flash compugraphics

Segala sesuatu yang berhubungan dengan karya ilmiah

Sabtu, 06 April 2013

ETIKA PENDIDIKAN PERSPEKTIF KEBIJAKAN MEMBERDAYAKAN POTENSI PENDIDIKAN TINGGI



A.    Pendahuluan
Saat ini dunia pendidikan ditantang untuk menjawab perubahan global yang terjadi begitu cepat, seperti pasar bebas (free trade), tenaga kerja bebas (free labour), perkembangan masyarakat masyarakat informasi, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Tetapi hari ini juga bangsa Indonesia dihadapkan pada fenomena yang sangat dramatis, yakni rendahnya peringkat daya saing Indonesia yang dapat dipandang sebagai indikator bahwa pendidikan di Indonesia belum mampu menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu dengan kemampuan bersaing yang memadai sebagaimana dilaporkan oleh the World Competitiveness Yearbook yang diterbitkan oleh International Institute for Management Development. Menurut catatan UNDP, pada tahun 2011 HDI (Human Development Index) Indonesia menempati peringkat 124, bandingkan dengan Brunei ke-33, Singapura ke-26, Malaysia ke-61, Thailand ke-103 dan Srilangka ke-97.[1] Peringkat Indonesia ini menunjukkan posisi negara sedang berkembang. Rendahnya peringkat daya saing Indonesia di pusat global juga digambarkan pada permasalahan yang menyangkut produktivitas sektor industri dan perdagangan.
Tantangan berikutnya adalah penyerahan sebagai wewenang pusat kepada daerah melalui mekanisme ekonomi daerah. Beberapa isu sentral yang mencuat ke permukaan sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagaimana dikemukakan oleh Kuncoro (2004) di antaranya (1) bergesernya egoisme sektoral menjadi fanatisme daerah. Sehingga pelaku pembangunan lebih mengutamakan putra daerah, yang terkadang mengabaikan kualitas; (2) adanya tendensi masing-masing daerah, yang mementingkan daerahnya sendiri, terutama dalam mengumpulkan Pendapatan Asli Daerah (PAD); (3) lemahnya koordinasi antar sektor dan antar daerah; dan (4) dengan otonomi daerah diharapkan terjadi perubahan paradigma dari sentralisasi menjadi desentralisasi.
Bertitik tolak dari berbagai problem pendidikan tersebut, maka pada kesempatan ini penulis ingin membahas etika pendidikan perspektif kebijakan memberdayakan potensi perguruan tinggi yang ideal.

B.     Pembahasan
Dalam rangka mensejahterakan rakyatnya, Indonesia mutlak memiliki komitmen dan kemampuan mengikuti dan bisa memenangkan persaingan di tingkat dunia. Untuk itu, Indonesia berusaha sekuat tenaga menjadi lebih terbuka kepada arus perubahan internal maupun eksternal yang positif. Perubahan tersebut mendorong semakin menguatnya kesadaran dan pentaatan kepada hukum (role of law); makin meningkatnya pengaruh kekuatan/peran konsumen. Oleh karena itu globalisasi yang mendorong bergeraknya manusia, modal, teknologi, informasi, barang dan jasa secara cepat dan tidak mengenal batas-batas negara perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam rangka memanfaatkan keunggulan kompetitif dan secara bertahap menciptakan keunggulan kompetitif.
Untuk itu, dituntut sumber daya manusia yang makin berkualitas, terutama yang dicapai melalui pendidikan dan latihan yang mampu mengakomodasikan setiap perubahan yang terjadi. Salah satu tujuan UU No. 20 tahun 2003 adalah memberdayakan potensi perguruan tinggi, menumbuhkembangkan sumber dana penyelenggaraan pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menunjang kebutuhan pendidikan adalah melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan pendidikan termasuk pengambilan keputusan tentang berbagai kebijaksanaan dalam dunia pendidikan. Melalui otonomi daerah, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam rangka itulah, perlu dilakukan reformasi etika pendidikan. Dan pada kesempatan ini penulis akan membahas lebih detail mengenai total quality management (TQM) Perguruan Tinggi, pemberdayaan LPTK dalam meningkatkan kualitas pendidikan, pemberdayaan LPTK dalam pembaharuan sistem manajemen mutu lembaga pendidikan (Sekolah dan Disdik Kabupaten/Kota).
Menurut Zaenudin dan Nurwidiatmo bahwa tujuan dari reformasi adalah educated and civilized human being dalam rangka mewujudkan masyarakat madani, yaitu masyarakat yang cerdas dan bermoral, mampu berdiri sendiri dan bekerja sama dengan orang lain. Dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di tengah-tengah globalisasi dalam abad pertengahan ini. Reformasi etika pendidikan dimulai dari keluarga, karena keluarga merupakan bagian kehidupan dalam masyarakat yang pertama dan utama bagi seorang anak. Pola  asuh yang diberikan terutama penanaman nilai-nilai moral yang membentuk anak menjadi anak jujur, konsisten, bersikaf positif, terbuka, bertanggungjawab, dan memiliki pengetahuan serta kreativitas.
Menurut Engkoswara titik berat pendidikan dalam keluarga adalah akhlak mulia minimal hidup bersih dan sehat, disiplin dalam melakukan setiap kegiatan dalam keluarga seperti belajar teratur, hormat menghormati, dan sebagainya. Hal ini akan mendidik mereka mampu melakukan, meniru hal-hal yang baik untuk keutuhan dan keharmonisan keluarga demi kejayaan suatu masyarakat dan bangsa pada umumnya. Kemudian reformasi etika pendidikan khususnya pada tingkat pendidikan tinggi juga harus dilakukan, baik yang berkaitan dengan kebijakan maupun layanan belajar yang diterima mahasiswa yang menggambarkan etika akademik.
Universitas sebagai Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam spektrum pendidikan tinggi menghasilkan lulusan sebagai tenaga kependidikan. Diteropong dari pekerjaan yang diterjuni lulusannya, tampak bahwa lulusan universitas sebagai LPTK secara sengaja dipersiapkan untuk memangku jabatan tertentu, yaitu tenaga kependidikan di bidang dan jenjang tertentu, misalnya menjadi guru MI, MTs, MA, dan tenaga administrasi pendidikan. Dengan kata lain lulusan Universal (khususnya program studi pendidikan) memang dirancang untuk memasuki profesi tertentu. Dengan posisi semacam itu, sebenarnya universal sebagai LPTK lebih dekat dengan “perguruan tinggi kedinasan” dibanding perguruan tinggi umum.
Jika alur berpikir tersebut diterima, maka secara konsep sebenarnya LPTK tergolong ke dalam vocasional education, meskipun pada jenjang tersier (Evans, 1974). Dengan kata lain secara konsep universal sebagai LPTK lebih dekat dengan pendidikan kejuruan dibandingkan dengan pendidikan umum (liberal education). Sebagai konsekuensinya, maka pemberdayaan dan pengembangan Universitas bekas IAIN, harus betul-betul market oriented. Konsekuensi selanjutnya, pembinaan UIN seharusnya melibatkan secara aktif pihak sekolah dasar, menengah, pendidikan luar sekolah, dan instansi lain sebagai konsumen lulusannya.
Dengan menggunakan paradigma Total Quality Management (TQM), maka dalam merancang dan melaksanakan proses pendidikan di setiap jenjang pendidikan, pengelola harus memberdayakan dan melibatkan LPTK, pihak sekolah, lembaga pendidikan dan instansi lain sebagai pelanggan tersier, dosen dan pemerintah sebagai pelanggan sekunder, serta mahasiswa sebagai pelanggan primer. Mengapa demikian? Sebab, menurut paradigma TQM kualitas LPTK sebagai unit jasa layanan pendidikan, diukur dari kepuasan para pelanggan tersebut (Sallis, 1993, Paul R. Niven 2002). Artinya kualitas LPTK dapat diukur dengan seberapa jauh mahasiswa puas dari layanan pendidikan yang diterima, seberapa jauh dosen puas dengan situasi kerja dan layanan yang diterima, dan seberapa besar pihak sekolah/pengguna lulusan puas dengan kualitas lulusan yang diterimanya, seberapa besar LPTK dan lembaga-lembaga pendidikan puas dalam bekerja sama untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Jadi, baik menggunakan paradigma LPTK sebagai “pendidikan kedinasan” maupun TQM, pemberdayaan dan pengembangan LPTK merupakan suatu keharusan. Dalam rangka pikir pendidikan secara sistem, keterlibatan perguruan tinggi (LPTK) dalam program peningkatan kualitas pendidikan di seluruh lembaga-lembaga pendidikan dan nonkependidikan yang berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia seyogyanya dimaknai sebagai hak sekaligus kewajiban LPTK. Penyelenggaraan LPTK yang memenuhi etika dan moralitas akan menjamin bahwa fakta-fakta manajemen memenuhi prosedur dan aturan yang berbasis pada obyektivitas khususnya dalam pengambilan keputusan dan memberikan layanan baik internal maupun eksternal. Artinya seluruh personil LPTK mendapat layanan yang memenuhi standar etika dari mereka yang pantas memberikan layanan dan personil LPTK akan memberikan layanan kepada pihak yang berkepentingan khususnya mahasiswa dengan etika yang dipersyaratkan.
Berbagai kegagalan mendasar yang dilakukan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia cenderung disebabkan oleh beberapa hal, yakni (1) kurangnya konsistensi untuk mengawal peningkatan mutu secara berkelanjutan; (2) lemahnya perawatan sumber-sumber pendanaan secara independen dan bertanggung jawab; (3) lemahnya pengawasan dan pemeliharaan staf dan resources potensial; (4) kurangnya konsistensi untuk meningkatkan partisipasi stakeholder terhadap kinerja lembaga pendidikan; (5) lemahnya upaya perbaikan standar operasi yang efisien dan produktif; (6) rendahnya kemampuan untuk menggalang partisipasi publik; (7) rendahnya daya juang dalam menghadapi situasi yang tidak menentu (uncertainly); dan (8) lemahnya kemampuan untuk menentukan proses manajemen yang sesuai dengan karakteristik internal lembaga pendidikan.
Perguruan tinggi (khususnya LPTK) memiliki berbagai sumber potensi daya manusia, fasilitas dan informasi yang dapat diberdayakan untuk mengatasi berbagai problema (khususnya rendahnya kualitas SDM sebagai pelaku pendidikan) atau memperbaiki kegagalan yang terjadi. Berbagai kebijakan dan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang berdampak pada peningkatan kualitas moral, produktivitas dan kreativitas SDM untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang madani (civil sosiety) dan sejahtera, dapat diimplementasi dengan memberdayakan seluruh potensi yang dimiliki perguruan tinggi (LPTK) melalui berbagai program kemitraan dengan masyarakat luas, khususnya pengguna lulusan yang nantinya akan menjadi out come sebagai perwujudan dari out put yang dihasilkan.
Program-program kemitraan yang ditawarkan LPTK, dikelompokkan ke dalam enam program payung sebagai acuan dalam mengembangkan kehiatan kemitraan di antaranya: (1) pemetaan dan penyediaan dan kebutuhan guru; (2) pemberdayaan dosen LPTK ke sekolah; (3) pemberdayaan lulusan LPTK di sekolah; (4) Pengembangan kurikulum inti; (5) pengembangan kurikulum antar disiplin ilmu; dan (6) Inovasi pelaksanaan program pengalaman lapangan (PPL). Yang tentunya kesemuanya itu perlu diperjelas lagi berdasarkan masing-masing program yang dijabarkan.




C.    Simpulan
Pada dasarnya etika dan moralitas pada pendidikan tinggi menggambarkan antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan satu sama lainnya, akan tetapi agar proses pendidikan dapat bermutu dan tepat sasaran, maka mutu dalam artian hasil (out put dan out come) harus dirumuskan lebih dahulu oleh lembaga pendidikan. Pemberdayaan potensi LPTK dalam penataan lembaga-lembaga pendidikan yang penting dilakukan segera adalah menyangkut pengendalian mutu pendidikan. Sekolah merupakan unsur pelakasanaan akademik dan Disdik Kab/kota sebagai wadah manajemen yang memfasilitasi pelaksanaan pendidikan. LPTK adalah penghasil tenaga kependidikan yang menyelenggarakan akademik dan/atau profesional. Sedangkan masyarakat adalah pengguna hasil-hasil pendidikan. Keterpaduan lembaga-lembaga pendidikan dalam membangun komitmen mutu adalah hal yang utama.

D.    Kepustakaan
Anonimous (2003). Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Restindo Mediatama.
Buchori, Mochtar (2004). Evolusi Pendidikan di Indonesia dari Kweekschool ke IKIP 1852-1998. Yogyakarta: INSIST Press.
Engkoswara (2002). Dasar-dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta: P2LPTK Jakarta.
Sallis E. (1993). Total Quality Management in Education. London: Kogan page imt.
H.A.R. Tilaar (2002) Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Rosdakarya.
Zaenudin dan Nurwidiatmo (2002).


[1] http://hdr.undp.org/en/statistics/.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Anda komentari tulisan-tulisan ini!
Komentar yang masuk dapat dijadikan pertimbangan untuk menampilkan tulisan-tulisan selanjutnya.
Terima kasih.