Ada tiga pilar untuk menghadapi tantangan dan kendala dunia pendidikan. Rumusan itu telah dituangkan dalam rencana strategis (Renstra) pendidikan sebagai suatu kebijakan. Ketiga pilar tersebut adalah;
1. Perluasan dan
Pemerataan Akses Pendidikan;
Pemerataan
dan perluasan akses pendidikan diarahkan pada upaya memperluas daya tampung
satuan pendidikan serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta
didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial,
ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta
kondisi fisik. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk
Indonesia untuk dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan daya
saing bangsa di era global, serta meningkatkan peringkat indeks pembangunan
manusia (IPM) hingga mencapai posisi sama dengan atau lebih baik dari peringkat
IPM sebelum krisis. Untuk itu, sampai dengan tahun 2009 dilakukan upayaupaya
sistematis dalam pemerataan dan perluasan pendidikan, dengan mempertahankan
APM-SD pada tingkat 95%, memperluas SMP/MTs hingga mencapaiAPK 98,0% serta
menurunkan angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas hingga 5%.
Penuntasan
Wajar Dikdas 9 tahun memperhatikan pelayanan yang adil dan merata bagi penduduk
yang menghadapi hambatan ekonomi dan sosial-budaya (yaitu penduduk miskin,
memiliki hambatan geografis, daerah perbatasan, dan daerah terpencil), maupun hambatan
atau kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual peserta didik. Untuk itu,
diperlukan strategi yang lebih efektif antara lain dengan membantu dan
mempermudah mereka yang belum bersekolah, putus sekolah, serta lulusan
SD/MI/SDLB yang tidak melanjutkan ke SMP/MTs/ SMPLB yang masih besar jumlahnya,
untuk memperoleh layanan pendidikan.
Di
samping itu, akan dilakukan strategi yang tepat untuk meningkatkan aspirasi
masyarakat terhadap pendidikan, khususnya pada masyarakat yang menghadapi
hambatan tersebut. PenuntasanWajar Dikdas 9 Tahun akan menambah jumlah lulusan
SMP/MTs/SMPLB setiap tahunnya, sehingga juga akan mendorong perluasan
pendidikan menengah.
Dengan
bertambahnya permintaan pendidikan menengah, Pemerintah juga melakukan
perluasan pendidikan menengah terutama bagi mereka yang karena satu dan lain
hal tidak dapat menikmati pendidikan SMA yang bersifat reguler melalui SMA
Terbuka dan Paket C, sehingga pada gilirannya mendorong peningkatan APM-SMA.
Oleh karena SMA cenderung semakin meluas jauh di atas SMK, maka Pemerintah
lebih mempercepat pertumbuhan SMK diiringi dengan upaya mendorong peningkatan
program pendidikan kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang terus
berubah.
2. Peningkatan
Mutu, Relevansi, dan Daya Saing
Peningkatan
mutu, relevansi, dan daya saing di masa depan diharapkan dapat memberikan
dampak bagi perwujudan eksistensi manusia dan interaksinya sehingga dapat hidup
bersama dalam keragaman sosial dan budaya. Selain itu, upaya peningkatan mutu
dan relevansi dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta daya saing
bangsa.
Mutu pendidikan
juga dilihat dari meningkatnya penghayatan dan pengamalan nilai-nilai humanisme
yang meliputi keteguhan iman dan takwa serta berakhlak mulia, etika, wawasan
kebangsaan, kepribadian tangguh, ekspresi estetika, dan kualitas jasmani.
Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan diukur dari pencapaian kecakapan
akademik dan nonakademik yang lebih tinggi yang memungkinkan lulusan dapat
proaktif terhadap perubahan masyarakat dalam berbagai bidang baik di tingkat
lokal, nasional maupun global.
Kebijakan
peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan yang
semakin meningkat yang mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP). SNP
meliputi berbagai komponen yang terkait dengan mutu pendidikan mencakup standar
isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Pemerintah mendorong dan membimbing
satuan-satuan dan program (studi) pendidikan untuk mencapai standar yang
diamanatkan oleh SNP. Standar-standar tersebut digunakan juga sebagai dasar
untuk melakukan penilaian terhadap kinerja satuan dan program pendidikan, mulai
dari PAUD, Dikdas, pendidikan menengah (Dikmen), PNF , sampai dengan pendidikan
tinggi (Dikti).
Peningkatan mutu
pendidikan semakin diarahkan pada perluasan inovasi pembelajaran baik pada
pendidikan formal maupun nonformal dalam rangka mewujudkan proses yang efisien,
menyenangkan dan mencerdaskan sesuai tingkat usia, kematangan, serta tingkat
perkembangan peserta didik.
Pengembangan
proses pembelajaran pada PAUD serta kelas-kelas rendah sekolah dasar lebih
memperhatikan prinsip perlindungan dan penghargaan terhadap hak-hak anak dengan
lebih menekankan pada upaya pengembangan kecerdasan emosional, sosial, dan
spiritual dengan prinsip bermain sambil belajar. Peningkatan mutu pendidikan
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi semakin memperhatikan pengembangan
kecerdasan intelektual dalam rangka memacu penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi di samping memperkokoh kecerdasan emosional, sosial, dan spritual
peserta didik.
3. Penguatan
Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik
Tujuan
jangka panjang Depdiknas adalah mendorong kebijakan sektor agar mampu
memberikan arah reformasi pendidikan secara efektif, efisien dan akuntabel.
Kebijakan ini diarahkan pada pembenahan perencanaan jangka menengah dengan
menetapkan kebijakan strategis serta program-program yang didasarkan pada urutan
prioritas. Di samping itu, disusun pula pola-pola pendanaan bagi keseluruhan
sektor berdasarkan prioritas, baik dari sumber Pemerintah, orang tua maupun
lain di setiap tingkat pemerintahan.
Pengelolaan
pendidikan nasional menggunakan pendekatan secara menyeluruh dari sektor
pendidikan yang bercirikan (a) program
kerja disusun secara kolaboratif dan sinergis untuk menguatkan implementasi
kebijakan pada semua tingkatan, (b) reformasi institusi dilaksanakan secara
berkelanjutan yang didukung program pengembangan kapasitas, dan (c) perbaikan
program dilakukan secara berkelanjutan dan didasarkan pada evaluasi kinerja
tahunan yang dilaksanakan secara sistematis dan memfungsikan peran-peran yang
lebih luas.
Pemerintah
melaksanakan pengembangan kapasitas institusi pendidikan secara sistemik dan
terencana dengan menggunakan pendekatan keseluruhan sektor tersebut di atas.
Strategi pengembangan kapasitas lebih diarahkan pada proses manajemen perubahan
secara atau perubahan yang didorong secara internal. Perubahan yang didorong
secara internal akan lebih menjamin terjadinya perubahan secara berkelanjutan,
menumbuhkan rasa kepemilikan, kepemimpinan, serta komitmen bersama.
Kebijakan
tata kelola dan akuntabilitas meliputi sistem pembiayaan berbasis kinerja baik
di tingkat satuan pendidikan maupun pemerintah daerah, dan manajemen berbasis
sekolah (MBS), untuk membantu Pemerintah dan pemerintah daerah dalam
mengalokasikan sumberdaya serta memonitor kinerja pendidikan secara
keseluruhan. Di samping itu, peran serta masyarakat dalam perencanaan,
pengelolaan, dan pengawasan kinerja pendidikan ditingkatkan melalui peran
komite sekolah/satuan pendidikan dan dewan pendidikan.
Pemerintah
bertekad mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta memberikan
pelayanan yang lebih bermutu, efektif, dan efisien sesuai kebutuhan masyarakat.
Pemerintahan yang bersih dari KKN diwujudkan melalui internalisasi etos kerja
serta disiplin kerja yang tinggi sebagai bentuk akuntabilitas aparatur negara
serta perwujudan profesionalisme aparatur. Untuk itu, segenap aparatur yang ada
di Departemen Pendidikan Nasional perlu meningkatkan kinerjanya untuk
mewujudkan pelayanan yang bermutu, merata dan adil di dalam suatu tata kelola
pemerintahan yang sehat. Aparatur juga perlu mengubah atas perilaku dan sikap
seorang birokrat menjadi pelayan masyarakat yang profesional.
Kebijakan
perwujudan tata kelola pemerintahan yang sehat dan akuntabel dilakukan secara
intensif melalui sistem pengendalian internal (SPI), pengawasan masyarakat,
serta pengawasan fungsional yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pemerintah
mengembangkan dan melaksanakan SPI pada masing-masing satuan kerja dalam
mengelola kegiatan pelayanan pendidikan sehari-hari.
Pengawasan
fungsional dilakukan oleh Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Keuangan RI, dan
BPKP terhadap hasil pembangunan pendidikan, sedangkan pengawasan masyarakat
dilakukan langsung oleh individu-individu atau anggota masyarakat yang
mempunyai bukti-bukti penyalahgunaan wewenang sejalan dengan pembagian
kewenangan antartingkat pemerintahan berdasarkan otonomi dan desentralisasi,
pemerintah pusat mengkoordinasikan manajemen mutu pendidikan, sedangkan
pemerintah daerah berperan dalam manajemen sarana/prasarana dan operasional
layanan pendidikan.
Untuk peningkatan efisiensi dan mutu
layanan, diperlukan pengembangan kapasitas daerah serta penataan tata kelola
pendidikan yang sehat dan akuntabel, baik pada tingkat satuan pendidikan maupun
tingkat kabupaten/kota. Dalam kaitan itu, pemerintah daerah lebih berperan
dalam mendorong otonomi satuan pendidikan melalui pengembangan kapasitas dalam
pelaksanaan proses pembelajaran yang bermutu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Anda komentari tulisan-tulisan ini!
Komentar yang masuk dapat dijadikan pertimbangan untuk menampilkan tulisan-tulisan selanjutnya.
Terima kasih.