitas. Menurut Muhammad Rifa’i (1986:72) mengemukakan bahwa perencanaan merupakan “prequisilt to action” artinya sebuah pra-syarat dalam bertindak, berhasil tidaknya suatu usaha ditentukan oleh matangnya dan lengkapnya perencanaan. Adapun yang harus diperkirakan dan diputuskan oleh orang tua dalam perencanaan pendidikan intelek itu mencakup segi-segi yang cukup luas.
Menurut Nasih Ulwan (1992:402) pendidik hendaknya harus menyediakan sarana-sarana yang bermanfaat dan bervariasi sehingga otak, pemikiran dan ilmu pengetahuan anak semakin berkembang, antara lain:
  1. Menyediakan perpustakaan khusus buat anak-anak yang berisikan:
1)      Buku aqidah Islam yang menggunakan bahasa cerita dan mudah di cerna
2)      Buku mengenai sirah nabi dengan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti
3)       Buku pemikiran umum yang sesuai dengan tingkatan pemahaman anak
  1. Menggunakan slide, sarana ini bermanfaat untuk menumbuhkan persepsi anak yang berhubungan dengan hakikat ilmu, kebudayaan Islam masa lalu dan pengarahan pendidikan
  2. Sesekali mengunjungi museum, hal ini akan menumbuhkan cakrawala baru bagi anak berupa pengetahuan, kebudayaan dan sejarah disamping akan memperkuat emosi anak.
Semua ini akan berguna baginya dimasa depan oleh karena itu, usahakanlah agar anak-anak terbuasa terbimbing kearah sana agar mereka menjadi orang-orang yang pandai. Berarti inilah tujuan utama dari pendidikan intelek bagi anak yaitu membina anak agar menjadi orang yang berpengetahuan.
  1. Pengorganisasian
Setelah perencanaan, maka pengorganisasian merupakan tahapan kedua dari manajemen. Menurut S.P. Hasibuan (1995:121) pengorganisasian adalah penetapan pekerjaan yang harus dilakukan pengelompokkan tugas-tugas dan membagi-bagi tugas antara ayah dan ibu, dan mengelompokkan pekerjaan yang garus dilaksanakan serta menetapkan jalinan hubungan kerja satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena dnegan jalam membagi tugas antara ayah dan ibu maka akan lebih terperinci dan mencegah timbulnya akumulasi pekerjaan yang meliputi berbagai hal sebagaimana dalam pernecanaan.
  1. Penggerakkan
Menurut S.P. Hasibuan (1995:176) penggerakkan adalah proses ralisasi dari seseorang yang secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian. Dari uraian ini jelaslah bahwa penggerakkan merupakan fungsi yang sangat penting bahkan menentukan jalannya kegiatan pendidikan intelek di keluarga secara bergairah untuk mencapai tujuan yang diterapkan.
Menurut Nasih Ulwan (1992:407-410) langkah-langkah terpenting dalam penggerakkan untuk pendidikan intelek, antara lain:
1.      Menanamkan gemar membaca pada anak, disini orang tua hendaknya menerangkan serta membandingkan keutamaan orang yang beilmu dan tidak berilmu. Dengan alasan ini sehingga anak akan terpacu untuk belajar dan mengkaji terus, jiwanya akan tergerak karena kerinduan pada ilmu karena dengan berilmu maka akan mempunyni kedudukan tinggi disis Allah dan manusia.
2.      Menyelenggarakan perlombaan antara anak-anak, cara ini adalah untuk menemukan dan memberi semangat anak terhadap pekerjaan dan prestasi baiknya. Memuliakan anak atau memberikan semangat baik dengan hadiah atau pun ucapan manis.
3.      Memberikan pengertian pada anak bahwa apa yang ia baca dan pelajari itu bermanfaat besar dan akan mendapatkan pahala, disamping akan menambah ilmu sehingga anak termotivasi untuk selalu membaca.
  1. Pengawasan
Fungsi berikutnya dari manajemen adalah pengawasan atau controlling. Menurut Soewarno (1996:143) pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan serta kebijakan yang telah ditentukan. Tujuan utamanya adalah agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara efisien, sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam pelaksanaan pendidikan sosial, fungsi pengawasan ini menjadi penting artinya terutama dalam rangka mencapai keburhasilan prose pendidikan tersebut. Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri menurut alamnya akan menjadi manusia yang hidup dengan nafsunya dan kemungkinan besar anak itu tidak patuh terhadap pendidikan yang telah diajarkan. Dari uraian tersebut, nampak jelas bahwa pengawasan dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga merupakan aktivitas penting yang perlu dilakukan oleh orang tua, sebab mereka merupakan alat pengaman dan sekaligus dinamisator jalannya proses pendidikan.
Dalam prakteknya, orang tua bersama-sama bertindak sebagai pengawas terhadap jalannya proses pendidikan. Pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam upaya mebentuk intelek anak, demikian pula aturan dan larangan dapat berjalan dan ditaati dengan baik jika disertai dengan pengawasan yang terus menerus dalam artian orang tua hendaknya konsekuen terhadap aturan yang telah disepakati bersama.
6.      Dasar Pendidikan Kewarga Negaraan
a.       Perencanaan
Fungsi pertama dalam manajemen adalah perencanaa. Dalam pandangan Manullang (1992:21) perencanaan secara sederhana adalah penentuan serangkaian tidakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Suatu rencana tanpa adanya perubahan atau hambatan yang berarti. Dalam pasal ini, maka tanpa adanya perubahan atau hambatan yang berarti. Dalam pasal ini, maka tujuan pendidikan diarahkan pada mendidik anak menjadi manusia yang bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Perencanaan pendidikan ini berarti menjadikan anak menjadi warga negara yang baik, maka tugas orang tua dalam hal ini menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 45, dengan menekankan pada aspek-aspek:
1)      Mengetahui hak dan kewajiban
2)      Menanamkan rasa kesetiakawanan sosial
3)      Bertanggung jawab
Tujuan terpenting dalam pendidikan ini pada dasarnya adalah mebentuk kepribadian anak agar selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila ataupun norma yang berlaku di masyarakat serta mengetahui apa yang menjadi peraturan negara. Dalam kaitan ini John Dewey bahwa pendidikan menurutnya membentuk manusia untuk menjadi warga negara yang baik, untuk itu baik keluarga maupun sekolah diajarkan segala sesuatu pada anak yang perlu bagi kehidupannya dalam masyarakat (Ngalim Purwanto, 2000:24).
Selain orang tua harus mendorong anaknya untuk mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun dalam mengajarkan materi seperti di atas maka orang tua harus menggunakan metode yang tepat supaya tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik. Tujuan diadakannya metode adalah menjadikan proses dan hasil pendidikan lebih berdaya guna dan berhasil tepat Menurut Ahmad Tafsir 1997:34) metode yang tepat dalam hal ini yaitu ceramah, dialog atau diskusi, karena metode ini membiarkan uraian dan pemahaman yang lebih terperinci. Metode ceramah yakni pemberian informasi yang dilakukan dengan cara penerangan secara lisan, sedangkan metode dialog yakni penyajian suatu topik masalah yang dilakukan melalui dialog antara orang tua dengan anaknya.
Dengan langkah di atas, maka perencanaan akan semakin mudah dilaksanakan mengingat dalam perencanaan banyak hal yang mesti dipertimbangkan seperti bahan materi, tujuan yang dicapai dan bagaimana cara menerapkannya. Hal ini merupakan landasan dari perencanaan.
b.      Pengorganisasian
Setelah perencanaan maka pengorganisasian merupakan tahapan berikutnya dalam proses manajemen S.P. Hasibuan (1995:121) pengorganisasian artinya menentukan pekerjaan yang harus dilakukan pengelompokkan tugas-tugas dan membagi pekerjaan yang harus dilakukan, pengelompokkan tugas-tugas dan membagi pekerjaan pada setiap orang. Jadi apabila dihubungkan dengan pendidikan, kewarganegaraan dapat dirumuskan sebagai aktivitas menyusun kerangka kerja dengan jalan membagi tugas antara ayah dan ibu, sehingga satu dengan lainnya terjalin hubungan kerja.
Menurut Abdul Rosyad Saleh (1997:79) adapun langkah-langkah dalam pengorganisasian, meliputi:
1.      Mengelompokkan tindakan pada kesatuan tertentu
2.      Menentukan dan merumuskan tugas masing-masing kesatuan
3.      Memberikan wewenang pada masing-masing pelaksana
4.      Menetapkan jalinan hubungan
Akhirnya dengan langkah tersebut dimana masing-masing orang tua menjalankan tugasnya pada kesatuan kerja yang telah ditentukan akan memudahkan orang tua dalam mengadakan evaluasi pendidikan tersbut. Dalam prakteknya, bisa dilakukan oleh ayah dengan memberikan pemahaman dasar tentang hak dan kewajiban, kesetiakawanan sosial, bertanggung jawab, sedangkan tugas itu bisa mengevaluasi sejauh mana pengajaran yang telah diberikan. Walaupun sifatnya sederhana hal ini memudahkan dalam pelaksanaannya.
c.       Penggerakkan
Menurut S.P Hasibuan (1995:176) penggerakkan adalah proses realisasi dari seseorang yang secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian. Dari uraian ini jelaslah bahwa pernggerakkan fungsi yang sangat penting bahwa menentukan jalannya proses pendidikan di keluarga. Tujuannya meminta para orang tua untuk melakukan kegiatan pendidikan intelek di keluarga secara bergairah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Penggerakkan pendidikan kewargaan di keluarga berarti proses menggerakkan orang tua untuk melakukan aktivitas pendidkannya. Menurut Abdul Rosyad Saleh (1977:112) bahwa penggerakkan meliputi, motivasi, pembimbingan dan penjalinan komunikasi. Menurut Maslow (1970) bahwa adalah suatu proses yang menentukan tingkat kegiatan, intensitas, konsistensi dan arah umum dari tingkah laku manusia (Slameto, 1995:17), motivasi ini dapat diberikan pada anak dengan cara memberikan pengertian yang dapat dimengerti oleh anak, mengingat bahwa anak merupakan fase yang sangat butuh akan dorongan dari orang tuanya, begitu juga pembimbingan dan komunikasi sangat penting artinya guna mengarahkan anak untuk melakukan hal-hal semestinya dilakukan sebagaimana yang telah diajarkan oleh orang tuanya sehingga pada diri anak akan timbul rasa tanggung jawab penuh.
d.      Pengawasan
Fungsi yang terkhir dari manajemen adalah pengawasan atau controlling. Yang dimaksud dengan pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijakan yang telah ditentukan (Soewarno, 1996:143).
Dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga, fungsi pengawasan ini menjadi penting artinya terutama dalam rangka mencapai keberhasilan proses pendidikan. Maksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam, segala aktivitas yang dilakukan guna membentuk pribadi anak. Mengawasinya, mempersiapkannya dan menanyakan secara terus menerus oleh orang tua sangat penting artinya guna mengevaluasi sejauh mana pendidikan yang telah diajarkan itu dilaksanakan secara baik atau tidak. Demikian pula aliran psikologi individual mengutamakan pentingnya pembiasaan itu dalam pendidikan dan memandang kecil arti bakat dan keturunan.
Pengawasan berarti mendampingi anak dalam setiap aspek kependidikan, dalam prakteknya berarti orang tua mendampingi anak dalam hal:
1)      Mendampingi anak dalam pengajaran hak dan kesetiakawanan sosial
2)      Mendampingi anak dalam menerapkan kesetiakawanan sosial
3)      Mendampingi anak dalam menerapkan tanggung jawab
Orang tua harus memperlihatkan cara anak melaksanakan hak dan kewajiban, adapun hak anak adalah mendapatkan penghidupan, pendidikan dan pemeliharaan yang layak, sedangkan kewajiban adalah berbakti pada orang tua dengan menjalankan apa yang diperintahkannya. Begitu juga orang tua harus memberikan pengertian rasa keistimewaan sosial antara dirinya dengan temannya seperti bersikan adil, peduli dan sebagainya sehingga anak akan timbul rasa tanggung jawab penuh. Inilah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yakni bagaimana bersikap dengan orang lain pada khususnya, sebab kewarganegaraan adalah materi yang berhubungan dengan norma-norma yang ada di lingkungan masyarakat.



C.    Faktor Penunjang dan Penghambat Penerapan Fungsi-Fungsi Manajemen Pendidikan Agama di Keluarga
1.      Faktor Penunjang
Manajemen merupakan ilmu dan seni dalam operasi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Manajemen sebagai suatu ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasikan, atau kesatuan pengetahuan yang telah diorganisasikan. Dalam pelaksanaannya, manajemen memiliki fungsi-fungsi yang secara mendasar dijadikan sebagai titik tolak aplikasi manajemen dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu manajemen pada dasarnya dapat dilihat pada keberhasilan seorang manajer dalam menerapkan fungsi-fungsi tersebut. Demikian halnya dalam manajemen tersebut terletak pada keberhasilan pimpina pendidikan agama di keluarga yakni orang tua dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen. Menurut Bedjo Siswanto (1990:28) ada tiga peran pokok manajer yang dikatakan berhasil dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen, yakni:
a.       Peran antar pribadi
b.      Peran informasi
c.       Peran pengambil keputusan
Dalam peran antar pribadi manajer yang berhasil menerapkan fungsi-fungsi manajemen adalah harus bertindak sebagai tokoh, pemimpin dan sebagai penghubung agar organisasi yang dimenej berjalan dengan lancar. Orang tua sebagai manajer dalam pelaksanaan pendidikan agama di keluarga berkedudukan sebagai tokoh. Dalam kedudukannya sebagai tokoh orang harus memperlihatkan sikap-sikap ketokohan pada anaknya dan seluruh anggota keluarga. Kemudian sebagai pemimpin, orang tua perlu memberikan sikap ketegasannya di depan anak-anak mereka sehingga anak akan segan pada orang tuanya. Demikian pula sebagai penghubung, maka kedudukan orang tua harus mampu menghubungkan antara kepentingan anak dengan orang tua harus mampu menghubungkan antara kepentingan anak dengan orang tua sehingga terjadi harmonisasi hubungan antara keduanya. Dengan demikian berarti faktor peran antara pribadi merupakan faktor penunjang bagi penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam pendidikan agama di keluarga.
Peran kedua adalah peran informasi, dalam peranannya orang tua bertindak sebagai pengumpul dan penyebar informasi. Dalam hal ini orang tua harus memberikan tiga peran yaitu peran pemantau, penyebar, dan juru bicara. Sebagai seorang pemantau orang tua secara kontinu mencari informasi yang sangat dimanfaarkan secara efektif mengenai kondisi keagamaan anaknya, kemudian sebagai penyalur orang tua menyalurkan pada anaknya informasi penting mengenai hal-hal yang berkaitan dengan akhlak atau lainnya yang terjadi di luar, sebagai juru bicara orang tua menyampaikan informasi yang dikumpulkan dari luar kemudian disampaikan pada anaknya. Hal ini dimaksudkan guna memberikan informasi yang benar mengenai berita-berita yang diterima anak dan orang lain.
Peran ketiga adalah pengambil keputusan, dalam hal ini orang tua harus bertindak sebagai pengambil keputusan yang memiliki kewibawaan di depan anaknya terutama dalam rangka menimbulkan ketegangan dalam pelaksanaan pendidikan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut faktor penunjang bagi penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam pendidikan agama di keluarga sebagaimana dikemukakan di atas.
2.      Faktor Penghambat
Sebagaimana telah disinggung dalam pembahasan terdahulu bahwa menajemen selain sebagai ilmu juga sebagai seni. Sebagai ilmu pelaksanaan manajemen membutuhkan kerangka ilmiah, sedangkan sebagai seni pelaksanaan menajemen membutuhkan pengalaman yang mendalam dari seorang manajer oleh karenanya mutlak diperlukan. Penerapan terhadap fungsi-fungsi manajemen dalam palaksanaannya tidak semua membalikkan telapak tangan, hal ini karena mengingat keberhasilan seorang manajer dalam hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Faktor yang dapat menghambat keberhasilan penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam pendidikan agama dikeluarga, misalnya kemampuan orang tua tentang ilmu manajemen, kondisi keluarga yang tidak harmonis, kurangnya kerjasama antara orang tua, keterbatasan waktu orang tua melakukan pendidikan pada anaknya karena sibuk di kantor atau sebagainya.
Dari uraian ini nampak jelas bahwa dalam penerapan fungsi-fungsi manajemen tidak terlepas dari faktor penunjang dan penghambat. Tinggal personalnya adalah kemampuan orang tua selaku manajer dan sekaligus sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak dalam mengaplikasikan pendidikan agama di keluarga.