Oleh:
Herlan Firmansyah
Abstract
Joints sustain
a nation of which the character and mentality of its people. Externally,
globalization is a phenomenon of the factors most strategic factor that has
huge impact on the values, character and mentality of a nation. While internal
factors which have great impact on the formation of national character of which
is the direction of development education. This can be achieved through the
participation of teachers optimally in the process of preparing learners who
have a character as stated in Law No. 20 of 2003 Chapter II, Article 3 of the
function and purpose of national education. Given how the urgency of the
teacher's role in efforts to build a national character, the teacher
professional development that focused on the four core competencies of the
pedagogical, personal competence, social competence and professional competence
should be based on the conception and approaches in values education.
Keywords:
Character, Professional Teacher.
abstrak
Sendi-sendi
yang menopang sebuah bangsa di antaranya karakter dan mentalitas rakyatnya. Secara
eksternal, faktor fenomena globalisasi merupakan faktor paling strategis yang
membawa pengaruh besar terhadap tata nilai, karakter dan mentalitas suatu
bangsa. Sedangkan faktor
internal yang berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter bangsa di antaranya
adalah arah pembangunan dunia pendidikan. Hal tersebut
dapat diwujudkan melalui peran serta guru secara optimal dalam proses penyiapan
peserta didik yang memiliki karakter sebagaimana disebutkan dalam UU No 20
Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Mengingat betapa urgennya peran
guru dalam upaya membangun karakter bangsa, maka pembinaan profesionalisme guru
yang terfokus kepada empat kompetensi utama yakni kompetensi pedagogik,
kompetensi kepriba-dian, kompetensi sosial dan kompetensi professional harus
dilandasi oleh konsepsi dan pendekatan-pendekatan dalam pendidikan nilai.
Kata Kunci :
Karakter Bangsa, Profesionalisme Guru.
PENDAHULUAN
Sendi-sendi
yang menopang sebuah bangsa di antaranya adalah berupa karakter dan mentalitas
rakyatnya, hal tersebut menjadi pondasi yang kukuh dari tata nilai bangsa
tersebut. Keruntuhan sebuah bangsa ditandai dengan semakin lunturnya tata nilai
dan karakter bangsa tersebut, walaupun secara fisik bangsa tersebut masih berdiri
tegak. Karakter dan mentalitas rakyat yang kukuh dari suatu bangsa tidak
terbentuk secara alami, melainkan melalui interaksi sosial yang dinamis dan
serangkaian program pemba-ngunan yang diarahkan oleh pemimpin bangsa tersebut.
Banyak
faktor tentunya yang memberikan pengaruh besar terhadap kehandalan karakter dan
mental rakyat suatu bangsa. Secara eksternal, faktor fenomena globalisasi merupakan
faktor paling strategis yang membawa pengaruh besar terhadap tata nilai,
karakter dan mentalitas suatu bangsa. Sebagian kala-ngan menganggapnya sebagai
ancaman yang berpotensi menggulung tata nilai, tradisi, dan karakter bangsa dan
pada akhirnya menggan-tikannya dengan tata nilai pragmatisme, materialisme, dan
neoliberalisme yang meruksak jati diri dan karakter bangsa yang sebelumnya
sudah menjadi identitas. Namun, sebagian lainnya menilai positif adanya
fenomena globalisasi, bahkan menilai globalisasi sebagai suatu fragmen yang
tidak bisa tidak harus dijalani dan banyak hal yang menjadi daya dukung akibat
adanya proses globalisasi terhadap percepatan pembangunan masyarakat suatu
bangsa.
Adapun
faktor internal yang berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter bangsa diantaranya
adalah arah pembangunan dunia pendidikan. Pemba-ngunan yang bertata nilai
merupakan esensi dari suatu pemahaman pembangu-nan yang sepenuhnya berorientasi
pada manusia sebagai subyek pembangunan atau lazim dikenal dengan human
oriented development. Tanpa adanya orientasi demikian, maka pembangunan
hanya akan mencakup tataran fisik dan tanpa disertai adanya pembangunan budaya
serta peningkatan standar nilai kehidupan manusianya. Hal yang mendominasi
terhadap performance manusia sebagai subyek pembangunan yang bertata nilai
tersebut tiada lain adalah pendidikan.
Dengan
pendidikan, karakter manusia sebagai individu dan sebagai masyarakat dapat
dibentuk dan diarahkan sesuai dengan tuntutan ideal bagi proses pembangunan.
Karakter manusia secara individu ini akan memberikan sumbangan besar terhadap
pembentukan karakter bangsa yang bermartabat dan menjadi faktor pendukung bagi
proses percepatan pembangunan suatu bangsa.
Dalam konteks pendidikan nasional, dinamika perkembangan dunia
pendidikan belum lama ini diwarnai oleh lahirnya Undang-Undang No 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, UU ini lahir dengan pertimbangan bahwa pembangu-nan
nasional dalam bidang pendidikan merupakan upaya mencerdaskan kehidu-pan bangsa
dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertak-wa dan
berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam
menuju masyarakat yang maju, adil, makmur dan beradab berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Selain itu, dalam rangka menjamin perluasan dan pemerataan akses,
peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan
akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan lokal, nasional dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan
peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah dan berkesinambungan.
Guru mempunyai peran dan kedudukan yang sangat strategis dalam
pembangunan nasional khususnya dalam bidang pendidikan. Dalam UU tersebut guru
didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik. Dengan ditegaskannya sebagai pekerjaan professional, otomotis menuntut
adanya prinsip profesionalitas yang selayaknya dijungjung tinggi dan dipraktekan
oleh para guru, seorang guru hendaknya memiliki kualifikasi, kompetensi dan
sertifikasi yang jelas.
Faktor kompetensi sebagai seorang pendidik sangatlah penting,
terlebih objek yang menjadi sasaran pekerjaanya adalah peserta didik yang
diibaratkan kertas putih, gurulah yang akan menentukan apa yang hendak
dituangkan dalam kertas tersebut, berkualitas tidanya tergantung kepada sejauh mana
guru bisa menempatkan dirinya sebagai pendidik yang memiliki kapasitas dan
kompetensi profesional dalam mengarahkan individu-individu menjadi sosok yang
memiliki karakter dan mentalitas yang bisa diandalkan dalam proses pembangunan
bangsa.
Dalam tataran normatif betapa mulia dan strategisnya kedudukan
guru. Namun, dalam realitas dilapangan tidak sedikit guru yang tidak
mencerminkan peran strategisnya sebagai guru, bahkan ia jauh dari garis jati
diri keguruannya, penyim-pangan-penyimpangan moral, tampilan kepribadian yang
tidak sewajarnya, landasan penguasaan norma-norma agama yang lemah dan sejumlah
patologi sosial lainya tidak jarang kita temukan, banyak faktor tentunya
yang memengaruhi hal tersebut terjadi, yang jelas jika dibiarkan hal ini dapat
memberikan ekses buruk bagi dunia pendidikan, khususnya terhadap kualitas
lulusan dan output pendidikan serta karakter masyarakat sebagai objek
pendidikan yang dimotori para guru.
Proses pendidikan akan jauh dari tujuanya, sehingga menjadi sangat
urgen untuk dilakukan sebuah upaya strategis dalam mempersiapkan sosok guru
yang mampu menjadi panutan dan melaksana-kan profesinya secara profesional
sehingga ia bisa diandalkan untuk memberikan peranan optimalnya dalam upaya
membentuk karakter manusia Indonesia khususnya dan karakater bangsa pada
umumnya.
Berangkat dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa guru sebagai entitas
strategis dalam upaya membentuk karak-ter bangsa yang memiliki jati diri dan
bermartabat di tengah-tengah bansga lainnya sangat diperlukan paranannya. Di sisi
lain pembinaan profesionalisme guru menjadi hal yang sangat urgen dan mendesak
untuk dikembangkan dengan mengintegrasikan pendidikan nilai sebagai pondasi
arah pembinaan.
pembahasan
A. Peran Strategis Guru Profesional dalam Membangun Karakter Bangsa
Sebagai pekerjaan profesional, guru memiliki ragam tugas, baik
yang terkait dengan tugas kedinasan maupun di luar dinas, dalam bentuk
pengabdian. Jika dikelompokan, terdapat tiga jenis tugas guru, yakni tugas
dalam bentuk profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.
Guru merupakan profesi yang memerlukan keahilian khusus sebagai guru. Jenis
pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang
kependidikan, walaupun kenyataanya tidak sedikit dilakukan oleh orang diluar
kependidikan, sehingga oleh karenanya jenis profesi ini paling mudah terkena
pencemaran.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan
melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup serta
mengembangkan karakter individu. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampi-lan
pada individu yang menjadi peserta didik. Adapun tugas guru dalam bidang
kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua.
Ia harus mampu menarik simpati sehingga menjadi idola para peserta didiknya.
Pelajaran apa pun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi peserta
didiknya dalam belajar. Bila dalam penampilanya sudah tidak menarik, maka
kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajaranya itu
kepada para peserta didiknya, mereka akan enggan menghadapi guru yang tidak
menarik.
Guru pada hakikatnya merupakan komponen strategis yang memiliki
peran penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Bahkan keberadaan guru
merupakan faktor condisio sine quanon yang tidak mungkin digantikan oleh
komponen manapun dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih pada era
kontemporer ini. Keberadaan guru bagi suatu bangsa sangatlah penting, terlebih
bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan perjalanan zaman
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian mutakhir dan mendorong perubahan
di segala ranah kehidupan, termasuk perubahan tata nilai yang menjadi pondasi
karakter bangsa.
Hipotesisnya adalah semakin optimal guru melaksanakan fungsinya,
maka semakin terjamin dan terbinanya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai
manusia yang diandalkan dalam pembangunan bangsa. Dengan kata lain, potret dan
wajah diri bangsa di masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini,
dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra para guru
di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.
Dalam melaksanakan tugas keprofe-sionalannya, berdasarkan UU No 14
tahun 2005 pasal 20, maka guru berkewajiban untuk:
a.
Merencanakan pembelajaran, melak-sanakan
proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan meng-evaluasi hasil
pembelajaran
b.
Meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetauan, tek-nologi dan seni
c.
Bertindak objektif dan tidak
diskri-minatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan
kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran
d.
Menjungjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika
e.
Memelihara dan memupuk persatuan
dan kesatuan bangsa
Sedangkan peranan dan kompetensi guru dalam proses
belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams
& Decey dalam Basic Principles of Student Teaching, antara
lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan,
partisipan, ekspeditor, peren-cana, superpisor, motivator, dan konselor. Yang
akan dikemukakan di sini adalah peranan yang dianggap paling dominan
sebagaimana dikemukakan oleh Usman (2001:9-11) sebagai berikut.
1.
Guru Sebagai Demonstrator
Melalui peranannya sebagai demon-strator, lecturer,
atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi
pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengem-bangkannya
dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilkinya karena hal
ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri
adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus-menerus. Dengan cara
demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai
bekal dalam melaksanakan tugasnnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga
mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya apa yang
disampai-kannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.
Seorang guru juga hendaknya mampu memahami kurikulum, dan dia
sendiri sebagai sumber belajar terampil dalam memberikan informasi kepada
kelas. Sebagai pengajar ia pun harus membantu perkembangan anak didik untuk
dapat menerima, memahami, serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu guru
hendaknya mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai
kesempatan.
2.
Guru Sebagai Pengelola Kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager),
guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan
aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur
dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan pendidikan.
Kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam
kelas tergantung pada banyak faktor, antara lain adalah guru, hubungan pribadi
antara siswa di dalam kelas serta kondisi umum dan suasana di dalam
kelas.Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas
kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil
yang baik. Sedangkan tujuan khusunya ialah mengembangkan kemampuan siswa dalam
menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan
siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang
diharapkan.
Sebagai manager guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik
kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan
proses-proses intelektual dan sosial di dalam kelasnya. Dengan demikian guru
tidak hanya memungkinkan siswa belajar, tetapi juga mengembangkan kebiasaan
bekerja dan belajar secara efektif di kalangan siswa.Tanggung jawab yang lain
sebagai manager yang penting bagi guru ialah membimbing pengalaman-pengalaman
siswa sehari-hari ke arah Self Directerd Behavior.
Salah satu menagemen kelas yang baik adalah menyediakan
kesempatan bagi siswa untuk sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungannya
para guru sehingga mereka mampu membimbing kegiatannya sendiri. Siswa harus belajar melakukan self control dan self
activity melalui proses bertahap. Sebagai manager guru hendaknya mampu
memimpin kegiatan belajar yang efektif serta efisien dengan hasil optimal.
Sebagai manager lingkungan belajar, guru hendaknya mampu mempergunakan pengetahuan
tentang teori belajar dan teori perkem-bangan sehingga kemungkinan untuk
menciptakan situasi belajar-mengajar yang menimbulkan kegiatan belajar pada
siswa akan mudah dilaksanakan dan sekaligus memudahkan pencapaian tujuan yang
diharapkan.
3. Guru Sebagai Mediator dan Fasili-tator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat
komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demi-kian
media pendidikan merupakn dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi
dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendi-dikan dan
pengajaran di sekolah.
Sebagai mediator guru pun menjadi perantara dalam hubungan antar
manusia. Untuk keperluan itu guru harus terampil memper-gunakan pengetahuan
tentang bagaimana yang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya agar guru
dapat menciptakan secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam
hal ini ada tiga macam kjegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, yaitu
mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik, mengembangkan gaya
interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan yang positif dengan para siswa.
Sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber
belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar
mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah, internet, atau pun
surat kabar.
4.
Guru Sebagai Evaluator
Dalam proses belajar-mengajar yang dilakukan, guru hendaknya
menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi
yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab
melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.
Dengan penilaian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian
tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan
metode belajar. Tujuan lain dari penilaian diantaranya ialah untuk mengetahui
kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian guru dapat
mengklasifikasikan apakah seorang siswa termasuk kelompok siswa yang pandai,
sedang, kurang, atau cukup baik di kelasnya, jika dibandingkan dengan
teman-temannya.
Dengan menelaah penca-paian tujuan pelajaran, guru dapat
mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil
yang baik dan memuaskan, atau sebaliknya. Jadi, jelaslah bahwa guru hendaknya
mampu dan terampil melaksanakan penilaian karena dengan penilaian guru dapat
mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses
belajar.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru
hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa
dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan
balik (feedback) terhadap proses belajar-mengajar. Umpan balik ini akan
dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses
belajar-mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan
terus-menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
5. Peran Guru dalam Pengadminis-trasian
Dalam hubungannya dengan pengad-ministrasian, seorang guru dapat
berperan sebagai berikut:
a.
Pengambil inisiatif, pengarah, dan
penilaian kegiatan-kegiatan pendidi-kan. Hal ini berarti guru turut serta
memikirkan kegiatan-kegiatan pendi-dikan yang direncanakan serta nilainya
b.
Wakil masyarakat yang berarti
dalam lingkungan sekolah, guru menjadi anggota suatu masyarakat. Guru harus
mencerminkan suasana dan kemauan masyarakat dalam arti yang baik.
c.
Orang yang ahli dalam mata
pelajaran. Guru bertanggung jawab untuk mewa-riskan kebudayaan kepada generasi
muda yang berupa pengetahuan.
d.
Penegak disiplin, guru harus
menjaga agar tercapai suatu disiplin.
e.
Pelaksana administrasi pendidikan,
di samping menjadi pengajar, guru pun bertanggung jawab akan kelancaran
jalannya pendidikan dan ia harus mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan
administrasi.
f.
Pemimpin generasi muda, masa depan
generasi muda terletak di tangan guru. Guru berperan sebagai pemimpin mereka
dalam mempersiapkan diri untuk anggota masyarakat yang dewasa.
g.
Penerjemah kepada masyarakat, arti-nya
guru berperan untuk menyampai-kan segala perkembangan kemajuan dunia sekitar
kepada masyarakat, khu-susnya masalah-masalah pendidikan.
6. Peran Guru Secara Pribadi
Dilihat dari segi dirinya sendiri seo-rang guru harus berperan sebagai berikut:
a.
Petugas sosial, yaitu seorang yang
harus membantu untuk kepentingan masyarakat. Dalam kegiatan-kegiatan masyarakat
guru senantiasa merupa-kan petugas-petugas yang dapat diper-caya untuk
berpartisipasi di dalamnya.
b.
Pelajar dan ilmuwan, yaitu
senantiasa terus menerus menuntut ilmu pengetahuan. Dengan berbagai cara setiap
saat guru senantiasa belajar untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
c.
Orang tua, yaitu mewakili orang
tua murid di sekolah dalam pendidikan anaknya. Sekolah merupakan lembaga
pendidikan sesudah keluarga, sehingga dalam arti luas sekolah merupakan
keluarga, guru berperan sebagai orang tua bagi siswa-siswanya.
d.
Teladan, yaitu senantiasa menjadi
teladan yang baik untuk siswa. Guru menjadi ukuran norma-norma tingkah laku
dimata siswa.
e.
Pencari keamanan, yaitu yang
senantiasa mencarikan rasa aman bagi siswa. Guru menjadi tempat berlin-dung
bagi siswa-siswa untuk mempe-roleh rasa aman dan puas di dalamnya.
7.
Peran Guru Secara Psikologis
Peran guru secara psikologis, guru dipandang sebagai berikut:
a.
Ahli psikologi pendidikan, yaitu
petugas psikologi pendidikan, yang melaksanakan tugasnya atas dasar
prinsip-prinsip psikologi.
b.
Seniman dalam hubungan antar manusia
(artist in human relation), yaitu orang yang mampu membuat hubungan
antarmanusia untuk tujuan tertentu, dengan menggunakan teknik tertentu,
khususnya dalam kegiatan pendidikan.
c.
Pembentuk kelompok sebagai jalan
atau alat dalam pendidikan.
d.
Catalytic agent, yaitu orang yang mempunyai pengaruh
dalam menim-bulkan pembaharuan. Sering pula peranan ini disebut sebagai
inovator.
e.
Petugas kesehatan mental (mental
hygiene worker) yang bertanggung jawab terhadap pembinaan kesehatan mental
siswa.
Dalam konteks pembangunan karak-ter bangsa, maka
guru dengan segala tugas dan peranannya, memiliki peranan strategis dan sangat
menentukan terpeli-haranya karakter
bangsa sebagai pondasi jati diri bangsa yang bermartabat. Sosok manusia yang berkarakter sebagai
modal terbentuknya karakter bangsa, akan dilahirkan oleh sosok guru yang menjung-jung
tinggi profesionalisemnya dan berpegang teguh kepada sistem nilai yang menjadi
pegangan bangsanya.
Generasi muda usia sekolah sebagai
harapan masa depan bangsa, termasuk harapan terjaganya karakter bangsa, sikap
dan prilakunya di antaranya akan ditentukan oleh sejauhmana guru memegang
peranannya dalam proses pendidikan. Pendidikan nasional yang mencita-citakan
terlahirnya generasi yang berkarakter sebagaimana tercantum dalam UU No 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional bab II pasal 3 sebagai berikut:
”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkem-bangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Sosok manusia yang memiliki karakter beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam
tujuan pendidikan nasional di atas dalam operasionalisasinya akan sangat
ditentu-kan oleh peran serta dari seorang guru. Oleh karenya, guru memiliki
peranan yang strategis dalam upaya membangun dan memelihara karakter bangsa.
B. Pembinaan Kompetensi Profesional
Guru Berbasis Pendidikan Nilai
Kata kompetensi sebenarnya memi-liki banyak makna di antaranya
kompetensi dapat diartikan sebagai gambaran hakikat kualitatif dari perilaku
yang tampak sangat berarti. Competency as a rational ferformance wich
satisfac-torily meets the objective for a desired condition (Charles E. Johnson,
1974). Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Adapun kompetensi guru
merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya
secara bertanggung jawab dan layak. Dengan kata lain, kompetensi guru merupakan
kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksankan profesi keguruannya.
Sementara kata profesional berasal dari kata sifat yang berarti
pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian
seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang
bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka
yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh
mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Guru profesional adalah guru yang memiliki kemampuan dan keahlian
khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya
sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Dengan kata lain, guru profesional adalah
orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang
kaya di bidangnya.
Sebagai pekerjaan profesional, maka profesi guru memiliki beberapa
persyaratan khusus sebagai berikut.
1.
Menuntut adanya keterampilan yang
berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2.
Menekankan pada suatu keahlian
dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.
Menuntut adanya tingkat pendidikan
keguruan yang memadai.
4.
Adanya kepekaan terhadap dampak
kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakanya.
5.
Memiliki komitmen yang kuat untuk
tidak hanya melakukan tranformasi ilmu pengetahuan, melainkan sampai kepada
upaya pembentukan karakter individu yang dapat menjadi modal terbentuknya
karakter bangsa.
Guru sebagai pekerjaan profesio-nal juga perlu mengacu kepada
prinsip profesionalitas guru yang telah ditetapkan dalam UU No 14 tahun 2005
bab III pasal 7 sebagai berikut:
1.
Memiliki bakat, minat, panggilan
jiwa dan idealisme
2.
Memiliki komitment untuk mening-katkan
mutu pendidikan, keimanan, ketakwanaan dan akhlak mulia
3.
Memiliki kualifikasi akademik dan
latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4.
Memiliki kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5.
Memiliki tanggungjawab atas
pelaksa-naan tugas keprofesionalan
6.
Memperoleh penghasilan yang diten-tukan
sesuai prestasi kerja
7.
Memiliki kesempatan untuk mengem-bangkan
keprofesionalan secara berke-lanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8.
Memiliki jaminan perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan
9.
Memiliki organisasi profesi yang
mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.
Adapun pp
No 74 tahan 2008 tentang guru pasal 3 ayat 2 serta Permendiknas No 16 tahun
2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru menyebut-kan
bahwa terdapat empat kompetensi utama yang harus dimiliki guru dalam
melaksanakan tugas-tugas keguruannya, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional. Oleh karenanya, dalam
rangka mengembangkan potensi-potensi tersebut, maka diperlukan adanya upaya
pembinaan sistemik dan berkelanjutan terhadap guru agar ia dapat melaksanakan
fungsi-fungsi keguruannya secara optimal.
Satu hal yang sangat penting untuk
diperhatikan ketika melakukan proses pembinaan ke empat kompetensi utama
tersebut adalah proses pembinaan yang berbasis pendidikan nilai. Pendidikan nilai merupakan proses penanaman dan
pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Dalam pengertian yang hampir
sama, Mardiatmadja dalam Mulyana (2004:119) mendefinisikan pendidikan nilai
sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai
serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Pendidikan
nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata
pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan.
Sasaran yang hendak dituju dalam pendidikan nilai adalah penanaman
nilai-nilai luhur ke dalam diri peserta didik. Berbagai metoda pendidikan dan
pengajaran yang digunakan dalam berbagai pendekatan lain dapat digunakan juga
dalam proses pendidikan dan pengajaran pendidikan nilai. Hal tersebut penting
untuk memberi variasi kepada proses pendidikan dan pengajarannya, sehingga
lebih menarik dan tidak membosankan. Minimal terdapat empat faktor yang
mendukung pendidikan nilai dalam proses pembelajaran berdasarkan UU Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) Nomor 20 tahun 2003:
Pertama, UUSPN No. 20 Tahun 2003 yang bercirikan desentralistik
menunjuk-kan bahwa pengembangan nilai-nilai kemanusiaan terutama
yang dikembang-kan melalui demokratisasi
pendidikan menjadi hal utama. Desenteralisasi tidak hanya dimaknai sebagai
pelimpahan wewenang pengelolaan pendidikan pada tingkat daerah atau sekolah,
tetapi sebagai upaya pengembangan dan pemberdayaan nilai secara otonom bagi
para pelaku pendidikan.
Kedua, tujuan pendidikan nasional yang utama menekankan pada
aspek keimanan dan ketaqwaan. Ini mengisya-ratkan bahwa core
value pembangunan karakter moral bangsa bersumber dari keyakinan beragama.
Artinya bahwa semua peroses pendidikan harus bermuara pada penguatan
nilai-nilai ketuhanan sesuai dengan keyakinan agama.
Ketiga, disebutkannya kurikulum berbasis kompetensi pada UUSPN
No. 20 Tahun 2003 menandakan bahwa nilai-nilai kehidupan peserta didik perlu
dikembang-kan sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan belajar mereka. Kebutuhan dan kemampuan peserta didik
hanya dapat dipenuhi kalau proses pembelajaran menjamin tumbuhnya perbedaan
individu. Oleh karena itu, pendidikan dituntut mampu mengembangkan
tindakan-tindakan edukatif yang deskriptif, kontekstual dan bermakna.
Keempat, perhatian UUSPN No. 20 Tahun 2003 terhadap usia dini
(PAUD) memiliki misi nilai yang amat penting bagi perkembangan anak. Walaupun
persepsi nilai dalam pemahaman anak belum sedalam pemahaman orang dewasa, namun
benih-benih untuk mempersepsi dan mengapresiasi dapat ditumbuhkan pada usia
dini. Usia dini adalah masa pertumbuhan nilai yang amat penting karena usia
dini merupakan golden age. Di usia ini anak perlu dilatih untuk
melibatkan pikiran, perasaan, dan tindakan seperti menyanyi, bermain, menulis,
dan menggambar agar pada diri mereka tumbuh nilai-nilai kejujuran, keadilan,
kasih sayang, toleransi, keindahan, dan tanggung jawab dalam pemahaman nilai
menurut kemampuan mereka.
Pembinaan profesionalisme guru yang
berfokus kepada ke empat kompe-tensi utama sebagaimana disebutkan di atas harus
terintegrasi dengan konsepsi pendidikan nilai. Dalam hal pengem-bangan
kompetensi pedagogik misalnya, maka selain guru harus menguasai karakteristik
peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional
dan intelektual, serta guru menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik, guru juga harus dibekali bagaimana melakukan proses
pendidikan atau pembelajaran yang berbasis pendidikan nilai, berbagai
pendekatan dalam pendidikan nilai seperti pendekatan penanaman
nilai, pendekatan perkemba-ngan kognitif, pendekatan analisis nilai,
pendekatan
klarifikasi nilai, dan pendekatan
pembelajaran berbuat harus dikuasai oleh guru, sehingga ia
tidak sebatas melaksanakan fungsi formalnya, melainkan jauh dari itu sampai
kepada upaya-upaya nyata dalam mengembang-kan peserta didik yang berkarakter
sebagaimana yang diamanahkan UU No 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang fungsi
dan tujuan pendidikan nasional.
Demikian halnya dengan pengem-bangan
kompetensi kepribadian guru, prosesnya harus berbasis pada pendidikan nilai,
sosok guru yang mampu tampil menjadi pribadi yang utuh, paripurna, insan kamil,
warga negara yang baik, dan kaffah sebagaimana yang menjadi tujuan dari
pendidikan nilai harus menjadi target dari program pembinaan profesionalisme
guru melalui kompetensi kepribadiannya. Begitu
pula dalam hal kompetensi sosial, guru professional harus melaksanakan tugasnya
dengan berpegang teguh kepada sistem nilai bangsanya serta berusaha untuk
menjaga kelestarian tata nilai tersebut melalui upaya-upaya internalisasi nilai
bangsanya kepada peserta didik dan rekan kerja yang menjadi partnernya.
Terakhir terkait dengan tuntutan
kompetensi professional, Dalam hal ini, terdapat beberapa kompetensi inti
sebagai turunan dari kompetensi professional yang harus dimiliki seorang guru,
di antaranya menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang menjadi bidangnya, menguasai standar kompetensi
dan kompetensi dasar mata pelajaran yang menjadi bidangnya, serta mengembangkan
materi pembelajaran yang menjadi bidangnya secara kreatif. Dalam konteks
pendidikan nilai, maka kompetensi profesional tersebut harus terintegrasi
dengan seperangkat konsep pendidikan nilai, struktur, konsep, dan pola pikir
dalam pendidikan nilai harus menjadi bagian dari kompetensi professional yang
dikuasai guru.
Penerapan konsep-konsep pendidi-kan nilai yang diterapkan
pada sebuah lembaga pendidikan di Thailand, yaitu di sekolah dan Institute
of Sathya Sai Education yang didirikan oleh Jumsai Na-Ayudha. Bahkan beliau
pernah datang ke Indonesia untuk mengisi sebuah seminar internasional yang
bertema "Membangun Bangsa melalui Pendidikan Hati" yang
diselenggarakan atas kerjasama Prodi Pendidikan Umum/Nilai dengan Yayasan
Pendidikan Sthya Sai Indonesia bisa menjadi model bagi guru dalam mengembangkan
pendidikan nilai di persekolahan.
Dalam makalahnya yang berjudul "Human Values
Integrated Instructional Model" (Model Pembelajaran Nilai-nilai
Kemanusian Terpadu), Dr.Art-Ong menu-liskan sebuah konsep tentang tujuan model
pembelajaran yang menerapkan konsep pendidikan nilai dengan menggu-nakan suku
kata dalam kata EDUCA-TION yang bermakna sebagai berikut:
E-- singkatan untuk Enlightenment
(pencerahan). Ini adalah proses penca-paian
pemahaman dari dalam diri atau bathin melalui peningkatan kesadaran menuju
pikiran super sadar yang akan memunculkan intuisi, kebijaksanaan, dan pemahaman.
D-- singkatan untuk Duty
and Devotion (tugas dan pengabdian). Pendidikan harus membuat siswa menyadari tugasnya dalam
hidup. Selain memiliki tugas atau kewajiban yang terhadap orang tua dan
keluarga, siswa juga memiliki kewajiban yang berlandaskan cinta kasih dan belas
kasih untuk melayani dan menolong semua orang di masyarakat dan di dunia.
U-- singkatan untuk Understanding
(pemahaman). Ini bukan hanya mengenai
pemahaman terhadap mata pelajaran yang diberikan dalam kurikulum nasional
tetapi juga penting untuk memahami diri sendiri.
C-- singkatan untuk Character
(karakter). Guru mesti membentuk
karekter yang baik pada diri siswa. Seorang yang berkarakter adalah seorang
yang memiliki kekuatan moral dan lima nilai kemanusiaan yaitu Kebenaran,
Kebajikan, Kedamaian, Kasih sayang dan tanpa Kekerasan. Nilai-nilai kemanusiaan
tersebut harus terpadu dalam pembelajatran di kelas.
A-- singkatan untuk Action
(tindakan). Para siswa kini belajar
dengan giat dan menuangkan pengetahuan yang dipelaja-rinya dalam ruang ujian
dan keluar dengan kepala kosong. Pengetahuan yang mereka peroleh tidak
diterapkan dalam tindakan. Pendidikan seperti itu tak berguna. Apapun yang
dipelajari siswa mesti diterapkan dalam praktek. Model pembe-lajaran yang baik
mesti membuat hubungan anatara yang dipelajari dan situasi nyata dalam hidup.
Hal ini akan memungkinkan siswa mengaplikasikan pengetahuan ke dalam hidup
mereka sendiri.
T-- singkatan untuk Thanking
(berterima kasih). Siswa mesti belajar
berterima kasih kepada orang-orang yang telah membantu mereka. Di atas
segalanya adalah orang tua yang telah melahirkan dan mengasuh mereka.
Siswaharus mengasihi dan menghormati orang tua mereka. Selanjutnya siswa harus
berterima kasih kepada guru-guru, karena siswa memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan
melalui guru-guru. Maka siswa mesti mengasihi dan menghormati guru. Demikian
pula, siswa mendapatkan banyak hal dari masyarakat, dari bangsa, dari dunia,
dan alam. Siswa mesti selalu berterima kasih kepada semua hal.
I-- singkatan untuk Integrity
(Integritas). Integritas adalah sifat
jujur dan karakter menjunjung kejujuran (Hornby, 1968). Siswa mesti tumbuh
menjadi sesorang yang memiliki integri-tas, yang bisa dipercaya unutk menjadi
pemimpin di bidangnya masing-masing.
O-- singkatan untuk Oneness
(kesatuan). Pendidikan mesti
membantu siswa melihat kesatuan dalam kemaje-mukan. Apakah kita memiliki agama
atau kepercayaan yang berbeda, warna kulit dan ras yang berbeda. Kita mesti
belajar hidup damai dan harmonis dengan alam.
N-- singkatan untuk Nobility
(kemuliaan). Kemuliaan adalah sifat
yang muncul karena memiliki karakter yang tinggi atau mulia. Kemuliaan tidak
timbul dari lahir tetapi muncul dari pendidikan. Jadi, kemuliaan terdiri dari
semua nilai-nilai yang dijelaskan di atas.
SIMPULAN
Guru memiliki peran strategis untuk
menjadi bagian penting dalam upaya membangun karakter bangsa. Hal tersebut
dapat diwujudkan melalui peran serta guru secara optimal dalam proses penyiapan
peserta didik yang memiliki karakter sebagaimana disebutkan dalam UU No 20
Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Karakter dan mentalitas sumber daya manusia suatu bangsa akan menjadi pondasi dari
tata nilai bangsa tersebut. Dalam tataran operasional, upaya-upaya nyata dalam
membentuk dan memelihara karakter dan mentalitas tersebut bisa dilakukan oleh
sosok guru professional.
Mengingat betapa startegisnya peran
serta guru dalam upaya membangun karakter bangsa, maka pembinaan profe-sionalisme
guru yang terfokus kepada empat kompetensi utama yakni kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional harus
dilandasi oleh konsepsi dan pendekatan-pen-dekatan dalam pendidikan nilai.
Sehingga guru mampu menjadi model terbaik, dan tampil sebagai pribadi yang
utuh/kaffah ditengah-tengah upayanya dalam melak-sanakn tugas-tugas formal
keguruan.
Referensi:
Jumsai Na-Ayudha, 2008. Model
Pembelajaran Nilai-nilai Kemanusian Terpadu. Yayasan Pendidikan Sathya Sai
Indonesia.
Kock Heinz, 1979, Saya Guru
Yang Baik, Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Mulyana, Rohmat, 2004, Mengartikulasi-kan
Pendidikan Nilai, Bandung, Alfabeta.
Rajasa
Hatta. 2007. Membangun Karakter dan
Kemandirian Bangsa (Makalah).
Usman Moh Uzer.2001, Menjadi
Guru Profesional, Bandung: Rosda Karya
UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen
UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Anda komentari tulisan-tulisan ini!
Komentar yang masuk dapat dijadikan pertimbangan untuk menampilkan tulisan-tulisan selanjutnya.
Terima kasih.