IMPLIKASI PAEDAGOGIS QS. AL-HASYR AYAT 18 TENTANG DASAR TEORI
EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM
A.
Nilai-nilai
Paedagogis QS. Al-Hasyr ayat 18
Bila pendidikan dipandang sebagai suatu proses, maka
proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu
tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah perwujudan
dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia.
M. Arifin (2000:141) menjelaskan bahwa apa yang disebut
dengan nilai adalah suatu pola normative, yang membentuk tingkah laku yang
diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa
membedakan fungsi-fungsi bagiannya. Nilai lebih mengutamakan berfungsinya
pemeliharaan pola dari sistem sosial.
Dalam arti lain, Muhaimin dan Mujib mendefinisikan nilai
dengan konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia atau masyarakat,
mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar dan hal-hal yang dianggap buruk dan
salah.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nilai
adalah konsepsi-konsepsi abstrak sebagai suatu pola normative di dalam diri
manusia atau masyarakat, mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar, dan
hal-hal yang dianggap buruk dan salah membentuk tingkah laku yang diinginkan
suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan
fungsi-fungsi bagiannya, sehingga nilai berfungsi sebagai pemeliharaan dari
sistem sosial.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai, dan nilai
itu selanjutnya perlu diinstitusikan. Institusi nilai yang terbaik adalah
melalui upaya pendidikan. Freeman Butt yang ditulis Muhaimin dan Mujib
menyatakan bahwa hakikat pendidikan adalah proses transformasi dari
internalisasi nilai, serta penyesuaian terhadap nilai (1993:124).
Selanjutnya Muhaimin dan Mujib (1993:124) menjelaskan
lebih dari itu, fungsi pendidikan khususnya pendidikan Islam, adalah pewarisan
dan pengembangan nilai-nilai Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan
kebutuhan tenaga di semua tingkat dan bidang pembangunan bagi terwujudnya
keadilan, kesejahteraan dan ketahanan (1993:124).
Dengan demikian adanya pendidikan Islam bertugas
mempertahankan, menanamkan dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya
nilai-nilai yang bersumber dari ajaran Islam. Sistem nilai yang dijadikan
pembahasan nilai-nilai edukatif Islam meliputi nilai etika Islami, nilai
estetika Islam dan nilai logika Islami. Adapun yang dimaksud nilai edukatif
Islami adalah pola normative yang bersumberkan ajaran Islam yang di dalamnya
mencakup nilai etika, estetika dan logika yang bersifat positif yang mengarah pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Begitupun dalam al-Qur'an surat
al-Hasyr ayat 18 mengandung nilai-nilai edukatif Islam baik etika, estetika
maupun logika Islam.
- Nilai etika Islam dalam al-Qur'an
surat al-Hasyr ayat 18
Menurut Achmad Charis Zubair yang dilansir oleh Budie
Agung (2003:42) dalam skripsinya menyatakan bahwa etika (etimologik), berasal
dari kata Yunani “ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat. Selanjutnya
menurut Hamzah Ya’kub (1995:13) menjelaskan, etika adalah ilmu yang menyelidiki
mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia
sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Sejalan dengan itu Al-Ghazali
yang dikutip oleh Muhaimin dan Abdul Mujib berpendapat bahwa baik buruk sesuatu
dapat ditentukan oleh akal yang didasari oleh jiwa al-Qur'an dan as-Sunnah.
Nilai etika mempunyai dua kategori yaitu baik dan buruk.
Pandangan tentang baik dan buruk dalam nilai etika sangat beragam. Hal ini
karena sudut pandang yang berbeda-beda dalam memberikan batasan tentang baik
buruk. Seperti aliran empirisme yang menganggap baik buruk sesuatu didasarkan
atas pengalaman manusia, begitu juga aliran hedonisme yang menganggap baik
buruk sesuatu didasarkan apakah perbuatan ini menghasilkan kebahagiaan dan
banyak lagi paham lain yang menjelaskan tentang baik buruk.
Adapun baik buruknya dalam etika Islam ditentukan oleh
niali-nilai dari ajaran Islam. A. Tafsir menjelaskan bahwa dalam Islam nilai
(etika) direntang menjadi lima kategori; baik sekali, netral, buruk, buruk
sekali (wajib, sunnah, mudah, makruh, haram) (2001: 40).
Selanjutnya M. Arifin (2000: 140) menyatakan bahwa:
Bila
dilihat dari segi operatif nilai tersebut mengandung 5 pengertian kategorial
yang menjadi prinsip standarisasi perilaku manusia yaitu:
1.
Wajib atau
fardhu; yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala; dan bila ditinggalkan
orang akan mendapat siksa.
2.
Sunnat
atau mustahab: yaitu dikerjakan orang akan mendapat pahala; ditinggalkan orang
tidak akan disiksa.
3.
Mubah atau
jaiz: yaitu bila dikerjakan orang tidak akan disiksa, dengan demikian pula
sebaliknya, tidak pula disiksa oleh Allah.
4.
Makruh:
yaitu bila dikerjakan orang tidak akan disiksa, hanya tidak disukai oleh Allah,
dan bila ditinggalkan orang akan mendapat pahala.
5.
Haram:
yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat siksa dan bila ditinggalkan orang
akan memperoleh pahala.
Berdasarkan pendapat di atas, maka nilai-nilai yang
mendasari etika terbagi dua; nilai berasal dari Ilahi (ajaran Islam) dan nilai
non Ilahi, untuk membedakan kedua nilai tersebut, maka perlu diketahui
karakteristik etika Islami yang membedakan dengan etika filsafat.
Nilai etika Islami yang terkandung dalam al-Qur'an surat
al-Hasyr ayat 18 yaitu ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt. telah menganjurkan
supaya memperhatikan terhadap segala sesuatu yang telah diperbuat. Ayat ini
berimplikasi pada komponen kurikulum yakni evaluasi, evaluasi di sini berfungsi
sebagai alat ukur maju mundurnya seseorang (pendidik/peserta didik), atau
lembaga sekalipun, hal ini akan bisa ditemukan dengan cara dievaluasi. Adapun
alat ukurnya bisa melalui pengamatan jangka panjang, wawancara, laporan diri
dan lain sebagainya. Hal ini dapat memberikan gambaran baik buruk seseorang,
sehingga yang baik kita bisa mempertahankan dan kalau bisa ditingkatkan,
sedangkan yang buruk kita berikan perhatian yang lebih supaya ada peningkatan
ke arah yang positif.
- Nilai estetika Islami dalam
al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18
Menurut Jalaludin
dan Abdullah Idi (1997: 114) adalah merupakan hasil dari kreativitas manusia
dalam rangka melakukan kegiatan sosial, baik itu berupa cinta, simpati dan
lain-lain. Sedangkan estetika adalah soal indah dan jelek atau lebih luas lagi,
soal menyenangkan atau tidak menyenangkan, yang dimaksud dengan menyenangkan
ialah memberi kenikmatan, kesukaan, kegembiraan, kepuasan, kemesraan (Sidi
Gazalba, 1981: 473).
Nilai estetika mutlak dibutuhkan manusia, karena
merupakan bagian hidup manusia yang tak terpisahkan. M. Arifin (2000: 145)
berpendapat bahwa seni bermanfaat untuk melembutkan budi dan perasaan manusia
sehingga tidak membawa kegersangan batin, bahkan seni (estetika) diperlukan
bagi kehidupan manusia untuk memperhalus budi sehingga membawa dekat kepada
Maha Pencipta keindahan.
Nilai estetika secara umum terdapat dalam perasaan senang,
dan khususnya terdapat perasaan keindahan erat sekali hubungannya dengan
pembentukan akhlak yang baik terhadap anak didik. Keindahan ini juga mencorong
timbulnya emosi yang lembut dan mulya. Dia mengacu lingkungan hidup kita yang
serasi dan terintegrasi yang memberikan kesejukan dan ketentraman hidup. Karena
keindahan adalah salah satu atribut Tuhan, maka merupakan cinta ideal yang
dapat kita raih dari pengalaman agama.
Akhlak Islamiyah yang menentukan apakah suatu unsur seni
bernilai halal, makruh atau haram. Al-Qur'an dan hadits yang menentukan
dianjurkan atau dilarangnya unsur-unsur kesenian tertentu. Sebagaimana
kaitannya antara keindahan dan moral dapat ditentukan dalam hadits Nabi yang
berbunyi:
إِنَّ اللهَ جَمَلٌ يُحِبُّ الْجَمَّالَ
“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, maka ia
senang pada keindahan” (M. Arifin: 2000: 145).
Dengan demikian kemampuan menciptakan estetika/keindahan
dalam segala bentuk yang sesuai dengan ajaran Islam, merupakan anugerah Tuhan
yang potensial dalam kehidupan pribadi manusia, oleh karena itu bisa
dikembangkan sesuai dengan batas maksimal kemampuan.
Nilai estetika Islami yang terkandung dalam al-Qur'an
surat al-Hasyr ayat 18, setelah diketahui bahwa ayat ini mengenai evaluasi,
jelas ada nilai estetikanya, yakni ketika seorang pendidik telah melakukan
evaluasi, baik evaluasi yang dilakukan secara rutin atau hanya sebatas untuk
memberikan motivasi, ini akan terlihat siapa saja murid yang unggul dan yang
tidak unggul, sehingga jelaslah bahwa yang unggul akan merasakan kesenangan
yang luar biasa bahkan dari pendidi pun orang-orang yang unggul tersebut akan
mendapat penghargaan atau hadiah cuma-cuma, sehingga murid-murid yang unggul
akan merasakan hikmahnya jadi orang yang terkategori unggul, unggul dalam arti
lebih dari yang lain, sedangkan murid yang tidak unggul di sini ada nilai
estetikanya yakni akan termotivasi untuk kegiatan belajar, karena tertarik oleh
teman-temannya yang telah mendapatkan kesenangan itu. Jadi jelaslah bahwa nilai
etika Islami yang terkandung dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18
bervariasinya dalam satu kelompok murid.
- Nilai Logika Islam dalam al-Qur'an
surat al-Hasyr ayat 18
Sidi Gazalba (1991: 46) menjelaskan bahwa kata logika
berasal dari kata logos (bahasa Yunani), yang berarti kata atau pikiran,
secara lughawiyah, logika itu berarti ilmu berkata benar atau ilmu berfikir
benar. Logika merupakan sebuah kata yang mengandung kesamaan arti dengan kata
mantiq, mantiq diartikan Baihaqi A.K. (1997: 2) sebagai kaidah-kaidah yang
dapat membimbing ke arah berpikir secara benar yang menghasilkan kesimpulan
yang benar, sehingga ia terhindar dan berpikir secara dan menghasilkan
kesimpulan yang salah.
Dengan demikian
logika merupakan hukum untuk berpikir tepat, ia menggariskan kaidah-kaidah itu.
Ia mempelajari syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemikir untuk membentuk
pengetahuan yang tepat. Kemudian muncullah teori-teori tentang kebenaran,
sebagaimana John S. Brubacher yang dikutif Muhaimin dan Abdul Mujib
mengemukakan empat macam teori kebenaran yaitu:
- Teori adalah hubungan antara
subjek yang menyadari dengan objek yang disadari. Di dalam kebenaran ini
terdapat suatu pernyataan (statement) dan kenyataan (realita).
Dengan demikian, kebenaran adalah kesesuaian-kesesuaian antara pernyataan
tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri.
- Teori konsistensi
Kebenaran adalah ketetapsamaan kesan antara subjek terhadap objek
yang sama. Dengan kata lain, kebenaran adalah kesesuaian antara suatu
pernyataan dengan pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui, kita
terima dan kita akui sebagai suatu kebenaran. Teori ini mengandung penyaksian (justifikasi)
tentang kebenaran.
- Teori Pragmatisme
Kebenaran adalah suatu reposisi benar, sepanjang proposisi itu
berlaku (work) atau memuaskan (satisfies). Dengan kata lain,
sesuatu dikatakan benar apabila terdapat keguaan (utility), dapat
dikerjakan (workability), dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory
consequences).
- Teori religius (religious)
Kebenaran adalah suatu yang diturunkan dari Ilahi (device truth),
yang bersumber dari Tuhan dan disampaikan melalui wahyu.
Teori kebenaran
religious dipandang sebagai teori kebenaran yang paling valid, karena di
dalamnya terdapat skala kognitif dan skala evaluatif. Dikatakan sebagai skala
kognitif karena nilai-nilai kebenaran religius ditempatkan pada tempat hirarki
nilai yang tertinggi di atas segala kebenaran lainnya. Kebenaran yang didapat
dari kebenaran lainnya memang memuaskan dan mengusahakan nilai-nilai manusia
yang berbobot tinggi namun belumlah mendasar. Oleh karena itu, semuanya masih
belum menyangkut secara langsung kepentingan manusia yang supra empiris,
seperti kebenaran-kebenaran dogmatis yang datangnya dari Tuhan. Dikatakan skala
evaluatsi karena nilai-nilai kebenaran religius dirumuskan dalam kaidah-kaidah
moral dengan jangkauannya yang membentang paling jauh dan paling akhir, daya
inferatifnya menjamah daerah-daerah kewajiban manusia yang paling besar, yaitu
hati nurani, yang merupakan norma proksima dari tindakan kongkret dalam segala
bidang kehidupan. Apabila kaidah moral-moral itu dipercaya dan diterima sebagai
berasal dari Tuhan dan sebagai norma terakhir, jelaslah bahwa nilai kebenaran
tertinggi itu harus mendapat jaminan yang pasti, baik mengenai kelestariannya
maupun keberlakuannya. Pada jaminan itu, yang dirasa sanggup melaksanakan
adalah institusi agama melalui upaya pendidikan.
Nilai logika Islami yang terkandung dalam al-Qur'an
surat al-Hasyr ayat 18, evaluasi merupakan seruan Allah kepada orang-orang
beriman, supaya mau berintrospeksi terhadap perbuatan yang telah diperbuatnya,
suapay setiap amal yang telah diperbuatnya itu ada peningkatan ke arah yang
lebih baik sesuai harapan. Sehingga dapat dilihat dan diuji nilai kebenarannya
menggunakan alat ukur yang tepat, bukan saja dalam tataran efektifnya namun
dari kognitif dan psikomotor pun harus dapat diuji secara valid.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa al-Qur'an
merupakan penggagas pembentukan akal ilmiah yang Islami, sekaligus sebagai
pedoman dalam penggunaan akal secara optimal, begitu pun dalam al-Qur'an surat
al-Hasyr ayat 18 dapat disusun suatu kriteria nilai edukatif Islami. Adapun
nilai edukatif Islami terdapat dalam Q.S Al-Hasyr ayat 18 meliputi:
- Nilai etika, estetika dan logika
yang bersifat positif mengarah pada pengembangan kualitas evaluasi
Pendidikan Islam.
- Q.S. al-Hasyr ayat 18 ini
berfungsi sebagai pembahas fakta empirik terhadap permasalahan
kependidikan melalui pemikiran filosofis mengenai dasar teori evaluasi
pendidikan Islam.
- Q.S. Al-Hasyr ayat 18 memiliki
ruang lingkup pemikiran secara mendalam sistematis, radikal, logis, dan
universal tentang sehala (hakikat) sesuatu yang berkaitan dengan
pendidikan terutama pada evaluasi dalam pendidikan Islami yang berdasarkan
ajaran Islam.
- Meiliki tujuan berupa landasan
dalam pengarahan, melakukan kritik dan koreksi serta melakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan pendidikan Islam.
- Q.S. Al-Hasyr ayat 18 memiliki
fungsi yang lebih mengarah pada bagaimana membimbing dan memberikan dasar
pemikiran yang komprehensif sistematik, logis, mendalam, universal,
radikal-rasional dan objektif terhadap berbagai masalah yang beroperasi
dalam bidang pendidikan dengan menempatkan Q.S. Al-Hasyr ayat 18 sebagai
alas pijak atau teori dasar evaluasi dalam pendidikan Islam. Sedangkan
tujuan dasar yang ingin dicapai adalah metetakkan dasar pemikiran sistem
pendidikan yang berdimensi insaniyah dan Ilahiyah, menjadi akal manusia
lebih efektif, serta mengarahkan manusia pada hakikat kejadiannya dan
menjadikannya manusia yang paripurna (Insan Kamil).
B.
Kandungan
Evaluasi Pendidikan Islam dalam al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18.
Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem
yang bermuara pada pencapaian tujuan tertentu yang dinilai dan diyakini sebagai
yang paling ideal. Meyakini bahwa pendidikan sebagai upaya yang paling mendasar
dan strategis sebagai wahana penyiapan sumber daya manusia. Dalam perubahan
zaman, pendidikan Islam telah memberikan berbagai respon pembaharuan, tetapi
dalam menyongsong dan menghadapi milenium baru, pendidikan kembali menghadapi
tantangan yang tidak sederhana, padahal pada saat yang sama pendidikan Islam
tetap merupakan institusi yang paling strategis dalam menyiapkan sumber daya
manusia yang diharapkan mampu memiliki keunggulan kompetitif agar bisa survive
di tengah persaingan yang semakin ketat.
Dalam proses pendidikan selalu mengarah pada tiga aspek,
yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Begitu pula dalam proses
pendidikan Islam ketiga hal tersebut menjadi sasaran utama yang harus dicapai.
Untuk melihat sejauh mana program pendidikan telah dicapai dalam hal ini
diperlukannya upaya penilaian yang kita kenal dengan evaluasi yang efektif dan
efisien.
Rangkaian akhir dari suatu proses kependidikan Islam
adalah evaluasi. Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai
tujuannya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap out put yang
dihasilkannya. Jika hasilnya sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam
tujuan pendidikan Islam, maka usaha pendidikan itu dapat dinilai berhasil,
tetapi jika sebaiknya, maka ia dinilai gagal. Dari sisi ini dapat dipahami
betapa urgennya evaluasi dalam proses kependidikan Islam.
Al-Qur'an merupakan dasar ideal pendidikan Islam, dengan
keistimewaan al-Qur'an mampu memecahkan segala macam problematika yang dihadapi
manusia dalam berbagai segi kehidupan; baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi
maupun politik dengan pemecahan yang bijaksana, karena ia diturunkan oleh yang
Maha Bijaksana dan Maha Terpuji. Pada setiap problem itu al-Qur'an meletakkan
sentuhannya yang tepat dengan dasar-dasar yang umum yang dijadikan landasan
untuk langkah-langkah pemecahan, dan yang sesuai pula bagi setiap zaman. Dengan
demikian al-Qur'an selalu memperoleh kelayakannya di setiap waktu dan tempat.
Sebagaimana dalam al-Qur'an Al-Hasyr ayat 18 ini
merupakan ayat yang memberikan sentuhannya yang berimplikasi kepada pendidikan
khususnya dalam hal pentingnya sebuah evaluasi yang dilakukan dalam pendidikan.
Evaluasi dilakukan dengan maksud untuk mengukur sejauhmana program pendidikan
telah dicapai, selain itu juga program evaluasi dilakukan dengan maksud untuk
perbaikan ke arah yang lebih baik dari apa yang telah dilakukan sebelumnya.
C.
Implikasi
Paedagogis Al-Qur'an Al-Hasyr ayat 18 tentang Dasar Teori Evaluasi Pendidikan
Islam.
Mengenai evaluasi dalam pendidikan Islam sebagaimana
yang tercantum dalam al-Qur'an surat Al-Hasyr ayat 18 yaitu sebagai dasar
terhadap pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan Islam, yang berfungsi untuk
mengukur sejauh mana hasil dari proses kependidikan khususnya pendidikan Islam.
Karena dalam evaluasi tersebut mengandung kebenaran, menjadikan pelajaran
(nasihat), dan sebagai peringatan terhadap amal perbuatan apa yang akan dan
telah kita kerjakan sebagai bekal di masa depan, masa depan dalam arti sempit
yakni kehidupan dunia, sedangkan dalam arti yang lebih jauhnya yakni pada
kehidupan akhirat kelak. Sehingga bekal yang baik akan mendapat baik dan bekal
yang jelek maka helak pula bekal yang peroleh, bekal yang baik sebaik-baiknya
balasan di akhirat kelak adalah surga sedangkan bekal yang jelek balasan yang
kelak akan diterima adalah neraka.
Rangkaian akhir dari suatu proses kependidikan Islam
adalah evaluasi. Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai
tujuannya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap out put yang
dihasilkannya. Jika hasilnya sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam
tujuan pendidikan Islam yang tersusun dalam kurikulum, maka usaha pendidikan
itu dapat dinilai berhasil, tetapi jika sebaliknya, maka ia dinilai gagal. Dari
sisi ini dapat dipahami betapa urgennya evaluasi dalam proses pendidikan Islam.
Sebagai kandungan isi yang menjadi pijakan penulis dalam
ayat tersebut adalah mengenai teori dasar evaluasi pendidikan Islam, hal ini
berarti bahwa proses evaluasi dalam pendidikan Islam dijadikan sebagai cara
untuk melihat berkembang atau tidaknya pendidikan yang kita rasakan selama ini.
Selain itu, evaluasi berfungsi sebagai umpan balik (feed back) yang
positif sifatnya ke arah perbaikan pendidikan Islam secara komprehensif di mana
kini dan masa yang akan datang.
D.
Implikasi
Paedagogis Al-Qur'an Al-Hasyr ayat 18 tentang Evaluasi Pendidikan Islam
terhadap Kemajuan Pendidikan
Al-Qur'an merupakan kitab suci yang mengandung berbagai
masalah pokok dalam kehidupan manusia, termasuk masalah evaluasi pendidikan, di
samping al-Qur'an merupakan sumber utama pendidikan Islam, oleh karena itu evaluasi
pendidikan Islam terkandung semuanya dalam al-Qur'an.
Sebagai implikasi dari al-Qur'an Al-Hasyr ayat 18 yakni
teori dasar evaluasi dalam pendidikan Islam, disadari atau pun tidak bahwa
evaluasi sangat urgen dalam kehidupan kita sehari-hari apalagi dalam dunia
pendidikan, karena evaluasi ini berfungsi sebagai alat ukur maju dan mundurnya
suatu sistem pendidikan, hal ini dapat dilihat dari beberapa komponen kurikulum
di antaranya pendidik, peserta didik, metode, materi pelajaran dan lain
sebagainya, hal ini dapat terlihat hasil evaluasi yang telah dilakukan.
Begitupun al-Qur'an surat Al-Hasyr berimplikasi pada
pelaksanaan Evaluasi Pendidikan Islam, hal ini jika diaplikasikan ke dalam
dunia pendidikan sekarang, untuk peningkatan kualitas pendidikan, seyogyanya
dilakukan pemikiran ulang dan evaluasi terhadap arah dan orientasi terhadap
kemajuan Pendidikan, karena yang harus menjadi sasaran dalam evaluasi itu bukan
pada ranah kognitif saja, melainkan kedua ranah efektif dan psikomotornya pun
harus dievaluasi, sehingga peserta didik, pendidik atau lembaga pendidikan
sekalipun dapat terkontrol secara menyeluruh (komprehensif), jadi yang baik
tetap dipertahankan dan kalau bisa ditingkatkan, sedangkan yang kurang baiknya
diperbaiki sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai yang tercantum dalam
kurikulum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Anda komentari tulisan-tulisan ini!
Komentar yang masuk dapat dijadikan pertimbangan untuk menampilkan tulisan-tulisan selanjutnya.
Terima kasih.