flash compugraphics

Segala sesuatu yang berhubungan dengan karya ilmiah

Rabu, 30 Januari 2013


IMPLIKASI PAEDAGOGIS QS. AL-HASYR AYAT 18
TENTANG DASAR TEORI EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM

A.    Nilai-nilai Paedagogis QS. Al-Hasyr ayat 18
Bila pendidikan dipandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia.
M. Arifin (2000:141) menjelaskan bahwa apa yang disebut dengan nilai adalah suatu pola normative, yang membentuk tingkah laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi bagiannya. Nilai lebih mengutamakan berfungsinya pemeliharaan pola dari sistem sosial.
Dalam arti lain, Muhaimin dan Mujib mendefinisikan nilai dengan konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia atau masyarakat, mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar dan hal-hal yang dianggap buruk dan salah.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak sebagai suatu pola normative di dalam diri manusia atau masyarakat, mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar, dan hal-hal yang dianggap buruk dan salah membentuk tingkah laku yang diinginkan suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi bagiannya, sehingga nilai berfungsi sebagai pemeliharaan dari sistem sosial.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai, dan nilai itu selanjutnya perlu diinstitusikan. Institusi nilai yang terbaik adalah melalui upaya pendidikan. Freeman Butt yang ditulis Muhaimin dan Mujib menyatakan bahwa hakikat pendidikan adalah proses transformasi dari internalisasi nilai, serta penyesuaian terhadap nilai (1993:124).
Selanjutnya Muhaimin dan Mujib (1993:124) menjelaskan lebih dari itu, fungsi pendidikan khususnya pendidikan Islam, adalah pewarisan dan pengembangan nilai-nilai Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan kebutuhan tenaga di semua tingkat dan bidang pembangunan bagi terwujudnya keadilan, kesejahteraan dan ketahanan (1993:124).
Dengan demikian adanya pendidikan Islam bertugas mempertahankan, menanamkan dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nilai yang bersumber dari ajaran Islam. Sistem nilai yang dijadikan pembahasan nilai-nilai edukatif Islam meliputi nilai etika Islami, nilai estetika Islam dan nilai logika Islami. Adapun yang dimaksud nilai edukatif Islami adalah pola normative yang bersumberkan ajaran Islam yang di dalamnya mencakup nilai etika, estetika dan logika yang bersifat positif yang mengarah pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Begitupun dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18 mengandung nilai-nilai edukatif Islam baik etika, estetika maupun logika Islam.

  1. Nilai etika Islam dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18
Menurut Achmad Charis Zubair yang dilansir oleh Budie Agung (2003:42) dalam skripsinya menyatakan bahwa etika (etimologik), berasal dari kata Yunani “ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat. Selanjutnya menurut Hamzah Ya’kub (1995:13) menjelaskan, etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Sejalan dengan itu Al-Ghazali yang dikutip oleh Muhaimin dan Abdul Mujib berpendapat bahwa baik buruk sesuatu dapat ditentukan oleh akal yang didasari oleh jiwa al-Qur'an dan as-Sunnah.
Nilai etika mempunyai dua kategori yaitu baik dan buruk. Pandangan tentang baik dan buruk dalam nilai etika sangat beragam. Hal ini karena sudut pandang yang berbeda-beda dalam memberikan batasan tentang baik buruk. Seperti aliran empirisme yang menganggap baik buruk sesuatu didasarkan atas pengalaman manusia, begitu juga aliran hedonisme yang menganggap baik buruk sesuatu didasarkan apakah perbuatan ini menghasilkan kebahagiaan dan banyak lagi paham lain yang menjelaskan tentang baik buruk.
Adapun baik buruknya dalam etika Islam ditentukan oleh niali-nilai dari ajaran Islam. A. Tafsir menjelaskan bahwa dalam Islam nilai (etika) direntang menjadi lima kategori; baik sekali, netral, buruk, buruk sekali (wajib, sunnah, mudah, makruh, haram) (2001: 40).


Selanjutnya M. Arifin (2000: 140) menyatakan bahwa:

Bila dilihat dari segi operatif nilai tersebut mengandung 5 pengertian kategorial yang menjadi prinsip standarisasi perilaku manusia yaitu:
1.       Wajib atau fardhu; yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala; dan bila ditinggalkan orang akan mendapat siksa.
2.       Sunnat atau mustahab: yaitu dikerjakan orang akan mendapat pahala; ditinggalkan orang tidak akan disiksa.
3.       Mubah atau jaiz: yaitu bila dikerjakan orang tidak akan disiksa, dengan demikian pula sebaliknya, tidak pula disiksa oleh Allah.
4.       Makruh: yaitu bila dikerjakan orang tidak akan disiksa, hanya tidak disukai oleh Allah, dan bila ditinggalkan orang akan mendapat pahala.
5.       Haram: yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat siksa dan bila ditinggalkan orang akan memperoleh pahala.
           
Berdasarkan pendapat di atas, maka nilai-nilai yang mendasari etika terbagi dua; nilai berasal dari Ilahi (ajaran Islam) dan nilai non Ilahi, untuk membedakan kedua nilai tersebut, maka perlu diketahui karakteristik etika Islami yang membedakan dengan etika filsafat.
Nilai etika Islami yang terkandung dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18 yaitu ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt. telah menganjurkan supaya memperhatikan terhadap segala sesuatu yang telah diperbuat. Ayat ini berimplikasi pada komponen kurikulum yakni evaluasi, evaluasi di sini berfungsi sebagai alat ukur maju mundurnya seseorang (pendidik/peserta didik), atau lembaga sekalipun, hal ini akan bisa ditemukan dengan cara dievaluasi. Adapun alat ukurnya bisa melalui pengamatan jangka panjang, wawancara, laporan diri dan lain sebagainya. Hal ini dapat memberikan gambaran baik buruk seseorang, sehingga yang baik kita bisa mempertahankan dan kalau bisa ditingkatkan, sedangkan yang buruk kita berikan perhatian yang lebih supaya ada peningkatan ke arah yang positif.
  1. Nilai estetika Islami dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18
            Menurut Jalaludin dan Abdullah Idi (1997: 114) adalah merupakan hasil dari kreativitas manusia dalam rangka melakukan kegiatan sosial, baik itu berupa cinta, simpati dan lain-lain. Sedangkan estetika adalah soal indah dan jelek atau lebih luas lagi, soal menyenangkan atau tidak menyenangkan, yang dimaksud dengan menyenangkan ialah memberi kenikmatan, kesukaan, kegembiraan, kepuasan, kemesraan (Sidi Gazalba, 1981: 473).
Nilai estetika mutlak dibutuhkan manusia, karena merupakan bagian hidup manusia yang tak terpisahkan. M. Arifin (2000: 145) berpendapat bahwa seni bermanfaat untuk melembutkan budi dan perasaan manusia sehingga tidak membawa kegersangan batin, bahkan seni (estetika) diperlukan bagi kehidupan manusia untuk memperhalus budi sehingga membawa dekat kepada Maha Pencipta keindahan.
Nilai estetika secara umum terdapat dalam perasaan senang, dan khususnya terdapat perasaan keindahan erat sekali hubungannya dengan pembentukan akhlak yang baik terhadap anak didik. Keindahan ini juga mencorong timbulnya emosi yang lembut dan mulya. Dia mengacu lingkungan hidup kita yang serasi dan terintegrasi yang memberikan kesejukan dan ketentraman hidup. Karena keindahan adalah salah satu atribut Tuhan, maka merupakan cinta ideal yang dapat kita raih dari pengalaman agama.
Akhlak Islamiyah yang menentukan apakah suatu unsur seni bernilai halal, makruh atau haram. Al-Qur'an dan hadits yang menentukan dianjurkan atau dilarangnya unsur-unsur kesenian tertentu. Sebagaimana kaitannya antara keindahan dan moral dapat ditentukan dalam hadits Nabi yang berbunyi:
إِنَّ اللهَ جَمَلٌ يُحِبُّ الْجَمَّالَ
“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, maka ia senang pada keindahan” (M. Arifin: 2000: 145).
Dengan demikian kemampuan menciptakan estetika/keindahan dalam segala bentuk yang sesuai dengan ajaran Islam, merupakan anugerah Tuhan yang potensial dalam kehidupan pribadi manusia, oleh karena itu bisa dikembangkan sesuai dengan batas maksimal kemampuan.
Nilai estetika Islami yang terkandung dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18, setelah diketahui bahwa ayat ini mengenai evaluasi, jelas ada nilai estetikanya, yakni ketika seorang pendidik telah melakukan evaluasi, baik evaluasi yang dilakukan secara rutin atau hanya sebatas untuk memberikan motivasi, ini akan terlihat siapa saja murid yang unggul dan yang tidak unggul, sehingga jelaslah bahwa yang unggul akan merasakan kesenangan yang luar biasa bahkan dari pendidi pun orang-orang yang unggul tersebut akan mendapat penghargaan atau hadiah cuma-cuma, sehingga murid-murid yang unggul akan merasakan hikmahnya jadi orang yang terkategori unggul, unggul dalam arti lebih dari yang lain, sedangkan murid yang tidak unggul di sini ada nilai estetikanya yakni akan termotivasi untuk kegiatan belajar, karena tertarik oleh teman-temannya yang telah mendapatkan kesenangan itu. Jadi jelaslah bahwa nilai etika Islami yang terkandung dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18 bervariasinya dalam satu kelompok murid.
  1. Nilai Logika Islam dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18
Sidi Gazalba (1991: 46) menjelaskan bahwa kata logika berasal dari kata logos (bahasa Yunani), yang berarti kata atau pikiran, secara lughawiyah, logika itu berarti ilmu berkata benar atau ilmu berfikir benar. Logika merupakan sebuah kata yang mengandung kesamaan arti dengan kata mantiq, mantiq diartikan Baihaqi A.K. (1997: 2) sebagai kaidah-kaidah yang dapat membimbing ke arah berpikir secara benar yang menghasilkan kesimpulan yang benar, sehingga ia terhindar dan berpikir secara dan menghasilkan kesimpulan yang salah.
            Dengan demikian logika merupakan hukum untuk berpikir tepat, ia menggariskan kaidah-kaidah itu. Ia mempelajari syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemikir untuk membentuk pengetahuan yang tepat. Kemudian muncullah teori-teori tentang kebenaran, sebagaimana John S. Brubacher yang dikutif Muhaimin dan Abdul Mujib mengemukakan empat macam teori kebenaran yaitu:
  1. Teori adalah hubungan antara subjek yang menyadari dengan objek yang disadari. Di dalam kebenaran ini terdapat suatu pernyataan (statement) dan kenyataan (realita). Dengan demikian, kebenaran adalah kesesuaian-kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri.
  2. Teori konsistensi
Kebenaran adalah ketetapsamaan kesan antara subjek terhadap objek yang sama. Dengan kata lain, kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui, kita terima dan kita akui sebagai suatu kebenaran. Teori ini mengandung penyaksian (justifikasi) tentang kebenaran.


  1. Teori Pragmatisme
Kebenaran adalah suatu reposisi benar, sepanjang proposisi itu berlaku (work) atau memuaskan (satisfies). Dengan kata lain, sesuatu dikatakan benar apabila terdapat keguaan (utility), dapat dikerjakan (workability), dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences).
  1. Teori religius (religious)
Kebenaran adalah suatu yang diturunkan dari Ilahi (device truth), yang bersumber dari Tuhan dan disampaikan melalui wahyu.

Teori kebenaran religious dipandang sebagai teori kebenaran yang paling valid, karena di dalamnya terdapat skala kognitif dan skala evaluatif. Dikatakan sebagai skala kognitif karena nilai-nilai kebenaran religius ditempatkan pada tempat hirarki nilai yang tertinggi di atas segala kebenaran lainnya. Kebenaran yang didapat dari kebenaran lainnya memang memuaskan dan mengusahakan nilai-nilai manusia yang berbobot tinggi namun belumlah mendasar. Oleh karena itu, semuanya masih belum menyangkut secara langsung kepentingan manusia yang supra empiris, seperti kebenaran-kebenaran dogmatis yang datangnya dari Tuhan. Dikatakan skala evaluatsi karena nilai-nilai kebenaran religius dirumuskan dalam kaidah-kaidah moral dengan jangkauannya yang membentang paling jauh dan paling akhir, daya inferatifnya menjamah daerah-daerah kewajiban manusia yang paling besar, yaitu hati nurani, yang merupakan norma proksima dari tindakan kongkret dalam segala bidang kehidupan. Apabila kaidah moral-moral itu dipercaya dan diterima sebagai berasal dari Tuhan dan sebagai norma terakhir, jelaslah bahwa nilai kebenaran tertinggi itu harus mendapat jaminan yang pasti, baik mengenai kelestariannya maupun keberlakuannya. Pada jaminan itu, yang dirasa sanggup melaksanakan adalah institusi agama melalui upaya pendidikan.
Nilai logika Islami yang terkandung dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18, evaluasi merupakan seruan Allah kepada orang-orang beriman, supaya mau berintrospeksi terhadap perbuatan yang telah diperbuatnya, suapay setiap amal yang telah diperbuatnya itu ada peningkatan ke arah yang lebih baik sesuai harapan. Sehingga dapat dilihat dan diuji nilai kebenarannya menggunakan alat ukur yang tepat, bukan saja dalam tataran efektifnya namun dari kognitif dan psikomotor pun harus dapat diuji secara valid.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa al-Qur'an merupakan penggagas pembentukan akal ilmiah yang Islami, sekaligus sebagai pedoman dalam penggunaan akal secara optimal, begitu pun dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18 dapat disusun suatu kriteria nilai edukatif Islami. Adapun nilai edukatif Islami terdapat dalam Q.S Al-Hasyr ayat 18 meliputi:
  1. Nilai etika, estetika dan logika yang bersifat positif mengarah pada pengembangan kualitas evaluasi Pendidikan Islam.
  2. Q.S. al-Hasyr ayat 18 ini berfungsi sebagai pembahas fakta empirik terhadap permasalahan kependidikan melalui pemikiran filosofis mengenai dasar teori evaluasi pendidikan Islam.
  3. Q.S. Al-Hasyr ayat 18 memiliki ruang lingkup pemikiran secara mendalam sistematis, radikal, logis, dan universal tentang sehala (hakikat) sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan terutama pada evaluasi dalam pendidikan Islami yang berdasarkan ajaran Islam.
  4. Meiliki tujuan berupa landasan dalam pengarahan, melakukan kritik dan koreksi serta melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pendidikan Islam.
  5. Q.S. Al-Hasyr ayat 18 memiliki fungsi yang lebih mengarah pada bagaimana membimbing dan memberikan dasar pemikiran yang komprehensif sistematik, logis, mendalam, universal, radikal-rasional dan objektif terhadap berbagai masalah yang beroperasi dalam bidang pendidikan dengan menempatkan Q.S. Al-Hasyr ayat 18 sebagai alas pijak atau teori dasar evaluasi dalam pendidikan Islam. Sedangkan tujuan dasar yang ingin dicapai adalah metetakkan dasar pemikiran sistem pendidikan yang berdimensi insaniyah dan Ilahiyah, menjadi akal manusia lebih efektif, serta mengarahkan manusia pada hakikat kejadiannya dan menjadikannya manusia yang paripurna (Insan Kamil).

B.     Kandungan Evaluasi Pendidikan Islam dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18.
Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang bermuara pada pencapaian tujuan tertentu yang dinilai dan diyakini sebagai yang paling ideal. Meyakini bahwa pendidikan sebagai upaya yang paling mendasar dan strategis sebagai wahana penyiapan sumber daya manusia. Dalam perubahan zaman, pendidikan Islam telah memberikan berbagai respon pembaharuan, tetapi dalam menyongsong dan menghadapi milenium baru, pendidikan kembali menghadapi tantangan yang tidak sederhana, padahal pada saat yang sama pendidikan Islam tetap merupakan institusi yang paling strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang diharapkan mampu memiliki keunggulan kompetitif agar bisa survive di tengah persaingan yang semakin ketat.
Dalam proses pendidikan selalu mengarah pada tiga aspek, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Begitu pula dalam proses pendidikan Islam ketiga hal tersebut menjadi sasaran utama yang harus dicapai. Untuk melihat sejauh mana program pendidikan telah dicapai dalam hal ini diperlukannya upaya penilaian yang kita kenal dengan evaluasi yang efektif dan efisien.
Rangkaian akhir dari suatu proses kependidikan Islam adalah evaluasi. Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap out put yang dihasilkannya. Jika hasilnya sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam tujuan pendidikan Islam, maka usaha pendidikan itu dapat dinilai berhasil, tetapi jika sebaiknya, maka ia dinilai gagal. Dari sisi ini dapat dipahami betapa urgennya evaluasi dalam proses kependidikan Islam.
Al-Qur'an merupakan dasar ideal pendidikan Islam, dengan keistimewaan al-Qur'an mampu memecahkan segala macam problematika yang dihadapi manusia dalam berbagai segi kehidupan; baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi maupun politik dengan pemecahan yang bijaksana, karena ia diturunkan oleh yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji. Pada setiap problem itu al-Qur'an meletakkan sentuhannya yang tepat dengan dasar-dasar yang umum yang dijadikan landasan untuk langkah-langkah pemecahan, dan yang sesuai pula bagi setiap zaman. Dengan demikian al-Qur'an selalu memperoleh kelayakannya di setiap waktu dan tempat.
Sebagaimana dalam al-Qur'an Al-Hasyr ayat 18 ini merupakan ayat yang memberikan sentuhannya yang berimplikasi kepada pendidikan khususnya dalam hal pentingnya sebuah evaluasi yang dilakukan dalam pendidikan. Evaluasi dilakukan dengan maksud untuk mengukur sejauhmana program pendidikan telah dicapai, selain itu juga program evaluasi dilakukan dengan maksud untuk perbaikan ke arah yang lebih baik dari apa yang telah dilakukan sebelumnya.

C.    Implikasi Paedagogis Al-Qur'an Al-Hasyr ayat 18 tentang Dasar Teori Evaluasi Pendidikan Islam.
Mengenai evaluasi dalam pendidikan Islam sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur'an surat Al-Hasyr ayat 18 yaitu sebagai dasar terhadap pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan Islam, yang berfungsi untuk mengukur sejauh mana hasil dari proses kependidikan khususnya pendidikan Islam. Karena dalam evaluasi tersebut mengandung kebenaran, menjadikan pelajaran (nasihat), dan sebagai peringatan terhadap amal perbuatan apa yang akan dan telah kita kerjakan sebagai bekal di masa depan, masa depan dalam arti sempit yakni kehidupan dunia, sedangkan dalam arti yang lebih jauhnya yakni pada kehidupan akhirat kelak. Sehingga bekal yang baik akan mendapat baik dan bekal yang jelek maka helak pula bekal yang peroleh, bekal yang baik sebaik-baiknya balasan di akhirat kelak adalah surga sedangkan bekal yang jelek balasan yang kelak akan diterima adalah neraka.
Rangkaian akhir dari suatu proses kependidikan Islam adalah evaluasi. Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap out put yang dihasilkannya. Jika hasilnya sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam tujuan pendidikan Islam yang tersusun dalam kurikulum, maka usaha pendidikan itu dapat dinilai berhasil, tetapi jika sebaliknya, maka ia dinilai gagal. Dari sisi ini dapat dipahami betapa urgennya evaluasi dalam proses pendidikan Islam.
Sebagai kandungan isi yang menjadi pijakan penulis dalam ayat tersebut adalah mengenai teori dasar evaluasi pendidikan Islam, hal ini berarti bahwa proses evaluasi dalam pendidikan Islam dijadikan sebagai cara untuk melihat berkembang atau tidaknya pendidikan yang kita rasakan selama ini. Selain itu, evaluasi berfungsi sebagai umpan balik (feed back) yang positif sifatnya ke arah perbaikan pendidikan Islam secara komprehensif di mana kini dan masa yang akan datang.

D.    Implikasi Paedagogis Al-Qur'an Al-Hasyr ayat 18 tentang Evaluasi Pendidikan Islam terhadap Kemajuan Pendidikan
Al-Qur'an merupakan kitab suci yang mengandung berbagai masalah pokok dalam kehidupan manusia, termasuk masalah evaluasi pendidikan, di samping al-Qur'an merupakan sumber utama pendidikan Islam, oleh karena itu evaluasi pendidikan Islam terkandung semuanya dalam al-Qur'an.
Sebagai implikasi dari al-Qur'an Al-Hasyr ayat 18 yakni teori dasar evaluasi dalam pendidikan Islam, disadari atau pun tidak bahwa evaluasi sangat urgen dalam kehidupan kita sehari-hari apalagi dalam dunia pendidikan, karena evaluasi ini berfungsi sebagai alat ukur maju dan mundurnya suatu sistem pendidikan, hal ini dapat dilihat dari beberapa komponen kurikulum di antaranya pendidik, peserta didik, metode, materi pelajaran dan lain sebagainya, hal ini dapat terlihat hasil evaluasi yang telah dilakukan.
Begitupun al-Qur'an surat Al-Hasyr berimplikasi pada pelaksanaan Evaluasi Pendidikan Islam, hal ini jika diaplikasikan ke dalam dunia pendidikan sekarang, untuk peningkatan kualitas pendidikan, seyogyanya dilakukan pemikiran ulang dan evaluasi terhadap arah dan orientasi terhadap kemajuan Pendidikan, karena yang harus menjadi sasaran dalam evaluasi itu bukan pada ranah kognitif saja, melainkan kedua ranah efektif dan psikomotornya pun harus dievaluasi, sehingga peserta didik, pendidik atau lembaga pendidikan sekalipun dapat terkontrol secara menyeluruh (komprehensif), jadi yang baik tetap dipertahankan dan kalau bisa ditingkatkan, sedangkan yang kurang baiknya diperbaiki sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai yang tercantum dalam kurikulum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Anda komentari tulisan-tulisan ini!
Komentar yang masuk dapat dijadikan pertimbangan untuk menampilkan tulisan-tulisan selanjutnya.
Terima kasih.