Pengertian
Kisah
Qashash
berarti bekasan atau mengikuti bekasan (jejak).Lafadz qashash adalah
mashdar yang berarti mencari bekasan atau jejak.Qashash bermakna:
urusan, berita, khabar dan keadaan. Qashash juga berarti berita-berita
yang berurutan. Qashash al-Qur’an ialah khabar-khabar dari al-Qur’an
tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu,
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, sejarah bangsa-bangsa, keadaan
negeri-negeri serta menerangkan bekasan-bekasan dari kaum-kaum purba itu (T.M.
Hasbi Ash-Shiddieqy, 1993: 187).
Al-Qur’an telah
menyebutkan kata qashash dalam beberapa konteks, pemakaian, dan tashrif
(konjungsinya); dalam bentuk fi’il mâdhi (kata kerja lampau), fi’il
mudhâri’ (kata kerja sedang atau akan dating), fi’il amar (lata
kerja perintah), dan dalam bentuk mashdar (kata kerja yang dibendakan).
Imam ar-Raghib
al-Ashfahani mengatakan dalam kitab Mufradat-nya (al-Muradât fi Ghârib
al-Qur’an) tentang kata ini (qishash), “al-Qashash berarti
mengikuti jejak”.Dikatakan, qashashtu atsaruhu “saya mengikuti
jejaknya”.
Al-Qashash
berarti jejak (atsar). Allah Swt berfirman:
... #£s?ö$$sù
#n?tã
$yJÏdÍ$rO#uä
$TÁ|Ás%
ÇÏÍÈ .
"… lalu
keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Q.S. al-Kahfi: [18]: 64).
ôMs9$s%ur
¾ÏmÏG÷zT{
ÏmÅ_Áè%
...
“Dan
berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: "Ikutilah
dia" …” (Al-Qashash: [28]: 11).
Al-Qashash
ialah cerita yang dituturkan (kisah). Allah Swt. berfirman:
¨bÎ)
#x»yd
uqßgs9
ßÈ|Ás)ø9$#
,ysø9$#
...
“Sesungguhnya
ini adalah kisah yang benar….” (Ali Imrân: [3]: 62).
... $£Jn=sù
¼çnuä!$y_
¡Ès%ur
Ïmøn=tã
}È|Ás)ø9$#
tA$s%
w
ô#ys? ...
“Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan
menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah
kamu takut”. (al-Qashash: [28]: 25).
ß`øtwU
Èà)tR
y7øn=tã
z`|¡ômr&
ÄÈ|Ás)ø9$#
....
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik ...” (Yusuf;
[12]: 3)
Adapun qishash adalah menuntut. balas atas darah
(pencederaan fisik atau pembunuhan) dengan balasan serupa (Shalah al-Khalidi,
1999: 21-22).
Macam-macam
kisah dalam al-Qur’an
Kisah
dalam al-Qur’an ada tiga macam, yaitu kisah anbiya, kisah orang-orang yang
tidak dapat dipastikan kenabiannya dan kisah yang berpautan dengan peristiwa
yang terjadi di masa Rasulullah Saw.
Al-Qur’an
mengandung tentang dakwah para nabi dan mukjizat-mukzijat para Rasul dan sikap
umat-umat yang menentang, serta marhalah-marhalah dakwah dan perkembangannya,
di samping menerangkan akibat-akibat yang dihadapi para mukmin dan
golongan-golongan yang mendustakan, seperti qashash Nuh, Ibrahim, Musa, Harun,
Isa, Muhammad Saw. dan lain-lain.
Kisah
yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dan orang-orang
yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, yang beribu-ribu jumlahnya karena
takut mati dan seperti kisah Thalut dan Jalut, dua putera Adam, Ahlu
al-Kahfi, Dzu al-Qornanin, Qarun, Ashhâb as-Sabti, Maryam,
Ashhâb al-Ukhdûd, Ashhâb al-Fîl dan lain-lain.
Kisah
yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa Rasulullah Saw.
seperti peperangan Badar dan Uhud yang diterangkan dalam surat Ali Imrân,
peperangan Hunain dan Ahzab yang diterangkan dalam surat al-Ahzab dan Hijrah
serta Isra dan lain-lain.
Faidah-faidah
dari Kisah-kisah al-Qur’an
Beberapa faidah
dari kisah-kisah al-Qur’an ialah:
a. Menjelaskan
dasar-dasar dakwah kepada agama Allah dan menerangkan pokok-pokok syari’at yang
disampaikan oleh para nabi
b. Mengokohkan
hati Rasul dan hati umat Muhammad dalam beragama dengan agama Allah dan
menguatkan kepercayaan para mukmin tentang datangnya pertolongan Allah dan
kehancuran kebathilan.
c. Mengabdikan
usaha-usaha para nabi dan pernyataan bahwa mereka dahulu adalah benar.
d. Menampakkan
kebenaran Nabi Muhammad Saw. dalam dakwahnya dengan dapat beliau menerangkan
keadaan-keadaan umat-umat yang telah lalu.
e. Menyingkap
kebohongan Ahl al-Kitâb yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang
masih murni.
f. Menarik
perhatian para pendengar yang diberikan pelajaran kepada mereka.
Hikmah
berulang-ulang disebut kisah dalam al-Qur’an
Al-Qur’an
melengkapi berbagai kisah yang diulang-ulang menyebutnya di beberapa surat.
Sebuah kisah disebut berulang kali dalam bentuk yang berbeda-beda, kadang-kadang
pendek, kadang-kadang panjang. Di antara hikmah yang demikian itu, ialah:
a. Menandaskan
kebalaghahan al-Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi. Di antara
keistimewaan-keistimewaan balaghah ialah menerangkan sebuah makna dalam
berbagai macam susunan. Dan di tiap-tiap tempat tersebut dengan susunan dan
perkataan yang berbeda dari yang telah disebutkan. Dengan demikian selalu lah
terasa sedap kita mendengar dan kita membacanya.
b. Menampakkan
kekuatan ijaz. Menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk susunan
perkataan yang tak dapat ditantang salah satunya oleh sastrawan-sastrawan Arab.
Menjelaskan bahwasannya al-Qur’an itu benar-benar dari pada Allah.
c. Memberikan
perhatian yang penuh kepada kisah itu. Mengulang-ulang sebutan adalah salah
satu dari pada jalan-jalan ta’kid (penguatan) dan salah satu dari
tanda-tanda besarnya perhatian. Seperti keadaannya kisah Musa dan Fir’aun.
d. Karena
berbeda tujuan yang karenanya lah disebut kisah itu. Di suatu tempat
diterangkan sebagiannya, karena itu saja yang diperlukan dan di tempat-tempat
yang lain disebut lebih sempurna karena yang demikianlah yang dikehendaki
keadaan.
Tujuan Kisah dalam Al-Qur'an
Kisah dalam al-Qur'an bertujuan semata-mata untuk mewujudkan
maksud dan tujuan keagamaan sebagaimana yang telah kita ketahui. Tujuan-tujuan
ini sangat banyak sekali hingga sulit untuk dihitung dengan jari.
Penetapan wahyu dan risalah, penetapan keesaan Allah, kesatuan
beragama pada dasarnya, memberi peringatan dan kabar gembira, penayangan
fenomena-fenomena kekuasaan Tuhan, akibat dari kebaikan dan kejahatan, terburu-buru dan pelan-pelan, sabar dan gundah, syukur dan kufur dan
banyak lagi yanglainnya daripada maksud dan tujuan keagamaan serta
tujuan-tujuan moral, semua itu sungguh telah dicakup oleh kisah dan kisah
merupakan jalan dan alat untuk itu (Sayyid Quthb, 2004:
158).
Seandainya kita memaparkan tujuan-tujuan kisah dalam al-Qur'an,
sebenarnya hanya menetapkan tujuan-tujuan terpenting dan yang jelas kelihatan
saja, bukan membatasi, yaitu sebagai berikut:
a.
Tujuan
kisah al-Qur’an antara lain adalah untuk menetapkan wahyu dan risalah. Muhammad
bukanlah seorang yang biasa membaca dan menulis. Dia juga tidak pernah bersama
atau datang kepada seorang pendeta Yahudi dan Nasrani. Kemudian ada kisah-kisah
dalam al-Qur'an - yang sebagian kisahnya dipaparkan secara detail - seperti
kisah tentang Ibrahim, Yusuf, Musa, dan Isa. Kedatangan kisah-kisah ini dalam al-Qur'an menjadi
dalil dan bukti bahwa itu adalah wahyu yang diwahyukan kepda Muhammad Saw.
Dalam pembukaan atau akhir kisah itu, al-Qur'an dengan jelas
menyatakan akan tujuan ini. Contohnya dalam pembukaan surah Yusuf [12]: 2-3.
“Sesungguhnya
kami menurunkannya berupa AI Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al Quran lni kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (Kami
mewahyukan) nya adalah terrnasuk orang-orang yang belum Mengetahui".
b.
Tujuan
kisah dalam al-Qur'an yang lainnya adalah menerangkan agama seluruhnya dari
Allah, sejak masa Nabi Adam sampai masa Nabi Muhammad Saw. Juga menerangkan
bahwa kaum mu'minin seluruhnya adalah umat yang saru dan Allah Maha Esa, Tuhan
semua makhluk. Banyak sekali terdapat kisah-kisahbeberapa nabi dalam satu
surah, yang disajikan dengan cara yang special bentuk mengukuhkan kebenaran
ini.
Ketika tujuan ini merupakan tujuan mendasar dalam dakwah, maka
sering kali kisah-kisah ini terulang, serupa tapi tak sama dalam penyajiannya.
Tujuannya adalah untuk lebih mengukuhkan kebenaran ini dan mengokoh-kannya di
dalam jiwa. Mari kita lihat misalnya, seperti dalam surah al-Anbiya',
"Dan
Sesungguhnya Telah kami berikan kepr la Musa dan Harun Kitab Taurat dan
penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang
yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan
mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat. Dan Al-Quran Ini adalah suatu
Kitab (peringatan) yangmempunyai berkah yang Telah kami turunkan. Maka
mengapakah kamu mengingkari-nya?". (Q.S. Al-Anbiya' [28]: 48-50).
"Mereka
hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, Maka kami menjadikan mereka itu
orang-orang yang paling merugi. Dan kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah
negeri yang kami Telah memberkahinya untuk sekalian manusia (yang dimaksud
dengan negeri di sini ialah twa yam, terrnasuk di dalamnya Palestina. Tuhan
memberkahi negeri itu artinya: kebanyakan nabi berasal dari negeri lni dan
tanahnya pun subur). Dan kami Telah memberikan kepada-Nya (Ibrahim) lshak dan Ya'qub,
sebagai suatu anugerah (daripada Kami). dan masing-masingnya kami
jadikan orang-orang yang saleh. Kami Telah menjadikan mereka itu sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami dan Telah kami
wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, dan Hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah (Q.S.
Al-Anbiya [28]: 70-73).
c.
Tujuan-tujuan kisah dalam al-Qur'an lainnya adalah menerangkan bahwa
seluruhnya adalah satu dasar apalagi agama itu seluruhnya datang dari Allah
Swt. Berdasarkan tujuan itu, ada beberapa kisah dalam al-Qur'an juga
tentang para nabidan dalam satu surah pula. Dalam kisah itu diulang-ulangi
akidah dasar, yaitu beriman kepada Allah Yang Maha Esa. Seperti yang ada di
dalam surat al-A'raf.
"Sesungguhnya
kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku
sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya."
Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa
azab hari yang besar (kiamat)". (Q.S. al-A’raf [7]: 59)
"Dan
(Kami Telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain
dari-Nya. Maka Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?" (Q.S. al-A’raf
[7]: 65).
"Dan
(Kami Telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka shafeh. ia berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya Telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhammu.
unta betina Allah Ini menjadi tanda bagimu, Maka biarkanlah dia makan di bumi
Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang
karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih." (Q.S. al-A’raf
[7]: 73)
"Dan
(Kami Telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan (Madyan adalah nama putera nabi
Ibrahim a.s. Kemudian menjadi nama kabilah yang terdiri dari anak cucu Madyan
itu. Kabilah ini diam di suatu tempat yang juga dinamai Madyan yang terletak di
pantai laut Merah di tenggara gunung Sinai) saudara mereka, Syu'aib. ia berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya Telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.
Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi
manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih
baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". (Q.S.
al-A’raf [7]: 85)
d. Menjelaskan bahwa cara-cara para nabi dalam
berdakwah itu satu dan penerimaan kaum mereka hampir mirip semuanya - apalagi
agama itu dari Tuhan yang samadan berdasarkan satu asas yang sama pula.
Berdasarkan tujuan ini, ada beberapa kisah dalam al-Qur'an yang berkaitan
dengan para nabi yang juga terkumpul dalam satu surah, terulang di dalam
kisah-kisah itu cara berdakwah mereka.
Seperti dalam surah Huud,
"Dan
Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (Dia berkata):
"Sesungguhnya Aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu. Agar
kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya Aku takut kamu akan ditimpa
azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin
yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai)
seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang
mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas
percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun
atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta". (Q.S.
Hud [11]: 25-27)
“Dan
(Dia berkata): "Hai kaumku, Aku tiada meminta harta benda kepada kamu
(sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan Aku sekali-kali
tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu
dengan Tuhannya, akan tetapi Aku memandangmu suatu kaum yang tidak
Mengetahui" (Q.S. Hud [11]: 25-27).
''Mereka
Berkata "Hai Nuh, Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu
telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, Maka datangkanlah kepada kami
azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang
benar" (Q.S.
Hud [11]: 32).
"Dan kepada kaum 'Ad (Kami utus) saudara mereka, Huud. ia
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan
selain Dia. kamu hanyalah mengada-adakan saja. Hai kaumku, Aku tidak meminta
upah kepadamu bagi seruanku ini. upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang
Telah menciptakanku. Maka Tidakkah kamu memikirkan(nya)?" Kaum 'Ad
berkata: "Hai Huud, kamu tidak menda-tangkan kepada kami suatu bukti yang
nyata, dan kami sekali-kali tidak akan nieninggalkan sembahan-sembahan kami
Karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami
tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami Telah menimpakan penyakit
gila atas dirimu." Huud menjawab: "Sesungguhnya Aku bersaksi kepada
Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa Sesungguhnya Aku berlepas diri dari
apa yang kamu persekutukan. Dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu
semuanya terhadaoku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku (Q.S. Hud [11]:
53-55).
Dan
kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kah tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. dia
Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, (Maksudnya
manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia). Karena itu mohonlah ampunan-Nya, Kemudian bertobatlah
kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan
(doa hamba-Nya). Kaum Tsamud berkata: "Hai Shaleh, Sesungguhnya kamu
sebelum Ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan, apakah kamu
melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? dan
Sesungguhnya kami betul-betul dalam keiaguan yang menggelisahkan terhadap agama
yang kamu serukan kepada kami."
e.
Menerangkan
asal yang sama antara agama Nabi Muhammad dan agama Nabi Ibrahim, secara
khusus, dan agama-agama Bani Israil secara umum. Juga menampakkan bahwa
hubungan ini lebih erat dan hubungan-hubungan umum lainnya antara seluruh
agama. Isyarat ini diulang-ulangi dalam kisah Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi
Isa.
"Sesungguhnya
Ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab
Ibrahim dan Musa" (Q.S.
Hud [11]: 61-62)
"Ataukah
belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan
lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (yaitu) bahwasanya
seorang yang berdosa tidak kan memikul dosa orang lain" (Q.S. al-A’la [87]: 18-19).
"Sesungguhnya
orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan
nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan
Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman" (Q.S. Ali Imran
[3]: 68).
".....
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim, dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang muslim dari dahulu..... (Q.S. Al-Hajj [22]: 46).
'"Dan
kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam,
membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. dan kami telah memberikan
kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang
menerangi), dan membenarkan Kitab yang
sebelumnya, yaitu kitab Taurat. dan menjadi petunjuk serta pengajaran
untuk orang-orang yang bertakwa" (Q.S. Al-Maidah [5]: 46). Sampai pada ayat "Dan kami telah turunkan kepadamu
al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu
kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab
yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan
dan janganlah kamu mengikuti havva nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran
yang Telah datang kepadamu untuk tiap-tiap umat diantara kamu, (umat
Nabi Muhammad Saw. dan umat-umat sebelumnya) kami berikan aturan dan jalan yang
terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan
itu". (Q.S.
Al-Maidah [5]: 48).
f.
Menerangkan
bahwa Allah Swt., pada akhirnya pasti akan menolong para nabi-nabi-Nya dan membinasakan
orang-orang yang menaustakan mereka. Hal itu untuk meneguhkan hati Nabi
Muhammad Saw. dan memberikan pengaruh di dalam jiwa orang-orang yang diajaknya
kepada iman.
Dan
semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman" (Q.S. Hud [11]:120).
Atas tujuan ini, ada kisah-kisah para nabi yang juga dikumpulkan
dalam satu surah dan mirip satu sama lainnya, kemudian diakhiri dengan kisah kebinasaan
orang-orang yang mendustakan mereka,
"Dan
Sesungguhnya kami Teiah mengutus Nun kepada kaumnya, Maka ia tinggal di antara
mereka seribu tahun kvrang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar,
dan mereka adalah orang-orang yang zalim". Maka kami selamatkan Nuh dan
penumpang-penumpang bahtera itu dan kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi
semua umat manusia" (Q.S. Al-Ankabut [29]: 14-15).
"Dan
(Ingatlah) ketika Luth Berkata pepada kaumnya: "Sesungguhnya kamu
benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan
oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu" (Q.S. Al-Anikabut
[29]: 28).
"Sesungguhnya
kami akan menurunkan azab dari langit atas penduduk kota Ini Karena mereka
berbuat fasik. Dan Sesungguhnya kami tinggalkan daripadanya satu tanda yang
nyata (Maksudnya
bekas-bekas runtuhan kota Sodom, negeri kaum Luth) bagi orang-orang yang berakal (Q.S. Al-Anikabut
[29]: 34-35).
"Dan
(Kami Telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan, saudara mereka Syu'aib, Maka ia
berkata: "Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah pahala) hari akhir, dan jangan kamu
berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan. Maka mereka mendustakan Syu'aib,
lalu mereka ditimpa gempa yang dahsyat, dan jadilah mereka mayat-mayat yang
bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka (Q.S. Al-Ankabut [29]: 36-37).
g.
Membenarkan
kabar gembira dan kabar ancaman serta menyajikan contoh-contoh nyata dari
pembenaran ini. Seperti yang ada di dalam surah al-Hijr,
"Kabarkanlah
kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang" (Q.S.
Al-Hijr [15]: 49).
Dan
kabarkanlah kepada mereka tentang tamu-tamu Ibrahim (Tamu Nabi
Ibrahim di sini adalah malaikat). Ketika mereka masuk
ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan: "Salaam". Berkata Ibrahim:
"Sesungguhnya kami merasa takut kepadamu". Mereka berkata:
"Janganlah kamu merasa takut, Sesungguhnya kami memberi kabar gembira
kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang
yang alim" (yang dimaksud dengan seorang anak laki-laki yang alim
ialah Ishak a.s.).
"Maka
tatkala para utusan itu datang kepada kauin Luth, beserta pengikut pengikutnya.
la berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang tidak
dikenal". Para utusan menjawab: "Sebenarnya kami Ini datang kepadamu
dengan membawa azab yang selalu mereka dustakan. Dan kami datang kepadamu
membawa kebenaran dan Sesungguhnya kami betul-betul orang-orang benar. Maka
pergilah kamu di akhir malam dengan membawa keluargamu, dan ikutlah mereka dari
belakang dan janganlah seorangpun di antara kamu menoleh kebelakang (Perhatikan
kembali surat Hud ayat 81) dan teruskanlah perjalanan
ke tempat yang diperintahkan kepadamu". Dan Telah kami wahyukan kepadanya
(Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh"
(Q.S. Al-Hijr [15]: 61-66).
"Dan
Sesungguhnya penduduk-penduduk kota Al-Hijr (Penduduk kota al-Hijr ini ialah
kaum Tsamud. Al-Hijr tempat yang terletak di Wadi Qura antara Madinah dan
Syiria) Telah mendustakan rasul-rasul, (Yang dimaksud dengan
rasul-rasul di sini ialah Shaleh. Mestinya di sini disebut rasul, tetapi
disebut rasul-rasul (jamak) karena mendustakan seorang rasul sama dengan
mendustakan semuar rasul-rasul) Dan kami Telah
mendatangkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami, tetapi mereka selalu
berpaling daripadanya. Dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung-gunung batu
(yang didiami) dengan aman. Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang
mengguntur di waktu pagi (Peristiwa tersebut terjadi pada hari yang
keempat, sesudah datangnya peringatan kepada mereka).
Maka tak dapat menolong mereka, apa yang Telah mereka usahakan" (Q.S.
al-Hijr [15]: 81-86).
h.
Menerangkan nikmat Allah atas para Nabi-Nya dan orang-orang pilihan-Nya,
seperti kisah Nabi Sulaiman, Nabi Dawud, Nabi Ayyub, Nabi Ibrahim, Maryam, Nabi
Isa, Nabi Zakaria, Nabi Yunus, dan Nabi Musa. Ada
beberana episode kisah temang para nabi itu, yang di dalam kisah itu
ditampakkan nikmat yang diberikan kepada mereka dalam beberapa situasi.
Penampakkan nikmat ini adalah tujuan irama dari kisah tersebut.
Memberi
peringatan kepada anak-anak Adam terhadap godaan rayuan setan, juga menampakkan
pennusuhan abadi antara setan dan mereka, yang berawal sejak bapak mereka,
Adam.
i.
Menerangkan
kekuasaan Allah atas hal-hal yang di luar kebiasaan. Seperti kejadian Nabi
Ibrahim a.s. dan kisah lahirnya Nabi Isa a.s. Juga kisah Nabi Ibrahim dan
burung yang kembali kepadanya setelah dia memisahkan begian-bagian tubuh burung
itu dan meletakkannya di beberapa gunung yang terpisah pula. Juga kisah tentang
"orang-orang yang melalui suaru negeri yang (temboknya) telah roboh
menutupi atapnya", lalu Allah menghidupkan mereka setelah berlalu seratus
tahun.
Menjelaskan tentang akibat dari perbuatan baik dan saleh serta
akibat dari perbuatan jahat dan merusak. Seperti kisah dua orans anak Adam,
kisah pemilik kebun, dan kisah-kisah Bani Israil setelah mereka berbuat
maksiat, juga kisah Ashab al-Ukhdud orang yang membuat parit (Sayid Quthb, 2004:
158-171).
2.1.1
Maksud
dan Tujuan Keagamaan dari Kisah-kisah al-Qur'an
Kisah-kisah dalam al-Qur'an
tunduk (tergantung) dengan maksud tujuan keagamaan, sebagaimana yang telah kita
ketahui. Oleh karena itu, ketundukan ini menimbulkan bekas atau pengaruh yang
sangat jelas dalam cara pemaparan kisah, bahkan dalam materi kisahnya. Pengaruh
ketundukan dari kisah al-Qur'an akan penulis paparkan sebagaimana berikut:
a.
Pengaruh
pertama ketundukan ini bahwa satu kisah kebanyakan bisa datang terulang di
beberapa tempat yang terpisah. Namun pengulangan sebagian episodenya saja, dan
kebanyakan hanya berupa isyarat sekilas akan hal-hal yang dijadikan sebagian
i'tibar di dalam kisah itu.
Kisah keseluruhannya, tidak terulang. Kalaupun ada, itu sangat
jarang sekali. Ketika seseorang membaca episode yang terulang ini sambil
memperhatikankonteks yang ada di sana, dia pasti akan menemukan episode
terulang tersebut sangat cocok dengan konteks itu. Hal khususnya dalam metnilih
episode yang dikisahkan di sini atau yang dikisahkan di sana, juga dalam cara
penyampaiannya.
Kita harus ingat selalu bahwa al-Qur'an adalah kitab dakwah
keagamaan dan keserasian antara episode kisah yang dikisahkan dan konteks yang
kisah itu ada dan sama sekali tidak merusak ciri khas seni.
Selain itu, hal tersebut mirip dengan susunan yang telah
ditetapkan dalam memaparkan beberpa episode yang terulang dari satu kisah; yang
akan jelas ketika kita membaca sesuai dengan urutan turunnya ayat, maka
sebagian besar kisah dalam al-Qur'an didahului isyarat singkat. Kemudian
isyarat itu memanjang sedikit demi sedikit, yang kemudian memaparkan beberapa
episode panjang yang terbentuk dalam keseluruhannya menjadi sebuah kisah.
Terkadang isyarat-isyarat singkat itu terus ada di antara pemaparan
episode-episode panjang manakala terdapat kecocokan. Hingga apabila episode
kisah itu sempurna, isyarat-isyarat itu kebali ke tujuan pemaparannya
masing-masing.
b. Pengaruh ketundukan kisah dalam al-Qur'an dengan tujuan keagamaan
- selain adanya pengulangan - ialah kisah itu dipaparkan dengan maksud itu
telah tersampaikan dan dari episode yang sesuai dengan maksud tersebut saja.
Terkadang kisah dikisahkan dari awalnya, terkadang dari tengahnya, dan
terkadang juga dari aklurnya. Terkadang dikisahkan secara sempurna, terkadang
cukup dengan beberapa episode saja, dan terkadang pula setengah-setengah sesuai
i'tibar atau maksud tujuan yang tersirat di dalamnya.
c. Pengaruh ketundukan kisah dalam al-Qur'an dengan maksud tujuan
keagamaan bahwa dimasukkan ke dalam konteks kisah beberapa arahan dan petunjuk
keagamaan, sebelumnya, sesudahnya, atau di pertengahan kisah.
Agama dan Seni dalam Kisah
Semua nabi yang diutus, dia mengatakan kalimat penuh hidayah, lalu
didustakan oleh manusia sesat, kemudian dia wafat. Setelah itu, datang lagi
nabi seianjutnya dan berkata seperti kalimat yang dikatakan oleh Nabi
sebelumnya dan Items berlalu (wafat), begitulah seterusnya (Sayyid Quthb, 2004:
191-192).
Hal ini terkadang timbul suatu kemiripan dengan susunan umum,
sebab akhir episode yang dipaparkan sesuai susunan surah serasi cocok dengan
inti keagamaan yang karenanya kisah itu disampaikan. Di waktu yang sama,
penutup (akhir) ini serasi dan cocok: dengan dasar-dasar seni, seakan-akan itu
semata-mata penutup artistik (yang bersifat seni), tidak ada sedikit pun untuk
maksud keagamaan belakangnya.
Keistimewaan-keistimewaan Artistik dalam Kisah
Penulis akan paparkan tentang beberapa keistimewaan artistik umum
dengan maksud keagamaan dalam kisah dapat terwujud lewat keindahan artistik. Sebab, keindahan ini bisa lebih memudahkan
masuknya kisah itu ke dalam dan mampu memperdalam kesannya dalam perasaan.
Pembahasan tentang hal
ini mencakup empat tampilan penuh artistik, karena masuk hal terpenting dalam
pelajaran seni kisah di dunia seni. Keistimewaan artistik
pertama adalah keanekaragaman cara penyampaian.
1.
Menyebutkan
sinopsis kisah, kemudian baru setelah itu memaparkan rincian-rinciannya dari
awal sampai akhir. Seperti cara penyampaian kisah Ahl al-Kahfi (penghuni
goa). Kisah itu dimulai seperti ini.
"Atau
kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim
itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan kami yang mengherankan. (Ingatlah)
tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka
berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan
sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)."
Maka kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu. Kemudian kami
bansunkan mereka, agar kami mengetahui manakah di antara kedua golongan
itu" yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam
gua itu).
Itulah ada ringkasan atau sinopsis kisah, baru setelahnya diikuti
oleh rincian-rincian tentang berembuknya mereka sebelum masuk ke dalam goa, keadaan mereka setelah memasukinya, tidur mereka dan
terbangunnya mereka. Juga tentang salah seorang dari mereka diminta untuk membeli makanan ke
kota dan tentang kembalinya dari kota, serta kematian mereka dan pembangunan
tempat ibadah di atas kubur mereka. Juga tentang perselisihan manusia saat itu
tentang mereka dan seterusnya. Seakan-akan sinopsis adalah pendahuluan yang
mampu menimbulkan keinginan untuk mengetahui kisah selanjutnya.
2.
Menyebutkan
kesimpulan kisah dan maksudnya, baru kemudian dimulai kisah itu dari awal dan
terus berlanjut dengan memaparkan rincian-rincian episodenya. Seperti kisah
Musa dalam al-Qashash. Kisah itu dimulai seperti ini
y7ù=Ï?
àM»t#uä
É=»tGÅ3ø9$#
ÈûüÎ7ßJø9$#
ÇËÈ (#qè=÷GtR
øn=tã
`ÏB
Î*t7¯R
4ÓyqãB
cöqtãöÏùur
Èd,ysø9$$Î/
5Qöqs)Ï9
cqãZÏB÷sã
ÇÌÈ ¨bÎ)
cöqtãöÏù
xtã
Îû
ÇÚöF{$#
@yèy_ur
$ygn=÷dr&
$YèuÏ©
ß#ÏèôÒtGó¡o
Zpxÿͬ!$sÛ
öNåk÷]ÏiB
ßxÎn/xã
öNèduä!$oYö/r&
¾ÄÓ÷ÕtGó¡our
öNèduä!$|¡ÏR
4
¼çm¯RÎ)
c%x.
z`ÏB
tûïÏÅ¡øÿßJø9$#
ÇÍÈ ßÌçRur
br&
£`ßJ¯R
n?tã
úïÏ%©!$#
(#qàÿÏèôÒçGó$#
Îû
ÇÚöF{$#
öNßgn=yèøgwUur
Zp£Jͬr&
ãNßgn=yèôftRur
úüÏOͺuqø9$#
ÇÎÈ z`Åj3yJçRur
öNçlm;
Îû
ÇÚöF{$#
yÌçRur
cöqtãöÏù
z`»yJ»ydur
$yJèdyqãZã_ur
Nßg÷YÏB
$¨B
(#qçR$2
crâxøts
ÇÏÈ
ini adalah
ayat-ayat kitab (Al Quran) yang nyata (dari Allah). Kami membacakan kepadamu
sebagian dari kisah Musa dan Fir'aun de- ngan benar untuk orang-orang yang
beriman. Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan
menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka,
menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan
mereka. Sesungguhnya Fir'aun Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. dan
Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir)
itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang
yang mewarisi (bumi).
Baru kemudian dirincikan kisahnya: keiahirannya, masa
pertumbuhannya, penyusuannya, besarnya, pembunuhan yang dilakukannya terhadap
orang Mesir, dan keluarnya dari Mesir. Seakan-akan pendahuluan yang
mengungkapkan kesimpulan dari kisah ini sebagai prolog yang menimbulkan
keinginan untuk mengetahui alur kisah hingga terwujud kesimpulan yang telah
tertulis dan telah diketahui ini.
3.
Menyebutkan
kisah langsung tanpa ada pendaghuluan juga tanpa sinopsis dan dalam
ketiba-tibaan ini juga memiiiki keistimewaan tersendiri. Seperti kisah Maryam
saat melahirkan Nabi Isa, kisah Sulaiman dengan semut, Hudhud, dan Ratu Bilqis.
4.
Terkadang
kisah itu berubah seperti sandiwara. Dan terkadang disebutkan beberapa lafal
yang memberitahukan akan awal pemaparan, kemudian membiarkan kisah bercerita
tentang kisahnya dengan perantara para pemainnya.
Keistimewaan kedua adalah keanekaragaman dengan cara tiba-tiba.
Terkadang rahasia secara tiba-tiba disembunyikan dari pemain dan dari
pemirsanya, hingga dibukakan untuk mereka berdua dengan tiba-tiba secara
bersamaan dan di waktu yang sama pula. Seperti kisah Musa dan Hamba yang shaJeh
dan alim di dalam surah al-Kahfi [18]: 60-82,
"Dan
(Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada muridnya : "Aku tidak akan berhenti
(berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau Aku akan berjalan
sampai bertahun-tahun". Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah
laut itu, mereka lalai akan ikarmya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya
ke laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada
muridnya: "Bawalah kemari nakanan kita; Sesungguhnya kita Telah merasa
letih Karena perjalanan kita ini". Muridnya menjawab: "Tahukah kamu
tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya Aku Iupa
(menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan Aku untuk
mencerita-kannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan
cara yang aneh sekali". Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita
cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka
bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba kami, yang Telah kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang Telah kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi Kami. Musa Berkata kepada Khidhr: "Bolehkah Aku mengikutimu
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang Telah
diajarkan kepadamu?" Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali
tidak akan sanggup sabar bersama Aku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas
sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal
itu?" Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati Aku sebagai
orang yang sabar, dan Aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".
Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganiah kamu menanyakan
kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai Aku sendiri menerangkannya
kepadamu". Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki
perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi
perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu
Telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidhr) berkata:
"Bukankah Aku Telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak
akan sabar bersama dengan aku". Musa berkata: "Janganiah kamu
menghukum Aku Karena keiupaanku dan janganiah kamu membebani Aku dengan sesuatu
kesulitan dalam urusanku". Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala
keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata:
"Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan Kaieaa dia membunuh orang
lain? Sesungguhnya kamu Telah melakukan suatu yang mungkar". Khidhr
berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak
akan dapat sabar bersamaku?" Musa berkata: "Jika Aku bertanya
kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganiah kamu memperbolehkan
Aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku".
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu
negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri
itu tidak mau menjamu mereka, Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu
dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa
berkata: "Jikalau kamu mau. niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara Aku dengan kamu; kelak akan
kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya.
Terkadang rahasia dapat ditemukan oleh pemirsa dan para pemain
dalam kisah dibiarkan tidak tahu. Mereka bertingkah laku tanpa mereka ketahui
apa rahasia dan semua mansuai menyaksikan akan tingkah laku mereka tersebut.
Hal ini terjadi kebanyakan dalam adegan atau kisah pengejekan agar pemirsa ikut
mengejek jugasejak awal kisah, di mana dia dipeboiehkan mengejek sebab tingkah
laku pada pemainnya sendiri. Seperti kisah pemilik kebun dalam al-Qur'an surat
al-Qalam ayat
17-20.
Sesungguhnya
kami Telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana kami Telah mencobai
pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh
akanmemetik (hasil)nya di pagi hari. Dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir
miskin), Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika
mereka sedang tidur. Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap
gulita. Lalu mereka panggil memanggil di pagi hari: "Pergilah diwaktu pagi
(ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya". Maka pergilah mereka
saling berbisik-bisik.
Terkadang di suatu tempat, beberapa rahasia terbuka untuk pemirsa
namun masih menjadi misteri bagi pemainnya dan di tempat lain menjadi misteri
bagi pemirsa juga bagi pemainnya di dalam satu kisah. Contohnya adalah kisah
singgasana Ratu Bilqis yang didatangkan dalam sekejap mata.
Kadang pula tidak ada di sana rahasia yang tersembunyi, namun di
waktu yang sama kekagetan melanda pemirsa juga pemain, padahal di saat itu
keduanya mengetahui akan rahasianya. Seperti kekagetan-kekagetan kisah Maryam,
ketika ia membuat tabir (dinding) yang melindunginya. Di sana dia dikagetkan
dengan munculnya Rûh al-Amîn (Jibril) dalam bentuk seorang laki-laki.
Keistimewaan artistik ketiga
adalah dalam penyampaian kisah, yaitu celah-celah antara satu adegan dan adegan
lain yang mengakibatkan terjadinya pembagian dan pemotongan adegan-adegan, yang
dalam kisah sandiwara modern dilakuikan dengan penurunan tirai dalam film
modern dilakukan dengan perpindahan episode. Yakni dengan meninggalkan antara
setiap dua adegan atau dua episode celah atau jeda yang bisa diisi sengan
khayalan dan dapat dinikmati dengan menebak apa yang akan terjadi, dalam waktu
antara adegan yang sudah lewat dan antara adegan yang akan dating itu.
Cara ini dapat ditelusuri
dalam kisah al-Qur’an dan bisa juga anda telusuri dalam kisah-kisah yang telah
dipaparkan sebelumnya. Misalnya, kisah Yusuf sebagaimana berikut:
$£Jn=sù (#qÝ¡t«øtFó$# çm÷YÏB (#qÝÁn=yz $wÅgwU (
tA$s% öNèdçÎ72 öNs9r& (#þqßJn=÷ès? cr& öNä.$t/r& ôs% xyzr& Nä3øn=tæ $Z)ÏOöq¨B z`ÏiB «!$# `ÏBur ã@ö6s% $tB óOçFÛ§sù Îû y#ßqã (
ô`n=sù yytö/r& uÚöF{$# 4Ó®Lym tbsù't þÍ< þÎ1r& ÷rr& zNä3øts ª!$# Í< (
uqèdur çöyz tûüÏJÅ3»ptø:$# ÇÑÉÈ (#þqãèÅ_ö$# #n<Î) öNä3Î/r& (#qä9qà)sù !$tR$t/r'¯»t cÎ) y7uZö/$# s-ty $tBur !$tRôÍky wÎ) $yJÎ/ $uZôJÎ=tæ $tBur $¨Zà2 É=øtóù=Ï9 tûüÏàÏÿ»ym ÇÑÊÈ È@t«óur sptös)ø9$# ÓÉL©9$# $¨Zà2 $pkÏù uÏèø9$#ur ûÓÉL©9$# $uZù=t6ø%r& $pkÏù (
$¯RÎ)ur cqè%Ï»|Ás9 ÇÑËÈ
“Maka tatkala mereka berputus asa dari pada
(putusan) Yusuf mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik.
berkatalah yang tertua diantara mereka: "Tidakkah kamu ketahui bahwa
Sesungguhnya ayahmu telah mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan
sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. sebab itu aku tidak akan
meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali),
atau Allah memberi keputusan terhadapku. dan Dia adalah hakim yang
sebaik-baiknya". Kembalilah kepada ayahmu dan Katakanlah: "Wahai ayah
kami! Sesungguhnya anakmu telah mencuri, dan Kami hanya menyaksikan apa yang
Kami ketahui, dan sekali-kali Kami tidak dapat menjaga (mengetahui) barang yang
ghaib. Dan tanyalah (penduduk) negeri yang Kami berada disitu, dan kafilah yang
Kami datang bersamanya, dan Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang
benar".
Tirai diturunkan untuk
kembali bertemu bersama mereka dalam adegan Iain, bukan di Mesir dan bukan pula
di jalan, tetapi di hadapan bapak mereka. Saat itu, mungkin mereka telah
menceritakan kepada bapaknya apa yang diminta oleh saudara mereka (Yusuf) tapi
kita tidak mendengar apa yang mereka katakan. Namun saat tirai diangkat
kembali, kita dapati bapaknya berkata kepada mereka,
"Ya'qub
berkata: "Kanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang
buruk) itu. Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah
mendatangkan mereka semuanya kepadaku; Sesungguhnya Dia-lah yang Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana".
Ilustrasi dalam Kisah
Ilustrasi pada adegan-adegan kisah ada beberapa warna. Pertama
tampak pada penyajian dan menghidupkan cerita. Kedua, tampak pada
pengimajinasian atau pengilustrasian perasaan dan emosional. Ketiga, tampak
pelukisan karakter. Ketiga warna ini tidak terpisah satu sama lain, namun bisa
salah satunya lebih tampak dan lebih jelas di suatu adegan atau kisah melebihi
dua warna lainnya.
Hakikatnya, sentuhan-sentuhan artistik ini semuanya bisa dilihat
di adegan-adegan dalam semua kisah. Contohnya kisah Ashabul Kahfi, adegan
Ibrahim dan Ismail juga adegan Nuh dan anaknya dalam kisah bencana topan.
Semuanya adalah contoh-contoh kekuatan penyajian dan menghidupkan cerita hingga
pembaca mengira bahwa adegan itu ada di hadapan. Dapat dia rasakan dan dapat
dia lihat.
Menggambarkan Karakter dalam Kisah
Kisah mempunyai pengaruh yang kuat terhadap jiwa, maka seorang
pendidik selayaknya memperbanyak kisah-kisah yang bermanfaat. Dalam hal ini
penulis akanmenerangkan tujuan pengajaran kisah yang berada dalam kisah itu
sendiri,khusunya kisah-kisah Qur'ani. Menurut Abdurahman al-Nahlawi, bahwa
tujuan pengajaran kisah yang terpenting antara lain:
1)
Kisah-kisah
Qur'ani disajikan untuk mengokohkan wahyu dan risalah Rasulullah. Artinya Nabi
Muhammad Saw tidak pernah belajar kepada pendeta Yahudi dan Nasrani ketika
beliau harus membacakan kisah-kisah tersebut kepada kaumnya.
2) Kisah-kisah dalam al-Qur'an merupakan penjelasan bahwa seluruh
agama yang dibawa para nabi berasal dari Allah.
3) Melalui kisah-kisah Qur'ani kita memperoleh kejelasan bahwa Allah
adalah penolong para rasul dan penoJong orang-orang beriman lainnnya serta
mengasihi dan menyelamatkan mereka dari berbagai bencana, mulai zaman nabi Adam
a.s. hingga zaman Nabi Muhammad Saw.
4) Kisah-kisah Qur'ani mampu menghibur kaum mukminin yang sedang
bingung, sedih atau tertimpa musibah melalui penggambaran kokohnya keimanan
Rasulullah Saw. dan pengikutnya serta mampu memberikan sugesti besar kepada
orang-orang yang cenderung pada keimanan.
5) Kisah-kisah dalam al-Qur'an pun mengingatkan manusia pada bahaya
yang datang dari sepak terjang setan melalui penonjolan permusuhan abadi
anatara setan dengan manusia.
6) Kisah-kisah al-Qur'an mampu memberikan penjelasan rinci tentang
kekuasaan Allah dan melalui itu kita dapat menyajikan penjelasan yang dapat
mempengaruhi emosi kedahsyatan dan ketakutan terhadap Allah, sehingga
kekhusyukan, ketundukan, serta kepasrahan terhadap-Nya dapat terbina.
Panduan materi berkisah yang dikemukakan penuiis antara lain
mengenai; Kisah (cerita) dalam pendidikan, daya tarik cerita (kisah),
jenis-jenis kisah cerita), etika berkisah (bercerita), bahasa dalam berkisah
(bercerita), cara al-Qur'an berkisah (bercerita), perencanaan berkisah
(bercerita), media dan metode penyampaian kisah (cerita), panduan pengajaran
kisah (cerita), dan penanaman nilai moral dalam berkisah (bercerita). Untuk
lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut.
a)
Kisah
(cerita) dalam Pendidikan
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa cerita Islami
dinamakan kisah. Oleh Karena itu penuiis berpendapat bahwa pebedaan
antara cerita dengan kisah secara umum duihat dari sumbernya bahwa, cerita
adalah bersumber dari seorang sastrawan (pengarang) yang isinya hasil karangan
namun tetap isinya mengandung pesan-pesan sesuai dengan tujuan pengarangnya
walaupun alur kisahnya hasil pemikiran manusia (pengarang), sedangkan kisah
adalah bersumber dari al-Qur'an ataupun Hadits yang isinya mengandung kebenaran
mutlak sehingga alur kisahnya pun benar-benar terjadi (nyata). Dalam pembahasan
mengenai kisah (cerita) ini rasanya antara kisah dan cerita adalah hal yang
sama dalam bentuknya, yaitu dengan melalui penceritaan (narasi) atau dengan menggunakan
metode ceramah, atau melalui metode lain.
Bercerita merupakan salah satu bentuk cara dalam pendidikan, dan
cara yang paling baik awal-awal kegiatan mendidik adalah dengan melalui cerita.
Centa adalah salah satu bentuk sastra yang bisa dibaca atau hanya didengar oleh
orang yang tidak mampu membaca. Perhatikanlah ketika anak telah sedikitnya
memahami dan imengenali lingkungannya, sebab anak mulai dapat mendengarkan
cerita (kisah) sejak ia dapat memahami dan mengenali apa yang terjadi di
sekelilingnya, dan mampu mengingat apa yang disampaikan orang kepadanya. Oleh
karena itu yang dilakukan orangtua dalam mendidik anak biasanya diawali dengan
bercerita yang sesederhana mungkin, sebab bercerita yang sederhana itu
merupakan cara yang paling mudah diserap anak untuk pengembangan imajinasinya,
seperti cerita dunia binatang, cerita seorang raja, dan lain-lain.
Seorang anak biasanya mulai bisa memahami cerita pada akhir usia
tiga tahun. Pada usia ini anak bisa mampu mendengarkan dengan baik dan cermat
ceritapendek yang sesuai, yang diceritakan kepadanya. Bahkan ia meminta cerita
tambahan sebagai ungkapan kepenasarannya atau keasikannya dalam mendengar-kan
cerita.
Abdul Aziz Abdul Majid
menyebutkan bahwa seni adalah sumber dari rasa keindahan dan bagian dari pendidikan.
Seni juga mempunyai pengaruh kepada jiwaorang dewasa ataupun anak-anak, karena
ia dapat mengasah rasa dan akal. la juga menyebutkan beberapa hal pokok yang
berkaitan dengan cerita yang tidak bisa dipisah-pisahkan, yaitu karangan,
pengarang, penceritaan, pencerita atau pendongeng, penyimakan, dan penyimak.
b)
Daya
Tarik Cerita (Kisah)
Dunia anak adalah dunia yang kaya dengan fantasi penuh dengan
berbagai khayalan-khayalan. Tidaklah mengherankan apabila anak-anak sangat
menggemari segala bacaan atau tontonan yang dapat membangkitkan gaya
imajinasinya. Hal ini juga dapat kita perhatikan pada usia anak-anak sampai
orang dewasabanyak mendatangi tempat-tempat hiburan dan media-media lainnya,
seperti nonton film cerita anak, membaca buku-buku komik, dan lain-lain. Ini
menandakan bahwa mereka masih butuh untuk mengembangkan imajinasinya, terkadang
usia laja yang masih senang melakukan hal-hal yang dilakukan anak kecil,
sehingga disebut "'masa
kecil yang kurang bahagia", sebab memang anak kecillah yang suka imajinasi
yang tinggi, dan sudah menginjak usia dewasa sudah bukan saatnya lagi, malahan
melangkah pada tataran imajinasi yang dapat dirasionalkan. Cerita memang
memiliki daya tarik tersendiri, baik dikalangan anak-anak ataupun dewasa bahkan
orangtua punmasih tertarik dengan berbagai cerita-cerita. Namun perbedaan
antara anak kecil dengan orang dewasa dan orangtua terletak pada bobot
ceritanya, seperti halnya anak suka sekali dengan cerita yang berimajinasi
tinggi,-sedangkan orang dewasa dan orangtua lebih kepada imajinasi yang
rasional.
c)
Jenis-jenis
Kisah (cerita)
Menurut Manna' Khalil al-Qathan bahwa kisah-kisah dalam al-Quran
terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1)
Qishash al-anbiya' (kisah-kisah para
nabi). yang tersebar banyak dalam al-Qur'an, seperti kisah Nabi Adam, Nuh, Hud,
Isa (alahim al-salam) dan lainnya.Pengulangan kisah dalam al-Qur'an
sering terjadi Nabi Adam, Nuh, dan Musa (alaihim at-salam), disamping
itu kisah yang diceritakan terkadang jarang bahkan hanya sekali seperti kisah
Nabi Yusuf as. Kisah tersebut menerangkan tentang
dakwah dan mu'jizat para nabi dan rasul, serta sikap-sikap umatnya baik yang
beriman maupun inkar, serta akibat-akibat yang mereka terima berupa pahala dan
adzab.
2) Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Kisah
ini ada hubungan dengan kisah-kisah para nabi, seperti kisah Maryam dengan Nabi
Isa as., kisah Thalut dan Jalut dengan Nabi dawud, dan kisah Qarun dengan Nabi
Musa a.s.kisah-kisah lainnya seperti Ashhab al-Kahfi, Ashhab al-Ukhdud, serta
Dzul Qarnain dan lainnya.
3) Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pa Rasulullah S.a.w., seperti perang Badar, Uhud, Hunain, tabuk, serta
peristiwa Hijrah, peristiwa Isra' dan lainnya.
d)
Etika
Berkisah (Bercerita)
Etika dalam berkisah menyangkut beberapa prinsip praktis, yaitu:
1)
Prinsip
pentahapan. Hal ini sejalan pada tahap-tahap perkembangan kepribadian para nabi
pada masa bayi, anak-anak, remaja, serta dewasa, terutama menyangkut faktor
tugas perkembangan. Misalnya apabila yang ingin diubah itu adalah prilaku
remaja agar sesuai dengan tuntutan nilai standar al-Qur'an, pilihlah beberapa
episode kisah nabi dalam usia remaja pula, misalkan sikap kritis seorang remaja
versi Nabi Ibrahim a.s. atau cara mengendalikan nafsu biologis versi Nabi Yusuf.
2) Prinsip pengalaman. Yang merupakan prinsip umpan balik adanya
dialog dan penghayatan menuju perubahan prilaku secara nyata. Secara umum, sebagai
seorang anak, sang nabi pun mengalami kondisi psikologi yang sama seperti
halnya anak anak disekitar kita.
3) Prinsip penentuan sikap praktis. Tujuan utama pendidikan berkisah
adalah agarprilaku anak-anak selaras dengan figur para nabi dalam tahap-tahap
perkembangan individualnya. Dalam berkisah pendidik dituntut menentukan dan
menunjukan sikap-sikap praktis apa yang harus diteladani.
4) Prinsip pelatihan. Sikap dan prilaku praktis anak setelah
mengikuti aktivitas berkisah harus terus dipelihara. Hal ini dapat diupayakan
dengan menjalankan prinsip pelatihan pada anak, diantaranya, mengisahkan
kembali kisah tersebut, mengisahkan kembali dengan sudut pandang lain,
membacakan kisah yang berbentuk prosa liris ataupun puitis, melatih mengucapkan
teks dialog, memerankan tokoh dalam kisah, pementasan kisah nabi.
e)
Bahasa
dalam Berkisah (Bercerita)
Bahasa
yang digunakan dalam berkisah harus sesederhana mungkin, yang sekiranya anak
didik itu paham akan bahasa yang dipakai. Atau bisa saja menggunakan bahasa yang sedikitnya agak
tinggi sekedar memberikan kosa kata baru pada anak, tetapi perlu sekali
penerangan arti bahasa yang dipakai, sehingga anak itu merasa paham akan maksud
ucapan gurunya dalam berkisah. Sebaliknya
bahasa yang tinggi yang diterapkan pada anak tanpa penerangan akan
artinya atau maksudnya, akan membuat
anak kabur dalam memahami kisah. Oleh karena itu pandai-pandailah pendidik
(guru) dalam berkisah dengan menggunakan
bahasa yang sederhana ditambah lagi bahasanya yang indah maka akan lebih
mudah diserap olehanak didiknya.
f)
Cara
al-Qur'an Berkisah (Bercerita)
Al-Qur'an
banyak mengandung berbagai ayat kisah, tetapi ingat al-Qur'an bukanlah buku
kisah. Apabila ingin meagetahui nama-nama nabi mulai dari awal sampai akhir,
maka harus menelaah dengan anak, maksudnya bahwa al-Qur'an itu memberi peluang
kepada pembacanya untuk memilih episode kisah tentang apa yang ingi'n
diketahuiuya, dan yang dipetik dalam al-Qur'an bukanlah ketuntasan alur
kisahnya, tetapi pesan-pesan moral mana yang relevan dengan kondisi psikologis
sang pembaca itu.
g)
Perencanaan
Bercerita (Berkisah)
Melakukan pengajaran bercerita atau kisah, meliputi tiga langkah,
yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap progaram pengajaran
tersebut. Dalam berkisah pun seorang pendidik harus mengikuti ketiga Iangkah
tersebut.
Pendidik dalam melakukan perencanaan pengajaran dalam berkisah
tentunya harus melakukan perencanaan yang matang sebab akan menentukan langkah
pelaksanaan dan evaluasi. Oleh karena itu dibuatlah sebuah satuan pelajaran
(Satpel) untuk merencanakan pelaksanaan dan evaluasi, yang mana dalam hal ini
pendidik (guru) mempunyai kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan perubahan
dalampelaksanaannya, akan
tetapi jika program pengajarannya itu terdapat dalam pengajaran dengan kaset
video/audio/ komputer serta pelajaran berprogram, maka dalam hal ini apa yang
dilakukan pendidik (guru) harus sesuai dengan apa yang telafa direncanakan.
Menurut Nunu Achdiyat bahwa agar ektifitas berkisah memiliki nilai
edukatif sebagai persiapan dengan beberapa langkah, yaitu:
1)
Menentukan
tujuan dan fokus pengisahan, apakah dengan pribadinya. Misalnya, Ibrahim
sebagai ayah. Adapun tujuannya menentukan kira-kira prilaku apa yang diharapkan
terjadi pada diri anak sesudah mengikuti kisah tersebut.
2) Menentukan episode mana dari kisah nabi yang akan anda misahkan.
Misalnya untuk konsumsi anak-anak, episode nabi kala nak-anak lebih menarik dan
mudah dicerna oleh mereka. Demikian seterusnya.
3) Jika memungkinkan, persiapkan alat bantu berkisah. Misalnya dalam bentuk buku,gambar, foto, slide, video, atau boneka-boneka untuk menarik
minat anakmenyimak kisah anda.
4) Pada peserta yang telah berusia remaja dan dewasa, metode berkish
ini tidak perlu sepenuhnya digunakan, cukup sebagai ilustrasi. Selebihnya,
ajaklahmelakukan dialog tanya jawab yang bersifat reflektif (Nunu Ahdiyat, 10
dan R. Ibrahim dan Nana Saodih, 55).
Media dan Metode dalam Berkisah (Bercerita)
Media menurut T. Handayu yaitu perantara yang diperlukan dalam
suatu aktifitas tertentu, agar berjalan dengan efektif dan efesien. Sedangkan
media pengajaran menurut Muhammad Ali merupakan bagian integral dalam system
pengajaran. Penggunaan media juga harus didasarkan kepada pemilihan yang tepat,
sehingga dapat memperbesar arti dan fungsi dalam menunjang efektifitas dan
efesiensi proses belajar mengajar.
Menurut Gegne dan Briggs yang dikutip Muhammad Ali menekankan
pentingnya media sebagai alat untuk merangsang proses belajar. Biasanya dalam
melakukan pengajaran kisah, media yang digunakan itu antara lain buku/majalah,
radio/tape, VCD player, Komputer, dan Iain-lain yang sifatnya visual, audio,
atau audio-visual. Kesemuanya ini merupakan sarana untuk penyampaian kisah.
Setelah adanya media, maka
langkah selanjutnya yaitu metode (cara) untuk menyampaikan kisah. T. Handayu
menyebutkan dua cara dalam penyampaian kisah, yaitu bercerita secara langsung
diluar kepala, dan membacakan buku cerita kepada anak. Dari dua cara tadi
merupakan aktivitas yang mempergunakan kata-kata dalam berkisah yang dapat
didengarkan dan disaksikan oleh anak didik dalam proses berkisah.
Panduan Pengajaran Kisah (Cerita)
Melakukan pengajaran kisah berarti anda sedang melakukan proses
berkisah, berarti pula tengah berkisah untuk melakukan tujuan-tujuan tertentu
yang digali dari bahan-bahan dan materi yang dikisahkan. Dalam hal ini seorang
guru telah melakukan perencanaan yang matang untuk berkisah, tentunya mempunyai
:ujuan-tujuan tertentu setelah selesai proses belajar mengajar. Tujuan umum
dalam berkisah pada semua lingkatan dengan perbedaan keluasan dan kedalaman
mengacu pada aspek-aspek: keimanan, kecintaan, kebiasaan, dan hapalan. Sedangkan
pendekatan yang digunakan dalam berkisah yaitu sebagaimana yang diamanatkan
oleh al-Qur'an yang diarahkan kepada proses pembelajaran reflektif yang
menekankan fungsi akal dan intelektual.
Penanaman Nilai Moral dalam Berkisah (Bercerita)
Seorang pendidik (guru) setelah berkisah di depan anak didiknya
tentunya mempunyai sasaran-sasaran tertentu, dalam hal ini sasaran-sasaran yang
dilakukan seorang pendidik itu berbeda-beda tergantung tingkatan usia anak
didiknya. Sepert1 sasaran pada anak seusia SD berbeda dengan sasaran
anak seusia SMP, hingga seterusnya sampai ketingakatan usia selanjutnya. Secara
umum sasaran moral sebagi tujuan akhir dari tingkatan-tingkatan mulai dan"
anak-anak hingga dewasa dalam pengajaran kisah adalah agar mereka menjadi pelaku
sejarah yang sadar sebagai penerus risalah para nabi tersebut untuk diikuti
jejaknya, khususnya risalah Nabi Muhammad Saw.
Sasaran moral pada anak tingkat dasar lebih ditekankan pada aspek
kognitifnya, seperti menghapal para nabi, mengenal jalannya cerita para nabi
dan keluarganya, serta dapat menyebutkan beberapa rujukan ayat-ayat al-Qur'an
yang berkenaan dengan kisah para nabi tersebut. Sehingga anak itu mampu
menghayati kepribadian para nabi sebagai pemimpin keluarga dan diharapkan
mereka akan belajar berakhalakul karimah terhadap keluarganya, yang selanjutnya
mengamalkan prilaku para nabi dalam praktek kesehariannya. Kemudian sasaran
moral pada tingkat anjutan yaitu pemahaman kognitif yang diisyaratkan adalah
pengenalannya terhadap segi-segi keberhasilan nabi dalam masyarakat,
aspek-aspek yang berkenaan dengan pembangunan masyarakat. Selanjutnya sasaran
moral pada anak tingkat pengemba--gan yaitu anak diharapkan sudah mampu
memahami 'ibroh dan hikmah dalam kisahpara nabi tersebut.
Sehingga yang ditekankan itu selain kognitif, juga reflektif dan filosofis atau
peran sejarah nabi yang merupakan persyaratan mutlak.
Pendekatan Pengajaran Kisah (cerita)
Nunu Achdiyat menyebuikan bahwa ada beberapa pendekatan yang
digunakan dalam berkisah, yaitu:
a.
Studi
al-Qur'an
Studi al-Qur'an meliputi bacaan (qira 'ah), hafalan (hqfizh),
tulisan (khot), dan pemahaman (tafsir). Berita mengenai kisah
para nabi dan rasul dalam ayat-ayat al-Qur'an tersebut dapat diajarkan sebagai
materi bacaan dan hapalan pada tingkat dasar, dan sebagai materi kajian
pemahaman pada tingkat selanjutnya.
b.
Studi
sejarah
Banyak sekali peristiwa sejarah yang terdapat dalam al-Qur'an.
Mengenai pengajaran kisah para nabi dan rasul dalam studi sejarah menyangkut
pengetahuan tentang asal-usul dan sebab musabab binasanya, ataupun sejahteranya
suatu kaum, terutama yang diakibatkan oleh kemorosotan moral ataupun
penyimpangan dan penentang akan hukum-hukum Allah.
c.
Apresiasi
sastra
Sastra
merupakan bagian dari karya seni, yang mana di dalamnya mengandung keindahan-keindahan
gaya bahasa yang dipakai seorang sastrawan. Dalam pengajaran kisah sebagai
studi dan apresiasi sastra menyangkut keterlibatan emosi dan kognitif ialam
pengalaman keagamaan seorang anak secara utuh, yang diintegrasikan untuk
dinikmati, dihayati dan diterapkannya, bukan sekedar untuk dikhotbahkan belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Anda komentari tulisan-tulisan ini!
Komentar yang masuk dapat dijadikan pertimbangan untuk menampilkan tulisan-tulisan selanjutnya.
Terima kasih.