TINJAUAN
TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Dalam terminologi bahasa Inggris, istilah
“tujuan”, “sasaran” dan “maksud” disebut “goal”, “aim”, “objective” atau
purpose”. Dalam terminologi bahasa Arab, istilah tersebut dikinal dengan
“ghoyah”, “ghord”, ahdaaf” atau “maqashid” (Abdullah, 1990:133-135; Arifin,
1993:222). Menurut para ahli pendidikan, istilah-istilah tersebut dibedakan
kegunaannya, terutama istilah “tujuan” (goal, aim, ghoyah, ghord) dan sasaran
(objective, ahdaf). Tujuan mengandung makna yang menunjukkan pengertian “hasil”
(outcome) umum pendidikan. Hal ini memberi penjelasan bahwa tujuan mengandung
konotasi kepada generalisasi (umum) sedangkan sasaran mengandung pengertian
yang lebih khusus (spesifik), serta mengandung konotasi operasional dan real,
bukan dalam bentuk ideal (Arifin, 1993:223).
Dalam hal ini penulis menggunakan istilah tujuan
dan sasaran. Tujuan yang dimaksud berorientasi untuk dikerjakan atau dicapai.
Namun istilah maksud ini mengandung arti yang sama dengan istilah tujuan dan
sasaran seperti yang tersebut di atas (Arifin, 1993:233).
Dalam hal ini penulis menggunakan istilah tujuan
dan sasaran. Tujuan yang dimaksud berorientasi pada tujuan ideal sebagai tujuan
umum dan tujuan akhir. Sedangkan sasaran yang dimaksud adalah tujuan khusus
yang operasional/real.
Dalam adagium ushuliyah dikatakan bahwa “al-umur
bi maqashidiha” adalah setiap tindakan dan aktivits harus berorientasi pada
tujuan atau rencana yang telah ditetapkan. Tujuan merupakan sasaran yang hendak
dicapai oleh suatu aktivitas manusia. Karena setiap aktivitas manusia mesti
mempunyai tujuan yang jelas. Sebab aktivitas tanpa tujuan adalah pekerjaan yang
sia-sia. Begitu juga halnya dengan pendidikan, yang mendandung makna sebagai
proses aktivitas menuju ke arah tujuannya. Aktivitas tanpa tujuan yang jelas
akan menimbulkan suatu ketidak-menentuan (indeterminisme) dalam prosesnya.
Bila pendidikan dipandang sebagai suatu proses,
maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan.
Suatu tujuan yang hendak dicapaioleh pendidikan, pada hakikatnya merupakan
suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi yang
diinginkan.
Karena yang dibicarakan adalah tentang tujuan
pendidikan Islam, maka yang yang dimaksud nilai-nilai ideal itu adalah
nilai-nilai ideal yang bercorak islami. Hal ini mengandung arti bahwa tujuan
Pendidikan Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasikan idealitas islami.
Dengan demikian yang dimaksud dengan tujuan pendidikan Islam adalah idealitas
(cita-cita) yang mengandung nilai-nilai islami yang hendak dicapai dalam proses
kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam (Arifin, 1993:224). Pengertian ini
berorientasi pada misi dari proses pendidikan Islam.
Dengan pengertian di atas, lalu apa fungsi
tujuan itu dalam proses pendidikan Islam?
Syahmini Zaini (1986:35) berpendapat bahwa
fungsi tujuan dalam pendidikan Islam adalah untuk mengarahkanm mengontrol, dan
memudahkan evaluasi suatu aktivitas. Sedangkan Ahmad D. Marimba (1989:45-46)
menyatakan bahwa fungsi tujuan dalam pendidikan Islam adalah sebagai standar
untuk mengakhiri usaha, serta mengarahkan usaha yang dilalui dan merupakan
titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu, tujuan dapat
juga membatasi ruang gerak usaha kita agar kegiatan yang dapat terfokus pada
apa yang dicita-citakan dan yang terpenting lagi tujuan dapat memberikan
penilaian pada usaha-usahanya.
B.
Prinsip-prinsip dalam Formulasi tujuan Pendidikan Islam
Dalam formulasi tujuan pendidikan Islam, ada
beberapa prinsip tertentu yang dimiliki guna menghantarkan tercapainya tujuan
pendidikan. Menurut Omar Muhammad Al-Toumy Asy-Syaibany, prinsip-prinsip umum
dalam formulasi tujuan pendidikan Islam adalah:
1.
Pendidikan menyeluruh (syumuliyah, universal),
yakni prinsip yang memandang keseluruhan aspek agama, manusia, masyarakat dan
kehidupan serta adanya wujud jagad raya dan hidup, aqidah, ibadah, akhlak dan
muamalah
2.
Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun
wa iqtishodiyah) yakni prindip kesembangan antara aspek-aspek kehidupan pada
pribadi seseorang, berbagai kebutuhan individu dan komunitas, serta tuntutan
pemeliharaan kebudayaan silam dengan kebutuhan kebusayaan masa kini serta
berusaha mengatasi masalah-masalah dan tuntutan-tuntutan dan kebutuhan masa
depan.
3.
Prinsip kejelasan, yakni prinsip yang di
dalamnya terdapat ajaran dan hukum yang memberi kejelasan terhadap jiwa dan
akal manusia pada segala hukum dan masalah dan tantangan yang dihadapi,
sehingga terwujud tujuan, kurikulum dan metode pendidikan.
4.
Prinsip tak bertentangan, yakni ketiadaan
pertentangan antara berbagai unsurnya, dan antara unsur-unsur itu dengan
cara-cara pelaksanaannya.
5.
Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan, yakni
prinsip yang menyatakan tidak adanya kekhayalan dalam kandungan materi, tidak
berlebih-lebihan, praktis dan realistis, yang sesuai dengan fitrah, sejalan
dengan suasana., dan kesanggupan yang dimiliki oleh individu dan masyarakat.
6.
Prinsip perubahan yang diingini, yakni prinsip
perubahan tingkah laku jasmaniyah, akal, psikologis, sosial, pengetahuan,
konsep, pikiran, kemahiran, nilai-nilai dan sikap pelajar, sejalan dengan
proses perubahan pada tingkat kesempurnaan.
7.
Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu,
yakni prinsip yang memperhatikan perbedaan ciri-ciri, kebutuhan, tahap
kecerdasan, kebolehan, minat, sikap, tahap kematangan jasmani, akal, emosi,
sosial segala aspeknya.
8.
Prinsip dinamis dan menerima perubahan dan
perkembangan dalam rangka metode-metode keseluruhan yang terdapat dalam agama
(Asy-Syaibany, 1970:436-443).
Menurut
Hilda Taba yang dikutip oleh Muhaimin (1993:24), prinsip-prinsip pokok
dalam perumusan tujuan pendidikan (Islam) adalah sebagai berikut:
1.
Rumusan tujuan hendaknya meliputi aspek bentuk
kelakuan yang diharapkan (proses mental) dan bahan yang berkaitan dengannya
(produk)
2.
Tujuan-tujuan yang kompleks harus ditata secara
cukup analistis dan spesifik, sehingga jelas bentuk-bentuk kelakukan yang
diharapkan.
3.
Dalam perumusan tujuan pendidikan harus
diformulasikan dengan jelas bentuk dan tingkah laku yang diinginkan dengan
kegiatan belajar tertentu.
4.
Tujuan tersebut pada dasarnya bersifat development.
5.
Formulasi tujuan harus realistis dan hendaknya
memasukkan apa yang dapat diterjemahkan ke dalam kurikulum dan pengalaman
belajar.
6.
Tujuan harus mencakup segala aspek perkembangan
peserta didik yang bertanggung jawab di sekolah.
C.
Formulasi Tujuan Umum (akhir) Pendidikan Islam
Tujuan umum biasa diidentikann dengan tujuan
akhir dan berdasarkan pandangan hidup (philosophy of life), yaitu Islam
yang telah digariskan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah (Ahmad Tafsir, 1992:46),
yang bersifat general dan ideal.
Dalam proses pendidikan, tujuan akhir merupakan
tujuan umum atau tujuan tertinggi yang hendak dicapai (Arifin, 1993:125). Oleh
karena itu dalam proses pendidikan Islam, penetapan tujuan umum/akhir mutlak
diprlukan dalam rangka mengarahkan segala daya upaya, baik yan berupa rencana
atau program maupun pelaksanannya, agar tetap konsisten dan tidak mengalami
deviasi (penyimpangan).
Sisi lain, dalam proses pendidikan, tujuan akhir
merupakam kristalisasi nilai-nilai yang ingin diwujudkan dalam pribadi peserta
didik. oleh karena itu tujuan akhir harus komprehensif, mencakup ideal yang
bulat dan utuh. Hal ini menyebabkan pencapaian tujuan tidak musah, bahkan
sangat komplek dan mengandung resiko mental-spiritual, lebih-lebih lagi
menyangkut internalisasi nilai-nilai islami, yang di dalamnya terdapat iman
Islam, dan taqwa serta ilmu pengetahuuan yang menjadi alat vitalnya (Arifin,
1993: 126).
Secara teoritis, tujuan akhir dapat dibedakan
menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Tujuan Normatif
Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan
norma-norma yang mampu mengkristalisasikan nilai-nilai yang hendak
diinternalisasikan, misalnya:
a.
Tujuan formatif yang bersifat memberikan
persiapan dasar yang korektif.
b.
Tujuan selektif yang bersifat memberikan
kemampuan untuk membedakan hal-hal yang benar dan salah.
c.
Tujuan determinatif, yang bersifat memberi
kemampuan untuk mengarahkan diri kepada sasaran-sasaran yang sejajar dengan
proses kependidikan.
d.
Tujuan integratif yang bersifat memberi
kemampuan untuk memadukan fungsi psikis (pikiran, perasaan, kemauan, dan nafsu)
ke arah tujuan akhir pendidikan.
e.
Tujuan aplikatif yang bersifat memberikan
kemampuan penerapan segala pengetahuan yang telah diperoleh dalam pengalaman pendidikan.
2.
Tujuan Fungsional
Tujuan yang sasarannya diarahkan kepada
kemampuan anak didik untuk memfungsikan daya kognisi, afeksi, dan psikomotorik
dari hasi pendidikan yang diperoleh, sesuai dengan yang ditetapkan. Tujuan ini
meliputi:
a.
Tujuan individual yang sasarannya pada pemberian
kemampuan individual untuk mengamalkan nilai-nilai yang telah
diinternalisasikan ke dalam peibadi berupa moral, intelektual dan skill.
b.
Tujuan sosial yang sasarannya pada pemberian
kemampuan pengalaman nilai-nilai sosial kedalam kehidupan sosial,
interpersonal, dan interaksional dengan orang lain dalam masyarakat.
c.
Tujuan moral yang bersasaran pada pemberian
kemampuan untuk berprilaku sesuai dengan tuntutan moral atas dorongan motivasi
yang bersumber pada agama (teogenetis) dorongan sosial (sosiogenetis), dan
dorongan biologis (biogenetis).
d.
Tujuan peofesional yang berdasarkan pada
pemberian kemampuan untuk mengamalkan keahliannya, sesuai dengan kompotensi.
3.
Tujuan Operasional
Tujuan yang mempunyai sasaran teknis manajerial
yang meliputi :
a.
Tujuan umum atau tertinggi yang bersasaran pada
pencapaian kemampuan optimal yang menyeluruh (integral) sesuai idealias yang
diinginkan.
b.
Tujuan khusus yang bersasaran pada faktor-faktor
khusus tertentu yang menjadi salah satu aspek penting dari tujuan umum yaitu
memberikan dan mengembangkan kemampuan atau skil, khusus pada anak didik
sehingga mampu bekerja dalam bidang pekerjaan tertentu yang berkaitan erat
dengan tujuan umum.
c.
Tujuan intermedair yang bersifat sementara untuk
dijadikan sasaran mencapai tujuan tertinggi.
d.
Tujuan partial yang bersasaran pada suatu bagian
dari keseluruhan aspek dari tujuan umum, yang berfungsi untuk memudahkan
pencapaian tujuan umum.
e.
Tujuan insidental (tujuan seketika) yang
bersasaran pada hal-hal yang tidak direncanakan, akan tetapi hal-hal tersebut
mempunyai kaitan dengan pencapaian tujuan umum. Tujuan ini bersifat lebih
memperlancar pencapaian tujuan umum. (Arifin, 1993:127-128).
Berdasarkan penjelasan di atas, tujuan
pendidikan Islam diformulasikan pada beberapan komponen-komponen tujuan yang
berkaitan erat dengan fungsi tujuan dalam proses pendidikan. Tujuan itu disusun
sesuai dengan orientasinya, dari tujuan yang bersifat umum sampai pada tujuan
yang bersifat khusus (spesifik).
Lalu bagaimam fomulasi tujuan pendidikan Islam
itu menurut para ahli pendidikan Islam?
Secara umum, formulasi tujuan pendidikan Islam
menurut Al-Ghazali tercermin dalam dua segi, yaitu: (1) Insan purna yang
bertujuan mendekatkan diri (taqorrub) kepada Allah. (2) Insan purna yang
bertujuan mendapatkan kebahagian hidup dunia dan akhitar (Sulaiman, 1986:31 dan
Zainuddin dkk., 1991:46).
Ibnu Khaldun berpendapat, tujuan umum pendidikan
Islam adalah :
1.
Tujuan keagamaan, yang berorientasi ukhrowi;
yaitu yang membentuk seorang hamba agar melakukan kewajiban kepada Allah.
2.
Tujuan ilmiah, yang berorientasi duniawi; yaitu
membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk kehidupan yang lebih
bermanfaat bagi orang lain dalam hidupnya. (Ramayulis, 1994:25; lihat pula
Sulaiman. 1987:48-50).
Rumusan tujuan pendidikan Islam menurut Ibnu
Khaldun tersebut berpijak pada firman Allah dalam surat Al-Qhoshos ayat 77:
وابتغ فيمآ اتك الله الدّار الأخرة ولاتنس نصيبك
من الدّنيا.
“Dan carilah apa yang telah dianugrahkan Allah
kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu lupa kebahagiaan dari
(kenikmatan) duniawi”. (Depag RI, 1993:623),
Sedangkan
menurut Al-Abrasyi (1993:1-5) tujuan pendidikan Islam secara umum adalah:
1.
Pembentukan dan pembinaan akhlak mulia
(fadhilah).
2.
Menyiapkan peserta didik untuk kehidupan dunia
dan akhirat.
3.
Penguasaan ilmu dan segi-segi pemanfaatannya.
4.
Menumbuhkan roh ilmiah dan kesanggupan mengkaji
ilmu untuk ilmu.
5.
Mempersiapkan peserta didik untuk suatu profesi
dan keterampilan kerja tertentu.
Formulasi lain tentang tujuan pendidikan Islam
sebagai tujuan tertinggi, seperti menurut An-nahlawy (1992:162) tujuan
pendidikan Islam adalah merealisasikan ubudiyah kepada Allah di dalam kehidupan
manusia, baik individu maupun masyarakat. Abdul Fatah Jalal (1988:119) senada
dengan An-Nahlawy, yakni menghendaki tujuan akhir pendidikan Islam adalah
terwujudnya manusia sebagai abdi dan hamba Allah. Ahmad D. Marimba (1986:19)
menghendaki tujuan akhir pendidikan Islam yaitu terbentuknya kepribadian
muslim. Al-Djamali (1993:87) dan Al-Abrasyi (1993:103) sependapat bahwa tujuan
akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia yang berakhlak mulia.
Pendapat lain diungkapkan oleh Muhammad Quthb
yang dikutip Ahmad Tafsir (1992:87), mengatakan bahwa tujuan akhir pendidikan
Islam adalah menghasilkan manusia yang taqwa. Al-Attas (1994:10) menyatakan,
bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk menghasilkan manusia yang baik.
Sedangkan Ali Ashraf (1989:2) menawarkan tujuan akhir pendidikan Islam dengan
terwujudnya penyerahan mutalk kepada Allah , pada tingkat individu, masyarakat
dan kemanusia pada umumnya.
Dari penrnyataan para ahli di atas, dapat
dilihat bahwa para ahli sepakat mengenai tujuan kahir pendidikan Islam adalah
terciptanya manusia yang baik, beriman dan bertaqwa dalam mengabdikan diri
kepada Allah. Pernyataan-pernyataan dalam formulasi tujuan akhir tersebut hanya
berbeda dalam redaksinya, tetapi esensi yang dikandungnya sama. Rumusan tujuan
umum/akhir menurut para ahli di atas, bersifat ideal dan general. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan Islam mempunyai tujuan yang luas dan dalam, seluas
dan sedalam kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk individu dan sosial yang
menghamba kepada Khaliknya, yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam. Oleh
karena itu pendidikan Islam bertujuan untuk menumbuhkan secara seimbang akan
keperibadian yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan, penalaran dan
inderanya.
Tujuan pendidikan Islam pada akhirnya
mengarahkan dan membimbing manusia melalui pendidikan, sehingga menjadi manusia
dewasa yang berkepribadian muslim yang taqwa, berilmu pengetahuan dan
berketerampilan melaksanakan ibadah kepada Tuhannya sesuai dengan niai-nilai
ajaran Islam secara mutlak dan menyeluruh kepada Allah.
Dari berbagai formulasi (rumusan) tujuan
akhir/umum pendidikan Islam dari para ahli di atas, dapatlah kita tarik
kesimpulan, bahwa pada hakikatnya tujuan akhir pendidikan Islam terfokus kepada
empat aspek, yaitu:
Terbentuknya “insan kamil” (manusia yang
sempurna, manusia universal) manusia taqwa dan beriman kepada Allah serta
memiliki wajah-wajah qur’ani (Ahmad Tafsir, 1992:51; Muhaimin dan Abd Mujib,
1993:164).
Terciptanya insan “kaffah” yang memiliki
dimensi-dimensi religius, budaya dan ilmiah (Muhaimin, 1993:165).
Penyadaran fungsi dan tugas manusia sebagai
hamba dan khalifah Allah dan sebagai waratsatul anbiya dan memberi bekal
yang memadai dalam rangka pelaksanaan fungsi tersebut (Muhaimin dan Abd. Mujib,
1993:166).
Hal ini sebagai firman Allah dalam surat
az-Zariaat ayat 56 dan surat al-Baqarah ayat 30:
وما خلقت الجنّ والإنس إلاّ ليعبدون.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
kecuali supaya mereke beribadah kepada-Ku” (Depag RI, 1983:862).
وإذ قال ربّك للملئكة إنىّ جاعل فى الأرض خليفة.
“Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu erfirman kepada
para malaikat “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi…” (Depag RI, 1983:13).
Realisasi dan sikap penyerahan diri secara total
kepada Allah Swt. sebagaimana tercermin dalam firman Allah dalam surat al-An’am
ayat 162:
قل إنّ صلاتى ونسكي ومحياي ومماتى لله ربّ
العالمين.
“Katakanlah sesungguhny shalatku, ibadahku,
hidup dan matiku hanya bagi Allah Pendidik sekalian alam” (Depag RI, 1993:157).
D.
Formulasi Tujuan Khusus Pendidikan Islam
Tujuan khusus pendidikan Islam bersifat spesifik
dan operasional. Kaernanya, biasa disebut dengan sasaran pendidikan Islam. sasaran
biasanya bersifat real dan bukan mengarah ke[ada pengertian yang ideal.
Tujuan khusus pendidikan Islam merupakan
kristalisasi (uraian) dari tujuan umum atau tujuan akhir pendidikan Islam.
Asy-Syaibany (1979:399) merumuskan tujuan khusus pendidikan Islam atau disebut
“trilogi tujuan pendidikan Islam” yaitu:
1.
Tujuan individual yang menyangkut individu,
melalui proses belajar dalam rangka mempersiapkan dirinya dalam kehidupan dunia
dan akhirat.
2.
Tujuan Sosial yang berhubungan dengan kehidupan
masyarakat sebagai keseluruhan dan dengan tingkah laku masyarakat umumnya serta
dengan perubahan-perubahan yang diinginkan pada pertumbuhan pribadi, pengalaman
dan kemajuan hidupnya.
3.
Tujuan profesional yang menyangkut pengajaran
sebagai ilmu, seni dan profesi serta sebagai suatu kegiatan dalam masyarakat.
Dalam proses pendidikan, ketiga tujuan di atas
dicapai secara integral, tidak terpisah satu sama lain, sehingga dapat
mewujudkan tipe manusia praipurna seperti yang dikehendaki oleh tujuan akhir
dari pendidikan Islam dengan berdasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam.
Dalam pelaksanaannya tujuan tersebut dapat
dibedakan dalam dua macam tujuan, yaitu:
1.
Tujuan Operasional, yaitu suatu tujuan yang
dicapai menurut program yang telah ditentukan/ditetapkan dalam kurikulum.
2.
Tujuan Fungsional, yaitu yang telah dicapai
dalam arti kegunaannya, baik dari aspek teoritis maupun aspek praktis, meskupun
kurikulum secara operasional belum tercapai (Arifin, 1993:43).
Secara operasional, tujuan pendidikan Islam dapat mengikuti
taksonomi tujuan pendidikan yaang dikembangkan oleh Benjamin S Bloom dan
kawan-kawan, yang mendasarkan tujuan pendidikan atas tiga domain/ranah/matra,
yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan)
(lihat Sudirman, 1992:554). Dengan alasan, taksonomi tersebut banyak dianut
oleh para pakar pendidikan termasuk pendidikan Islam.
Dalam pendidikan Islam berpijak kepada ketiga ranah tujuan
tersebut, maka orientasi tujuan pendidikan Islam diarahkan pada akal (head),
hati (heart) dan jasmani (hand). Menurut Ahmad Tafsir (1992:50)
ketiganya akan mengantarkan pada pembentukan muslim yang sempurna menurut Islam
ialah yang: (1) Jasmaninya sehat dan kuat, (2) akalnya cerdas serta pandai, dan
(3) hatinya iman dan taqwa kepada Allah.
Namun tujuan (khusus) pendidikan Islam bukan hanya mengarah
kepada tiga domain/ranah di atas, tetapi ada satu dimensi lain yang lebih
pokok, yaitu dimensi iman. Karena itu perlu ditambahkan satu domain lagi dalam
formulasi tujuan pendidikan Islam, yaitu domain/ranah iman (Muhaimin, 1993:73).
Hal inilah yang dimaksud pula oleh Ahmad Tafsir (seperti tersebut di atas) yang
menginterpretasikan ranah afektif menjadi aspek imani, namun Tafsir tidak
memisahkan antara keduanya (sikap dan iman) menjadi domain yang mandiri seperti
yang ditawarkan oleh Muhaimin itu.
Pendapat di atas cukup beralasan, karena proses pendidikan
Islam tujuannya bukan hanya sekedar proses alih budaya atau alih ilmu
pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga sebagai proses alih nilai
ajaran Islam (transfer of value).
Abdurrahman Saleh Abdullah dalam bukunya “Teori-teori
Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an” mengklasifikasikan tujuan khusus pendidikan
Islam menjadi empat macam, yaitu:
1.
Tujuan pendidikan jasmani (ahdaf al-jismiyah).
Mempersiapkan diri manusia sebagai pengemban
tugas khalifah di bumi, melalui latihan keterampilan-keterampilan fisik.
2.
Tujuan pendidikan rohani (ahdaf ar-ruhaniyah)
Meningkatkan jiwa dari kesetiaan yang hanya
kepada Allah semata dan melaksanakan moralitas islami yang diteladani oleh Nabi
Saw dengan berdasarkan pada cita-cita ideal dalam al-Qur'an.
3.
Tujuan pendidikan akal (ahdaf al-aqliyah)
Pengarahan intelegensi untuk menemukan kebenaran
dan sebab-sebabnya dengan telaah tanda-tanda kekuasaan Allah dan menemukan
pesan-pesan ayat-ayat-Nya yang membawa iman kepada Allah Sang Pencipta. Tahapan
pendidikan akal ini adalah:
a.
Pencapaian kebenaran ilmiah (ilmu yaqien)
b.
Pencapaian kebenaran empiris (ainul yaqien)
c.
Pencapaian kebenaran metaempiis atau mungkin
lebih tepatnya sebagai kebenaran filosofis (haqqul yaqien).
4. Tujuan pendidikan sosial (Ahdaf al-ijtimaiyah)
Tujuan pendidikan sosial adalah pembentukan kepribadian
yang utuh dari rohh, tubuh dan akal. Identitas individu di sini tercermin
sebagai “an-naas” yang hidup pada masyarakat plural (majemuk) (Abdullah,
1990:137-148).
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menarik
kesimpulan, bahwa tujuan khusus pendidikan Islam mencakup empat aspek
pembentukan, yaitu:
1.
Pembentukan pola pikir (transfer of knowledge),
yaitu diarahkan pada terbentuknya dan berkembangnya daya nalar dan intelektul
peserta didik dengan berbagai ilmu untuk persiapan kehidupan di dunia dan
akhirat.
2.
Pembentukan pola sikap (transfer of attitude),
yaitu yang diarahkan pada peningkatan kualitas mental state ( diantaranya
inisiatif, kreativitas, pertisipasi) dan penigkatan kualitas mental attitude
(seperti, rasa memiliki, istiqomah, bertanggung jawab, ikhlas, jujur,
selektif).
3.
Pembentukan pola tindak (transfer of
hand/skill), yaitu diarahkan pada pembentukan (forming) keilmuan melalui
latihan keterampilan-keterampilan yang bersifat manual (keterampilan tangan)
maupun yang bersifat motorik.
Pembentukan pola nilai (transfer of value), yaitu diarahkan
pada usaha pemeliharaan (konservatori), mempertahankan (freservatori),
pembentukan (kondervatori), mempertahankan (preservatori),
pembentukan (forming), pengembangan (development) nilai-nilai
Ilahiyah dan insaniaya, moral, akhlak, dan iman dalam kehidupan sehari-hari
berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Anda komentari tulisan-tulisan ini!
Komentar yang masuk dapat dijadikan pertimbangan untuk menampilkan tulisan-tulisan selanjutnya.
Terima kasih.